"Selamat pagi, sir." Javin menganggukan kepalanya sambil tersenyum.
"Teh nya sudah berada di meja," Javin terkagum-kagum, dengan mudah Aletta dapat mengingat apa yang disukainya.
"Ciao," Aletta terkejut ketika Javin menggunakan bahasa Spanyol.
"De nada," Aletta membalasnya dengan senyuman.
Seharian ini, mereka berdua sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, Javin pun akhirnya menyuruh Aletta untuk memesan makan siang dan dibawa masuk ke dalam ruangannya.
"Permisi,"
Aletta mendongak ketika melihat lelaki yang sudah berusia 50 tahun di depannya sedang tersenyum ke arahnya.
"Yes, sir. Can i help you?"
"Apa Javin ada di dalam?"
"Ada, apa anda ingin menemuinya?"
"Ya, sampaikan padanya bahwa ayahnya berada di sini."
Deg
Aletta langsung membulatkan matanya menatap lelaki paruh baya yang masih tersenyum tulus padanya lalu dengan cepat ia berdiri merasa tidak enak.
"Ka-kalau begitu, silahkan masuk." Ucapnya kaku dan Zelvin pun tertawa melihatnya.
"Tidak usah tegang begitu, hm miss?"
"Aletta, sir."
"Ya, boleh aku memanggilmu Aletta saja? Kau sepertinya seumuran dengan putriku."
"Tidak apa-apa, sir. Kau bisa memanggilku Aletta,"
Zelvin mengangguk lalu ia masuk ke dalam ruangan Javin, Aletta mendesah lega. Ternyata ayah Javin tidak seperti lelaki yang arogan, sekarang ia tahu darimana Javin mendapatkan sikapnya yang baik.
•°•
Javin bergumam kesal ketika pintunya tiba-tiba di buka tanpa diketuk terlebih dahulu.
"Tidak bisakah kau mengetuk pintu terlebih dahulu?" Ucap Javin.
"Apa aku harus mengetuk untuk masuk ke ruanganku sendiri?"
Javin tersentak dan langsung menoleh ketika melihat ayahnya bersidekap menatapnya, ia tersenyum lebar sebelum berjalan ke arah ayahnya dan memeluknya.
"Apa kabar, dad?"
"Kabar baik bila putraku satu-satunya menyempatkan waktu untuk pulang ke rumah,"
Javin menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu mempersilahkan ayahnya untuk duduk.
"Bagaimana keadaan perusahaan? Apa ada kendala yang sulit?"
"Sejauh ini tidak, semuanya masih bisa dikendalikan."
"Aku menyukai sekretaris barumu, ia sangat lucu. Mengingatkanku pada Lily,"
"Ya, bahkan mereka berdua sudah bertemu dengannya."
"Siapa mereka berdua?"
"Lily dan Rose, dan kau tahu apa yang akan mereka lakukan ketika melihat orang baru."
"Mengkritiknya?" Zelvin tertawa membayangkan hal itu.
"Seperti itu, dan untungnya Aletta bukan orang yang memasukkan semua omongan ke dalam hati."
"Ada apa kau datang ke sini, dad?"
"Aku ingin melihat putraku yang tidak pulang-pulang, apa tidak boleh? Sepertinya kami semua harus mengunjungimu ke sini bila kau tidak pernah pulang."
"Dad, aku pasti pulang tapi tidak sekarang. Terlalu banyak pekerjaan bila ditinggalkan,"
"Lalu kapan kau akan membawa calonmu kerumah?" Javin tersedak ludahnya sendiri.
"Dad! Kau sama saja seperti Lily," gerutu Javin.
"Kau sudah pantas menikah, Javin. Berilah kami seorang cucu, aku tidak mungkin meminta dari Lily karna Lily masih terlalu muda apalagi Rose. Oh ya, bagaimana pekerjaan Lily disini?"
"Bagus, ia begitu semangat bekerja disini. Lily selalu mengajak makan siang Aletta ketika ia tidak sibuk,"
"Secepat itu? Yang aku tahu Lily sangat susah untuk berteman, ia seorang pemilih."
"Itu aku juga tahu, aku juga tidak mengerti bagaimana mereka bisa dekat."
"Baguslah, setidaknya Lily tidak akan cepat bosan dan ia mau terus belajar."
"Baiklah, kalau begitu aku pulang dulu. Ibumu sudah memasak dan aku sudah berjanji untuk makan siang bersamanya, kau juga jangan lupa untuk makan."
"Yes, sir." Zelvin tertawa mendengarnya.
•°•
"Ini, semua laporan sudah aku buat."
"Ya, terima kasih. Kau sudah makan Aletta?"
"Aku baru akan makan bersama Lily,"
"Kalau begitu aku ikut," Aletta sedikit terkejut mendengarnya.
"Ah, kalau begitu kau saja yang makan bersama Lily." Ucap Aletta merasa tidak enak.
"Tidak-tidak, kita bertiga akan makan bersama. Dimana Lily?"
"Here! Kau juga ikut makan bersama kami?" Ucap Lily hanya menampilkan kepalanya dari luar ruangan.
"Ya, begitulah."
"Wow, berita bagus. Jadi kita tidak usah bayar Aletta, biar Javin yang membayarnya." Lily berucap senang lalu menarik Aletta keluar dari ruangan dan Javin hanya mendengus geli.
"Apa yang mau kau pesan?" Ucap Lily.
Mereka sekarang berada di salah satu Restaurant termahal yang berada di London.
"Aku ini saja,"
"Tidak-tidak, mungkin kalau kita makan berdua aku juga akan membeli itu. Kita sedang makan bersama dengan pemilik perusahaan Aletta, come on. Pilih yang paling mahal,"
"Tidak, biar aku yang ini saja."
"Tidak boleh! Yasudah kalau begitu biar aku yang pesankan,"
Akhirnya Lily yang memesankan makanan Aletta yang sama persis dengannya dengan harga yang fantastis, Aletta sampai meringis melihat harganya. Itu bisa menjadi biaya hidupnya selama 3 bulan dan semua itu tidak luput dari pandangan Javin yang menatap Aletta dengan menggemaskan.
♤♤♤
Ciao = Terima Kasih
De nada = sama-sama