08.the Healer

1777 Kata
Julia dan Rafael kembali ke rumah saat hari hampir gelap. Saat mereka hampir mencapai rumah, mereka melihat Regina, Rolando, serta Mariana berdiri di depan rumah mereka. Mereka terkejut saat mendapati ada dua ekor serigala yang datang, terutama salah satunya adalah serigala putih. Julia melangkah mundur dengan menurunkan kedua telinganya. Melihat reaksi mate-nya, Rafael menggeram menunjukkan giginya ke arah mereka bertiga. Regina segera maju dan menaikkan kedua tangannya, menyuruh Rafael untuk tenang. “Nak, tenanglah. Aku hanya kemari untuk mengantar makanan. Aku mengajak Rolando dan Mariana karena mereka sudah mengetahuinya. Aku ingin berbicara sebentar dengan kalian.” Rafael menoleh ke Julia yang masih menunjukkan ekspresi takut terhadap mereka. Rafael tahu dia takut terhadap Rolando dan Mariana. Rafael menoleh kembali dan menatap tajam pada mereka bertiga. Ia berjalan kembali masuk ke dalam rumah diikuti Julia yang menempel di sampingnya. Rafael mengambil kembali celana jinsnya yang tergeletak di depan pintu dengan mulutnya, lalu berubah kembali menjadi manusia, diikuti Julia yang juga ikut berubah di belakangnya dan segera masuk ke dalam ruang lemari. Rafael mengenakan celananya saat mereka bertiga masuk. “Aku hampir tidak percaya ini! Dia benar-benar Arctic!” kata Rolando. Mariana segera memukul lengannya dan menatapnya kesal. “Bisakah kau pelankan suaramu? Kau membuatnya ketakutan tadi!” Julia kembali beberapa detik kemudian dan berdiri di samping Rafael, namun Rafael memeluk pinggangnya dan segera membawanya ke belakangnya. Regina meletakkan makanan yang dibawanya ke meja konter, dan ia duduk di salah satu bangku disana. “Julia, tidak apa-apa, jangan takut. Ini Mariana, istri Rolando,” jelas Regina memperkenalkan wanita berambut ikal berwarna coklat gelap. Julia mengintip dari balik tubuh Rafael. Mariana tersenyum padanya. “Hai Julia, aku Mariana. Senang bertemu denganmu.” Julia melihat bahwa Mariana adalah tipe wanita yang penuh dengan semangat, hanya melihat dari penampilannya. Ia berpikir bahwa Mariana mungkin berada di umur akhir dua puluhan. Jika Mariana adalah manusia biasa, ia berpikir bahwa mata hijau sangat cocok untuknya. Julia mengalihkan perhatiannya pada Rolando. Pria itu tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya padanya. Seolah mengetahuinya, Mariana segera memukul lengannya, membuat pria itu terkejut dan mendapatkan tatapan mematikan dari istrinya. “Maaf jika dia menakutimu. Dia memang orang yang sedikit tidak berguna,” kata Mariana tersenyum pada Julia. “Hei! Itu menyakiti hatiku…” “Diam kalian berdua!” balas Regina pada mereka berdua. Ia lalu kembali menatap mereka berdua. “Kalian baru kembali dari mana?” “Danau. Apa Ibu kemari hanya untuk memperkenalkan mereka berdua?” tanya Rafael. “Tidak. Sebenarnya aku juga ingin membawa Matteo kemari, tapi dia sedang keluar.” Regina menatap Julia. “Julia, boleh aku tahu rumah sakit mana tempatmu bekerja sebelumnya?” “Di salah satu rumah sakit anak-anak. Itu bukan rumah sakit besar.” “Apa kau… pernah menggunakan darahmu? Untuk menyembuhkan pasien?” Julia menatap Regina, lalu Rolando dan Mariana, kemudian kembali lagi ke Regina. “Iya. Aku pernah menggunakan darahku. Tapi tidak semua pasien. Apa ada yang salah?” Regina menghela napas. “Tidak. Aku hanya ingin tahu apa seseorang pernah melihatmu menggunakan darahmu atau ada yang curiga dengan pasien yang tiba-tiba sembuh.” Julia menggeleng. “Mereka memang terkejut karena tiba-tiba sudah sembuh, tapi bukan berarti darahku bisa menyembuhkan semuanya.” Julia ingat perkataan Tetuanya bahwa darah yang mengalir dalam tubuhnya adalah pemberian istimewa dari para Dewa. Darah itu dititipkannya padanya agar bisa ia gunakan secara bijak. Jika dia berniat menyembuhkan seseorang menggunakan darahnya namun keadaan orang tersebut memang tidak tertolong sejak awal, maka darah itu tidak akan bekerja. Jika darahnya diambil secara paksa oleh orang lain, maka darah tersebut memiliki efek samping pada tubuh orang tersebut. Julia sudah melihat begitu banyak anak-anak yang menderita penyakit parah di rumah sakit tersebut. Ia tahu mereka berada di rumah sakit tersebut bukanlah keinginan mereka. Di umur mereka yang seharusnya diisi dengan bermain dan tertawa bahagia, harus digantikan oleh terbaring di ranjang rumah sakit dengan kabel-kabel yang menempel di tubuh mereka. Tentu ia ingin menyembuhkan mereka dan mengembalikan senyum cerah di wajah kecil mereka, tapi dia bukanlah Dewa, atau orang dengan kekuatan suci. Ia tak bisa memaksa seseorang untuk tetap hidup disaat keadaan orang itu sendiri memang tidak bisa ditolong. Darahnya seperti sebuah obat, menyembuhkan bagian-bagian yang rusak, bukan menghilangkan sebuah penyakit. Jika memang para Dewa ingin mengambil jiwa anak-anak itu, maka tidak ada yang bisa dilakukannya. “Aku hanya menyembuhkan mereka yang masih bisa disembuhkan. Aku memberi mereka kesempatan untuk sembuh karena mereka layak mendapatkannya,” jelas Julia. Mereka semua terdiam. Mereka tentu tahu bahwa Julia tidak bisa menggunakan darahnya secara sembarangan. Dia menyembuhkan seseorang karena memang itu tugas dalam kawanannya sejak dulu, sebagai serigala pelindung dan penuntun. Regina menyadari bahwa Rafael dan Julia seperti dua kutub yang berlawanan. Disaat Julia bertugas menyembuhkan dan menuntun orang-orang lemah, Rafael justru memburu dan membunuh. Regina menghela napas. “Tentu kau tidak akan menggunakannya secara sembarangan. Setelah mendengar cerita dari Matteo, aku hanya berpikir mungkin salah satu keluarga dari anak-anak itu mulai curiga padamu. Apa pernah ada anak Werewolf sebelumnya selain anak manusia yang kau rawat?” Julia diam berpikir. Sebenarnya Werewolf punya kekebalan tubuh lebih tinggi dari manusia. Namun saat anak-anak, kekebalan itu masih lemah dan tidak ada bedanya dengan manusia biasa. Saat memasuki remaja, kekebalan itu mulai meningkat bersamaan dengan kelebihan-kelebihan lainnya sebagai seorang Werewolf. Biasanya saat Werewolf sedang sakit, mereka akan lebih memilih memanggil dokter pribadi ke rumah mereka yang juga seorang Werewolf. Tentu karena saat berkonsultasi tidak ada yang perlu ditutupi, namun saat pasiennya anak-anak, dokter Werewolf tentu menjadi pilihan utama karena saat masih anak-anak, seorang Werewolf terkadang sulit mengendalikan perubahannya dan bisa berubah semaunya. Anak-anak Werewolf sudah mengalami perubahan di dalam tubuh mereka semenjak umur mereka satu tahun, dan akan matang saat umurnya mencapai tiga tahun. Di umur itu sebenarnya lebih mudah bagi seorang anak untuk melakukan perubahan pertama mereka dalam wujud serigala karena rasa sakit yang dirasakan tidak begitu terasa. Tetapi banyak dari orangtua Werewolf yang memilih untuk menyuruh anaknya melakukan perubahan di umur tujuh tahun karena di umur itu mereka dirasa sudah cukup siap untuk dilatih dalam wujud serigala. “Kurasa ada. Tapi aku tidak bertugas merawat anak itu waktu itu,” jawab Julia. “Apa Ibu hanya mencurigai itu?” tanya Mariana. “Tentu tidak. Hanya saja ini sulit sekali…,” kata Regina menghela napas. “Apa benar-benar ada yang mengincarku?” tanya Julia pelan. Dari nadanya, tentu ia khawatir. Selama ini dia sudah sangat berhati-hati untuk tidak terlalu menunjukkan diri. Sesama Werewolf, mereka memiliki bau yang sama meskipun dari ras yang berbeda. Julia hanya tidak ingin terlibat dalam kegiatan apapun yang berhubungan dengan keluarga Werewolf selama ini. Julia memang punya beberapa teman Werewolf, mereka bahkan pernah mengajaknya untuk bermain ke rumah mereka. Namun dia menolaknya karena tidak ingin terlalu menunjukkan diri. Pemikiran-pemikiran bahwa teman-temannya akan melihat siapa dia sebenarnya dan akan memanfaatkannya sudah terlalu memenuhi pikirannya. Ia tidak bisa mempercayai orang luar selain Lucinda. “Ini hanya asumsi, tapi bukan berarti tidak ada sama sekali yang mengincarmu. Tenang saja Julia, kau akan aman disini,” kata Regina. Julia merasakan tangan Rafael memeluk pinggangnya dan mendekatkan tubuhnya padanya. Ia mendongak dan mendapati Rafael yang menatapnya. “Baiklah, aku hanya ingin menanyakan itu. Kami akan meninggalkan kalian. Segera makan makan malam kalian,” kata Regina seraya bangkit berdiri. “Secepat itu? Aku masih ingin mengenalnya lebih jauh!” sahut Rolando tiba-tiba. Mariana langsung menarik telinganya dan segera menyeretnya keluar bersamanya. Dia tersenyum pada Julia. “Kalau kau ingin meminta bantuan apapun, jangan sungkan untuk bilang padaku, Julia.” Setelah itu, mereka berdua melangkah pergi. Regina yang masih berada disana hanya menggelengkan kepalanya dan menghela napas. “Anak itu! Untung saja mate-nya Mariana,” gumamnya. “Baiklah, aku akan pergi.” Regina tersenyum dan menyentuh wajah Julia, kemudian ia berbalik dan melangkah pergi dari rumah tersebut dan menutup pintunya. Julia menghela napas dengan keras. “Ada apa?” tanya Rafael. “Aku hanya bosan tidak bisa melakukan apapun. Sudah dua hari ini aku tidak pergi kemana-mana dan hanya berdiam diri.” Julia mendongak. “Apa tidak ada yang bisa kulakukan?” Rafael mengangkat satu alisnya. “Apa yang kau inginkan?” “Boleh aku bekerja di luar lagi?” tanyanya pelan. Sebenarnya ia sedikit takut untuk menanyakannya, tapi ia benar-benar bosan dan berharap bisa melakukan sesuatu. Pekerjaannya sebagai perawat di rumah sakit anak-anak membuatnya jatuh cinta dengan pekerjaan tersebut. Ketika dia mengantarkan obat ke setiap kamar pasien, anak-anak penghuni kamar tersebut selalu senang melihat kedatangannya karena mereka akan menceritakan banyak hal padanya. Sosoknya yang lembut dan perhatian tentu membuat anak-anak disana menyukainya dan menganggapnya sebagai seorang kakak dan Ibu. Julia tentu tidak akan pernah bosan mendengar cerita dari anak-anak itu karena bagaimanapun juga, ia seperti melihat kehidupan lain dari cerita mereka dan hal itu tentu membuatnya semakin tertarik. Pernah ada kejadian dimana kakak dari pasien gadis berumur sembilan tahun menyukainya. Gadis itu bercerita bahwa kakaknya menyukainya dan berniat untuk mengajaknya berkencan. Gadis itu ingin sekali ia bisa menerima kakaknya dan menikahinya kelak sehingga gadis itu bisa melihatnya setiap hari. Bahkan orangtua gadis itu mengetahuinya dan mereka juga berharap ia bisa menjadi bagian dari keluarga mereka. Ia tentu senang mendengar hal itu, tapi ia tidak bisa menerimanya begitu saja karena mereka adalah manusia, dan dia Werewolf. Jika mereka tahu, tentu dia akan dianggap sebagai monster. Rafael mengerutkan dahinya. Dia menatap Julia dengan penuh keseriusan. Julia sudah berpikir bahwa Rafael akan menolaknya, karena ini memang cukup beresiko baginya untuk bekerja di luar sementara ada seseorang yang mengincarnya. Tapi sungguh, dia tidak bisa terus berdiam diri tanpa melakukan apapun sementara banyak anak-anak dan orang lemah di luar sana yang masih bisa ditolong dengan darahnya. Dilihatnya Rafael memejamkan mata. Tangan pria itu sudah tidak lagi memeluk pinggangnya dan kini berganti menyentuh kedua matanya. Julia bisa melihat bahwa Rafael bingung harus menjawab apa. Pria itu tentu ingin menolaknya, tapi ia juga tidak bisa terlalu mengekang Julia. Ia hanya ingin wanita itu aman, berada di sampingnya dimana ia bisa terus mengawasinya. Ia tidak ingin terjadi apapun pada wanita itu dan membuatnya tetap aman adalah prioritas utamanya. Ia ingin segera menemukan orang sialan ini yang mengincar Julia dan mematahkan lehernya. Rafael menurunkan tangannya kembali dan membuka matanya. Wanita itu masih menatapnya, tentu ada harapan dalam tatapan mata biru itu. Ia ingin mengalihkan tatapannya dari matanya itu dan turun ke bibirnya, tapi itu hanya membuatnya semakin buruk karena bibir penuh berwarna kemerahan itu begitu menggodanya dan ia ingin segera melahapnya. “Tidak.” Hanya kata itu yang bisa keluar dari bibirnya. Tentu Rafael tidak sepenuhnya ingin mengatakan itu, tapi ia juga ingin mate-nya tetap aman, disini, di wilayah kawanannya dimana tidak ada Werewolf lain yang akan berani memasukinya. Rafael bisa melihat ada kekecewaan dalam mata Julia setelah ia mengatakan itu. Ia memejamkan mata, tak ingin melihatnya. “Aku berjanji tidak akan pergi terlalu jauh. Aku hanya ingin kembali merawat dan menyembuhkan anak-anak it―” “Oke, baiklah,” potong Rafael. Ia kembali membuka matanya dan menatap Julia. Ia tentu tidak tahan jika harus melihat mate-nya bersedih hanya karena larangannya, tapi yang terpenting, ia tidak ingin Julia marah kepadanya. “Aku akan mengizinkanmu. Besok kau akan ikut denganku ke hotel karena Rey tidak bisa pergi kesana. Kita juga akan pergi ke rumah sakit milik salah satu keluarga di kawananku,” jelas Rafael. Julia terkejut. Tentu ia tidak menyangka bahwa Rafael akan mengizinkannya. Tapi yang terpenting, ia senang mendengarnya. Senyum lebar terukir di wajahnya. Ia segera merentangkan tangan dan memeluk Rafael. “Terima kasih!” ucapnya senang. Rafael mengelus rambutnya. “Besok, jangan terlalu jauh dariku.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN