"Mbak Ghin!" panggil Aura sembari melambaikan tangannya saat menjumpai Ghina di suatu Mall. Ia memang sedang melakukan me time untuk refreshing pikirannya yang penuh beberapa hari ini. Setelah menonton film di CGV, Aura kelaparan dan berakhirlah ia pada foodcourt Mall dengan memesan Nasi goreng plus juice alpukat favoritnya.
Oh iya Ghina adalah anak kedua dari Pak Farhan. Ia juga kakak tingkat Aura yang beda dua angkatan dengannya. Aura dan Ghina juga dekat karena pernah satu divisi dalam sebuah organisasi himpunan prodi mereka.
Terlihat Ghina menoleh ke kanan dan kiri mencari-cari keberadaan orang yang memanggilnya. Ghina hapal sekali dengan panggilan tersebut. Hanya Aura yang memanggilnya seperti itu karena di kampus biasanya dia dipanggil dengan Ina. Ia membalikkan tubuhnya dan melihat Aura yang sedang duduk di meja makan dengan sepiring nasi goreng dan juice alpukat andalannya.
"Hai! Lagi me time ya?" balas Ghina sembari menarik salah satu kursi.
"Yuhuu, Mbak! biasalah habis stress, Haha" ucap Aura dengan tawanya, "Mbak Ghin sendirian?"
"Nggak, Ra. Aku tadi emang milih cari tempat aja. Dia yang ngantri pesen makannya, Haha" jawab Ghina dengan terkikik, "Kita gabung sama kamu aja ya!"
Aura langsung terkesiap dang mengangguk-anggukkan kepalanya, "nggak mungkin kan perginya sama si tukang meyebalkan itu?" batinnya.
"Gimana kabar, Mbak Ghin? Kerjaan lancar kan?" tanya Aura sembari menatap Ghina dengan senyum yang menghiasi bibirnya. Dia dan Ghina memang sudah dekat. Mereka juga sering bertukar pesan atau pun bertemu untuk makan bareng dan jalan bareng.
"Oh di sini ternyata," ucap lelaki dengan suara beratnya dari balik tubuh Aura.
"Kita gabung sama Aura aja ya," ucap Ghina.
Aura yang terkaget dengan suara bass tersebut hanya bisa mengusap dadanya. Sedangkan kursi yang berada di sisi kanan meja tertarik dan duduklah seorang lelaki jangkung dengan kulit berwarna kuning langsat dan adanya kacamata yang terpasang di wajahnya. "bukan dia ternyata. Alhamdulillah!" batin Aura dengan lega.
"Kenalin ini Mas Bara, Ra. Insya Allah calon suamiku ke depannya," ucap Ghina dengan senyum yang mengembang di bibirnya.
"Sumpah, Mbak? Jadi beneran mau tunangannya nih?" tanya Aura dengan terpekik. Ia langsung menutup mulutnya, "Maaf, Mas. Kaget saya" tambah Aura dengan malu.
"Haha! Insya Allah bulan ini. Makanya aku udah ngomong ke kamu kemaren," ucap Ghina dengan tawanya.
"Alhamdulillah! Aura ikut seneng, Mbak!" ucap Aura dengan riang, "Oh iya. Aku belum kenalan sama Masnya. Namaku Aura, Mas. Aku adik tingkatnya Mbak Ghina, Hehe" sembari mengulurkan tangannya.
"Haha, Santai aja. Aku Bara teman kantor Ghina sekaligus calon tunangannya," ucap Bara sembari menjabat tangan Aura.
"Ini yang sering diomongin Bapak, Mas. Anak kesayangannya di kampus," ucap Ghina sembari mengeluarkan hand sinitizer dari tasnya dan memakainya kemudian memberikannya pada Bara.
"Ngawur banget! nggak lho Mbak Ghin emang suka lebay gitu, Mas," ucap Aura dengan menyilangkan kedua tangannya.
"Oh ini yang sering diceritain sama Bapak. Ini ya calonnya," ucap Mas Bara dengan menatap dalam Ghina dan mendapatkan balasan anggukan dari Ghina.
Mereka bertiga menyantap makanan yang berada di hadapannya. Kadang juga diselingi dengan obrolan-obrolan ringan. Mas Bara ternyata seumuran dengan Haqi dan anaknya asik seperti Mas Adit jadi Aura mudah sekali untuk berbaur.
"Habis ini temenin cari cincin yuk, Ra!" ajak Ghina dengan sumringah.
"Boleh-boleh, Mbak. Aku gabut juga kok ini. Mau dimana emang?" tanya Aura dengan menatap Ghina.
"Di lantai 1 aja. Kan ada tuh toko jewelry," jawab Ghina.
"Oke. Ngikut aja aku sama Mbak," ucap Aura dengan cengirannya.
Setelah selesai menyantap makan siang, mereka langsung bergegas untuk menuju lantai 1. Aura dan Ghina berjalan di depan Bara. Tiba-tiba hand phone Mas Bara berbunyi dan ia langsung mengangkat telpon masuk tersebut.
"Kami turun ke lantai 1. Mau ke toko Jewelry," ucap Bara yang terdengar samar-samar oleh Aura.
"Oke. Kami tunggu," ucap Bara yang kemudian mematikan sambungan telpon dan berjalan mendekati Ghina dan Aura.
"Udah sampai parkiran. Katanya mau nyusul kita," ujar Bara sembari berbisik pada Ghina.
Setelah sampai di toko Jewelry, Aura langsung digandeng oleh Ghina untuk mengikuti perempuan tersebut. Aura hanya bisa pasrah saja mengikuti langkah anak dosennya tersebut. Sedangkan Bara sepertinya tidak ada minat untuk melihat-lihat perhiasan yang terpajang di etalase. Biasalah para kaum lelaki, Mereka lebih memilih untuk mencari tempat duduk dan bersantai di sana. Mereka ikut saja dengan keinginan pasangannya. Toh juga bentuk cincin pria juga hanya itu-itu saja.
Aura juga ikut melihat cincin-cincin yang tertata rapi di etalase tersebut. Entah kenapa Aura yang tidak suka menggunakan aksesoris emas-emas an lebih tergiur dengan cincin-cincin emas silver dengan model yang sederhana. Menurutnya warna tersebut lebih elegan saja.
"Ra, sini!" panggil Ghina dengan melambaikan tangannya.
"Sorry, Mbak. Tadi keasikan ngeliatin situ. Nggak tahu kalau Mbak Ghin udh di sini," ucap Aura dengan terkekeh setelah berada di hadapan Ghina.
"Haha, Santai kok. Ini bagus nggak?" tanya Ghina sembari menunjuk cincin berwarna emas couple di hadapannya.
"Bagus kok, Mbak. Ini mau beli buat tunangan apa sekalian sama buat nikahan?" ujar Aura dengan tersenyum.
"Tadi sih Mas Bara bilangnya sekalian aja. Biar besok-besok pas mau nikahan undah nggak mikir cincin lagi," jawab Ghina dengan menyunggingkan senyumnya, "Dari lima ini yang cocok buat kami yang mana, Ra?"
"Oh gitu. Kalau aku suka yang ini sama ini, Mbak. Hehe," jawab Aura dengan menunjuk dua contoh cincin couple yang ada di hadapan mereka.
"Aku juga tertariknya dua itu sih. Yang ini sama ini kayak berlebihan banget dan yang ini terlalu sederhana," ucap Ghina menyetujui jawaban Aura.
"Coba Mbak Ghin muter lagi dulu aja siapa tahu ada yang bikin kesemsem lagi atau kalau nggak tanya ke Mas Bara gitu. Aku panggilin ya," ucap Aura.
Setelah mendapat persetujuan dari Ghina untuk memanggilkan Bara, Aura langsung berjalan ke arah kursi yang memang disediakan untuk pengunjung. Rasanya Aura ingin membatalkan tawarannya saat melihat sosok yang tidak ia inginkan berada di samping Bara dan sedang menatap dirinya. Ingin sekali dirinya kembali pada Ghina lagi. Namun ia sudah terlanjur terlihat oleh lelaki tersebut. Bisa-bisa jika ia berbalik yang ada ia akan menjadi target mulut mercon Arka yang menyebalkan itu.
"Mas Bara! Dipanggil sama Mbak Ghina tuh," ucap Aura setelah berhadapan dengan kedua lelaki tersebut.
"Oke, Ra. Gue nyamperin Ghina dulu," ujar Bara dengan berdiri dari duduknya lalu menepuk pundak Arka.
Aura pun memutuskan untuk berbalik badan dan akan mengikuti Bara. Tiba-tiba tangannya dicekal oleh seseorang yang sudah pasti ia tahu siapa pelakunya. Siapa lagi kalau bukan orang yang berada di belakangnya.
"Kenapa, Mas?" tanya Aura dengan malas.
"Kamu udah lihat-lihat cincinnya kan?" kata Arka dengan menatap dalam Aura.
Aura mengernyitkan dahinya, "Apa maksudnya?" batinnya. "Gimana, Mas?" tanya Aura.
"Kamu kalau sama saya kenapa selalu lola sih? Maksud saya tadi kan kamu sudah melihat-lihat cincin di etalase situ sama bagian Ghina tadi. Masih mau ngelihat-lihat lagi nggak?" terang Arka dengan datar.
"Pertanyaannya Mas tuh selalu nggak lengkap dan gagal aku cerna. Susah nyambungnya aku sama Mas tuh," ucap Aura dengan senewen, "Lagian apa masalahnya aku mau lihat-lihat lagi atau nggak. Emangnya ngaruh sama kehidupannya, Mas? Kan nggak juga".
"Ngaruh nggak ngaruhnya sama kehidupan saya sih nggak ada kaitannya juga dan nggak ada yang tahu," ucap Arka dengan menatap Aura dengan menatap Aura dari atas sampai bawah.
Aura yang ditatap seperti itu langsung mengalihkan pandangannya untuk melihat sekitar, "Langsung to the point aja deh. Mas Arka mau aku ngapain?"
"Temenin saya makan," ucap Arka dengan lancar dan lebih tepatnya seperti memerintah dan Aura harus mengabulkannya.
"Harus banget aku temenin. Emang nggak bisa makan sendiri?" tanya Aura dengan gamang. Ia sangat malas harus meladeni Arka.
"Ya kalau kamu masih mau liat-liat lagi saya tungguin," jawab Arka dengan tenang.
"Nggak usah deh, Mas. Lagian saya juga nggak ada niatan buat beli," ujar Aura dengan jengah, "pamitan dulu sama Mbak Ghina dan Mas Bara biar nggak dicariin nanti".
"Di chat aja. Mereka lagi sibuk itu," ucap Arka sembari menunjuk Bara dan Ghina dengan dagunya.
Aura dan Arka berjalan ke luar dari toko. Aura tidak berniat menanyakan pada Arka karena ia sudah malas sebenarnya dengan lelaki tersebut. Tapi apa daya jika ia menolak pasti Arka akan mencecar nya dengan kata-kata pedasnya. Ya sudahlah ia ikuti saja apa mau dari lelaki itu agar segera selesai sudah antara dirinya dengan Arka.
TBC