"Hadeuh, ada pak ketua? Kenapa nggak bilang sih, Lif?" ujar Aura dengan terpekik.
"Kalau aku bilang ke kamu pasti tambah lagi nggak akan mau ikut kamunya, Ra," ucap Lifa dengan malas.
"Oh ada Fasa ya?" tanya Dirga yang sudah duduk di sisi Aura
"Siapa dia? Kok sampai bikin kalian uring-uringan, Dek?" tanya Haqi dengan mengerutkan keningnya.
"Lah, Mas Haqi balik lagi?" kaget Lifa, yang kemudian berjalan ke arah Haqi untuk mencium tangan kakak Aura yang sudah seperti kakaknya sendiri. "It-u ada te-"
Belum sempat diantara Lifa dan Aura menjawab pertanyaan Haqi. Sudah hadir saja dua lelaki yang sejak tadi menjadi perbincangan diantara Aura dan Lifa sedang mengucapkan salam.
"Panjang umur banget," gumam Dirga sembari menatap ke arah pintu, "masuk aja bro!"
Kedua lelaki tersebut mengernyit menatap Dirga yang sudah berada di rumah Aura sepagi ini. Kemudian mereka masuk dan bersalaman dengan Dirga maupun Haqi.
"Duduk dulu aja. Silahkan!" ucap Haqi setelah bersalaman dengan dua lelaki yang akan mengajak pergi kedua adik perempuannya.
Kedua lelaki itu akhirnya duduk bebarengan pada kursi panjangyang Lifa duduki saat ini. Keadaan ruang tamu rumah Aura menjadi sunyi senyap setelahnya. Tidak ada yang mencoba untuk membuka pembicaraan.
"Ehm, Perkenalkan nama saya Fasa dan ini teman saya Raga. Kami adalah kakak tingkat Aura dan Lifa. Kebetulan kami berada dalam satu bidang yang sama dalam kepanitiaan perayaan Dies Natalis Universitas," ucap Fasa melakukan perkenalan dengan menunjuk Raga yang berada di sampingnya.
"Oke. Saya Haqi kakak laki-laki Aura. Jadi maksud kalian datang ke sini untuk apa?" tanya Haqi dengan datar.
"Kebetulan hari ini kami akan melakukan survey penyewaan tenda, Mas," jawab Fasa dengan mantap.
"Kenapa Aura dan Lifa harus ikut? Itukan bisa kalian cari sendiri. Lagipula mereka tahu apa tentang penyewaan tenda begitu," ucap Haqi dengan senewen.
"Tapi itu penanggung jawabnya Lifa, Mas Haqi. Aku juga kok yang ngajak Aura. Bukan mereka," potong Lifa dengan cepat dan raut wajah memelas.
Haqi, Fahri, dan Adit adalah tiga lelaki kaku yang naasnya menjadi kakak dari mereka bertiga. Ditambah pula mereka memiliki hubungan dekat satu sama lain sudah makin menjadi protektifnya. Tak hanya kepada Adik kandung nya masing-masing, namun juga kepada adik yang lain.
"Iya Mas Haqi tahu, Dek. Tapi kan kalian perempuan, kenapa dikasih kerjaan begitu?" ucap Haqi dengan tenang.
Aura spontan langsung mencubit pinggang sang kakak, "udah kita berangkat aja, Mas. Biasalah tukang ngibul ini Mas Haqi," ucap Aura dengan tidak enak.
"Apaan kamu nih? nggak ada yang ngijinin pergi juga," protes Haqi dengan menatap tajam Aura.
"Maaf, Mas. Jika memang Aura tidak diperbolehkan untuk ikut dengan kami. Kami undur diri saja, Mas," pungkas Fasa dengan mengalah.
"Lalu Lifa tetap ikut dengan kalian? saya juga tidak memberi izin!" ucap Haqi dengan datar dan menatap lekat Fasa dan Raga.
"Saya sudah minta izin dengan Mas Fahri tadi, Mas. Dia mengizinkan Lifa pergi dengan saya," ucap Raga setelah dari tadi hanya diam saja.
"Fahri beneran ngasih izin dia pergi sama kamu?" tanya Haqi dengan tegas dan menatap Lifa dalam.
"Iya, Mas. Apa aku telponin Bang Fahri buat konfirmasi ke Mas Haqi?" tanya Lifa dengan mengeluarkan ponselnya.
"Oke. Nggak perlu. Kalau Fahri ngebolehin kamu pergi, berarti dia percaya sama dia," pungkas Haqi dengn menunjuk Raga dengan dagunya.
"Ayoklah, Mas! Aura biar nemenin aku gitu. Masa aku cewek sendirian diantara mereka. Soalnya aku tadi bilang ke Bang Fahri perginya sama Aura juga," mohon Lifa dengan merajuk.
Haqi melihat adik perempuannya yang sudah cemberut dan sepertinya juga badmood, "Ya sudah Mas bolehin kalian pergi. Tapi seperti perjanjian awal Aura dengan Dirga. Karena Dirga ke sini juga niatnya mau nemenin Aura. Gimana kalian?"
"Nggak papa, Mas. Dirga bisa ikut kita sekalian," ucap Fasa dengan mantap.
"Kalian naik apa ke sini?" tanya Haqi.
"Ada mobil, Mas. Kami parkir di sebelah sana karena tadi memaka jalan," jawab Raga.
"Cukup tidak untuk kalian berlima? kalau tidak biar Aura boncengan dengan Dirga aja," ucap Haqi.
Aura terlihat hanya pasrah saja dengan titah kakak laki-lakinya. Memang Haqi selalu seperti ini jika ada teman lelakinya yang datang ke rumah. Naasnya mereka datang ketika Haqi ada di rumah. Ya sudahlah terkena cercaan kakaknya yang menyebalkan ini.
Setelah mendapatkan restu dari Haqi mereka langsung berpamitan untuk segera berangkat. Aura berpamitan dengan malas pada Haqi. Kakaknya itu mencecar Aura harus sudah pulang pada sore hari sebelum dirinya kembali ke Semarang. Raga dan Fasa menyetujui permintaan Haqi.
"Gimana? Muat nggak mobilnya? Kalau nggak gue sama Aura naik motor aja," ucap Dirga saat mereka sudah sampai di depan mobil toyota Yar*s berwarna hitam.
"Bisa-bisa kok. Tapi agak empet-empetan. Nggak papa kan, Ga?" ucap Fasa dengan membuka pintu mobil.
"Santai, Bro. Sorry jadi ganggu kalian," ucap Dirga dengan datar, "Lu duduk di tengah. Kan kaki lu pendek, Ra".
"Iya-iya. Paham aku, Ir. Sabar dong!" jawab Aura dengan senewen.
Akhirnya mereka berlima memilih untuk surey tempat penyewaan tenda di daerah kota agar lebih dekat aksesnya dengan Universitas. Untung saja Dirga juga sering mengikuti banyak kegiatan di Organisasi. Jadi adalah referensi-referensi tempat lain darinya untuk perbandingan harga dari satu dengan yang lain. Mereka juga menyempatkan diri untuk mampir makan siang dan melaksanakan sholat dhuhur berjamaah di masjid agung keraton karena kebetulan mereka berada di sekitar situ.
"Mas Haqi masih aja ya protekif," ucap Lifa saat mereka berada di tempat wudhu.
"Emangnya Bang Fahri kagak gitu juga? Bukannya mereka sama aja," ujar Aura sembari menggulung lengan bajunya.
"Iya juga sih. Tapi nggak tahu kenapa dia sama Mas Raga nggak segarang kayak sebelum-sebelumnya lho, Ra," ucap Lifa dengan mengusap dagunya.
"Cucok kalik mereka berdua. Ya kayak Dirga sama mereka gitu," balas Aura dengan menyalakan keran lalu mulai berwudhu.
"Ya semoga aja gitu sih. Setidaknya kalau kami emang nggak bisa jadian. Tapi bisa temenan kayak kita sama Dirga," gumam Lifa. Lalu ia melakukan wudhunya.
Setelah mereka selesai berwudhu dan menjalankan sholat. Aura meminta Lifa menemaninya ke kamar mandi terlebih dahulu. Setelah selesai dengan urusan kamar mandinya ia langsung menuju kaca besar yang berada di depan toilet. Lifa juga sedang membenarkan make upnya di depan kaca tersebut.
"Ra, kayaknya Mas Fasa ikut sekarang tuh ada something lain nggak sih?" ucap Lifa dengan ragu.
"Maksudnya?" tanya Aura dengan mengernyitkan dahinya sembari memoleskan lip tint di bibirnya.
"Kamu ngerasa nggak sih kalau sikap Mas Raga sama Mas Rafa tuh hampir sama," ucap Lifa dengan menaikkan alisnya.
"Hah? nggak paham aku, Lif," ujar Aura dengan bingung.
"Ya perhatiannya sama kayak yang dilakuin Mas Raga ke aku. Kamu kan pernah bilang Mas Raga kayak gitu bisa jadi karena dia ada rasa sama aku kemaren. Istilahnya PDKT lah," terang Lifa dengan menatap Aura dari kaca.
"Terus?" tanya Aura singkat lalu meletakkan bedak tabur yang baru saja ia gunakan ke dalam tasnya.
"Ya, Bisa jadi Mas Fasa juga lagi PDKT sama kamu," jawab Lifa dengan jengah.
"Ngaco banget sih kamu nih! Dahlah kita balik aja ke mobil. Udah ditungguin mereka," pungkas Aura menutup percakapan mereka.
Waktu sudah memasuki pukul 19.45 WIB, Aura sudah berganti aktivitas dengan mengerjakan laporan hasil penelitiannya yang kemaren ia kerjakan. Haqi pun juga sudah kembali ke Semarang dengan mobil yang ia bawa. Kali ini kakak laki-lakinya memilih untuk pulang memakai mobil karena bisa pulang dengan waktu yang fleksibel sesuka hatinya.
Hand Phone Aura berbunyi tiada henti setelah ia sambungkan dengan wifi. Ia baru bisa membukanya sekarang karena tadi ia memilih untuk fokus mengerjakan laporannya karena besok ini akan ia berikan kepada Pak Farhan. Ternyata terdapat notifikasi chat grup yang berasal dari sahabat-sahabatnya dan ia memutuskan untuk membukanya terlebih dahulu.
Konco Kentel
Lifa Ribet: Gagal total sudah semuanya gaes!!
Finka Bawel: Ada apa nih?
Nida Bege: Apa? Apa? Apa?
Nida Bege: kepo nih.. Cepetan!
Lifa Ribet: Jadi ada cowok kan mau PDKT an sama cewek. Niatnya mau pergi bareng tuh. Eh malah ada buntutnya tuh cewek. Parah dah!
Dirga Ogeb: Siapa yang jadi buntut?
Nida Bege: Kasian amat si cowok. Gagal deh PDKT an.
Nida Bege: Siapa sih ceweknya? Kenapa ada buntutnya? Janda dia emangnya?
Lifa Ribet: Tahu ah gelap! Otak kalian kopong semua!
Dirga Ogeb: Dasar aneh! Niat didengerin apa kagak sih tuh curhatan?
Finka Bawel: Tahu dah! PMS kali, Ir
Aura jadi terpikirkan dengan perbincangannya bersama Lifa tadi. Ia sebenarnya juga menyadari perbedaan sikap Fasa kepadanya. Tapi ia tidak ingin kepedean juga karena sepertinya Fasa adalah tipikal orang yang baik dengan semua orang dan supel.
TBC