Malam terasa tidak begitu mencekam akibat air danau yang bercahaya bewarna kebiruan karena keberadaan phytoplankton di danau itu. Cahaya kebiruan itu membuat semua yang ada di permukaan danau dapat terlihat dengan jelas, tanpa terkecuali tubuh Asia yang tampak lunglai tak jauh dari tepi danau.
Sosok pria yang ada di atas pohon itu memicingkan matanya begitu melihat sesuatu yang terasa asing karena sedari tadi dia di atas, dia tidak melihat sesuatu yang aneh dari danau di depannya. Yang sosok itu lihat adalah tubuh Asia yang tiba-tiba muncul dari dalam danau. Dengan cukup enggan, pria itu pun turun dari atas pohon dan berjalan mendekati pinggir danau. Sedikit menimang-nimang, pria itu pun akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam danau.
Pria itu berjalan masuk ke dalam danau, dari air danau yang hanya sebatas mata kakinya hingga air danau itu pun sampai mencapai pinggangnya. Begitu dia sampai di depan Asia, dia pun memeriksa nadi dari Asia dan dia masih merasakan kehidupan di sana. Dengan sekali tarik, dia membawa tubuh Asia dalam dekapannya. Pria itu dapat dengan mudah keluar dari dalam danau dan pria itu masih terus berjalan hingga tiba di depan pohon di mana dia berada sebelumnya. Dia meletakkan tubuh Asia di bawah pohon itu. Matanya menelisik tubuh Asia.
Angin yang berhembus kencang seketika membuat tubuh yang awalnya lunglai menunjukkan kehidupannya. Asia mulai tampak menggigil kedinginan hingga gemeretak giginya terdengar. Pria itu yang melihat bagaimana Asia menggigil kedinginan seketika meninggalkan Asia begitu saja.
Kesadaran Asia seakan kembali. Dia bisa merasakan rasa sakit dan dingin yang terasa di tubuhnya. Rasa dingin yang dia rasakan itu terasa sangat asing sekali. Seumur-umur, Asia tidak pernah merasakan rasa dingin yang menusuk seluruh sendi-sendi tubuhnya.
“Aaaa….” Asia mencoba untuk bersuara di sela-sela menggigil, tapi hanya suara rintihan yang terdengar.
“Aaaa….” Asia masih tidak bisa membuka suaranya. Dia yang juga mencoba untuk menggerakkan tubuh pun tidak bisa dia lakukan karena semua anggota tubuhnya bergerak dengan sendirinya karena sensasi dingin yang dia rasakan.
Yang awalnya terasa dingin, mendadak tubuh Asia memanas. Sensasi panas itu membuat tangan Asia bergerak dengan sendirinya untuk membuka pakaian yang dia kenakan. Mata Asia masih terpejam dengan erat, namun kedua tangannya tampak bergerak tanpa bisa dikontrol.
“Pa…panas….” Pakaian yang terus-terusan Asia tarik karena tidak bisa membukanya seketika terhenti karena kedua tangan Asia digenggam dengan erat.
“Panas….” lirih Asia lagi.
Apa yang Asia ucapkan berbanding terbalik dengan semua anggota tubuhnya yang tampak menggigil kedinginan, bahkan bibir Asia tampak membiru.
Tubuh Asia ditarik hingga tubuhnya terduduk. Di saat itu Asia sedikit bisa membuka matanya. Matanya tidak bisa melihat dengan jelas sosok di depannya karena matanya keburu tertutup lagi dan sulit untuk dibuka lagi.
Panas yang terasa aneh itu perlahan tergantikan dengan sensasi hangat yang melingkupi tubuhnya. Sensasi hangat itu membuat Asia merasa nyaman dan tanpa sadar jatuh terlelap dalam ketidaksadarannya. Ini jauh lebih baik daripada rasa sakit dan dingin yang dia rasakan di saat kesadarannya datang.
*
*
*
Semilir angin yang dingin menerpa wajah Asia. Mata Asia berkerut ke dalam, dia terganggu dengan dingin yang dia rasakan. Asia menarik semakin ke atas sesuatu yang menyelimuti tubuhnya.
“Sampai kapan kamu akan tidur?”
Suara berat dan terdengar rendah itu seketika membuat kesadaran Asia seakan dipaksa untuk muncul. Asia bahkan dapat dengan mudah membuka matanya, tapi hanya sedikit yang dia buka dan membuatnya bisa melihat warna pink yang ada di atasnya.
Warna pink yang bergoyang lambat itu membuat Asia berani membuka seluruh matanya. Cahaya silau sukses membuat Asia menutup kembali matanya. Dia merasa silau namun untuk beberapa saat kemudian dia membuka matanya lagi. Barulah ketika dia membuka matanya, Asia bisa melihat sesuatu yang menaunginya adalah pohon yang memiliki bunga berwarna pink.
“Sa-sakura?” katanya dengan suara yang serak. Dia cukup kaget karena melihat bunga yang berwarna pink itu.
“Seharusnya aku meningggalkanmu.”
Suara asing itu sukses membuat Asia yang terpaku dengan pikirannya sendiri seketika menoleh ke samping kirinya dan mendapati kaki yang memakai celana hitam. Kaki itu berjalan menjauhi Asia dan tak lama kemudian dia kembali dan melemparkan gaun putih ke arah Asia.
“Cepat pakai gaunmu dan kembalikan jubahku.”
Asia melirik sesuatu yang menutupi tubuhnya. Asia akhirnya sadar jika tubuhnya sekarang hanya memakai pakaian dalam dan dengan takut-takut Asia bangun dari tidurannya.
Mata Asia menatap dengan waspada pada sosok pria tinggi besar yang sekarang membelakangi dirinya. Dia harus segera memakai gaun putih yang diberikan padanya. Setelah itu, barulah dia bisa memikirkan apa yang akan dia lakukan pada pria asing di depannya ini.
“Tatapan itu seharusnya tidak kamu berikan padaku. Aku tidak akan melakukan hal yang tidak-tidak pada gadis yang hampir mati.” Suara pria itu terdengar ketus karena menyadari Asia terus memandanginya.
Tangan Asia yang hendak masuk ke dalam lengan baju seketika terhenti. “A-aku hampir ma-mati?” katanya tak percaya.
“Kamu hampir mati karena kedinginan,” jawab pria itu singkat.
“Aah….” Asia menggigit bibirnya. Dia teringat sensasi dingin dan sakit yang dia rasakan tadi malam. Seketika dia merasa menggigil.
“Apa kamu sudah memakai bajumu?” tanya pria itu tak sabaran.
“Se-sebentar lagi.” Asia buru-buru memasukkan tangannya ke lengan gaun putih itu. Setelah semuanya terpasang, Asia berdiri dengan tangan yang berpegangan pada batang pohon karena dia merasa tidak begitu kuat untuk berdiri. Tubuhnya terasa lemas sekali.
“Su-sudah.”
Pria itu pun berbalik, bersamaan dengan semilir angin lembut yang menerbangkan bunga sakura yang jatuh dari atas pohon sana. Asia mengerjapkan matanya, dia terpaku menatap pria berambut merah gelap di depannya ini.
“Kembalikan,” perintah pria itu karena Asia hanya diam saja.
Asia masih bergeming karena dia terpaku dengan pria di depannya ini. Asia bergeming bukan karena rambut merah gelap pria itu, tapi lebih ke wajah pria itu. Rambut merah gelap itu berpadu dengan mata hitam gelap yang memiliki tatapan yang tajam, alis hitam yang tebal, hidung mancung, bibir yang tampak profesional dan tak ketinggalan rahang yang kokoh yang membuat wajah itu semakin terlihat ketegasannya.
“Apa sekarang kamu mendadak tuli?” Rahang pria itu mengeras dan dia segera berjalan mendekati Asia. Asia yang merasa terancam pun seketika melangkah mundur. Instingnya mengatakan jika pria asing nan tampan di depannya ini sangat berbahaya.
“Aaa!” Asia memekik karena kakinya tanpa sengaja tersandung akar pohon dan hal itu membuatnya jatuh.
Pria asing itu pun berdiri di depan Asia. Matanya yang hitam pekat menatap Asia dengan tatapan datar.
“Kembalikan!” perintahnya dengan tegas.
“A-apa?” tanya Asia bingung.
“Kembalikan jubahku.”
Asia pun menatap jubah hitam yang dia pegang dengan erat. Dengan takut-takut Asia menyodorkan jubah itu. Tangannya bahkan tampak bergetar saat melakukan itu. Jubah itu pun diambil dengan kasar.
“kamu tidak ingin membunuhku?” tanya Asia takut.
Pria yang akan memakai jubahnya itu menatap Asia malas. “Untuk apa aku membunuhmu? Jika aku ingin membunuhmu, aku tidak akan menyelamatkanmu tadi malam.”
Ucapan itu, walau tidak ramah, Asia langsung tersadar akan kebenaran apa yang pria itu ucapkan. “Ma-maaf,” lirih Asia karena kesalahpahamannya.
Asia buru-buru bangun, dia menepuk bagian belakang gaunnya yang mungkin saja kotor. Dia memperhatikan gaun yang sekarang dia kenakan.
“Apa kamu tidak melihat pakaianku ada di mana?” tanya Asia.
“Pakaian yang mana lagi?” tanya pria itu bingung.
“Yang kupakai saat pertama kali kamu menemukanku.”
“Itu yang kamu pakai saat pertama kali aku menemukanmu. Memangnya kamu mau gaun semewah apa yang akan melekat ditubuhmu?” Pria itu tersenyum meremehkan. Asia lagi-lagi terpaku karena saat pria itu tersenyum mengejek, dia terlihat sangat seksi.
“Bu-bukan gaun. Aku memakai celana sepertimu.” Asia mencoba mengingat apa saja yang dia gunakan. “Dan jaket,” sambungnya.
“Aku tidak mengerti apa yang kamu katakan.” Pria itu memakai tudung yang ada di belakang jubahnya.
“Kamu mau ke mana?” tanya Asia karena merasa pria di depannya ini akan pergi meninggalkannya.
“Urusan kita sudah selesai bukan?”
Asia menggeleng. “Aku tidak tahu ini di mana, tidak mungkin kamu akan pergi meninggalkanku di sini bukan?” Tempat ini terlalu asing hingga Asia tidak tahu harus pulang ke mana.
“Tidak mungkin kamu tidak tahu tempat ini.”
“Aku benar-benar tidak tahu.” Asia menahan tangan pria asing itu. “Tempat ini tidak pernah kudatangi sebelumnya,” kata Asia yakin karena tidak ada ingatan sama sekali tentang tempat ini.
“Lalu bagaimana kamu bisa muncul di sini?”
Pertanyaan itu membuat Asia terdiam. Apa yang dikatakan pria asing di depannya ini memang benar. Bagaimana dia bisa berada di tempat asing ini?
“Aku…” Asia semakin erat menggenggam tangan pria asing di depannya itu saat dia merasakan pria asing itu ingin menarik tangannya. “…Aku juga tidak tahu.”
“Terus….”
Belum sempat pria asing itu melanjutkan ucapannya, suara perut Asia yang besar membuat semuanya mendadak sunyi.
“A-aku lapar,” cicit Asia.
Pria asing itu menghela napas. “Lepaskan,” perintahnya.
Asia menggeleng. “Bagaimana jika saat aku melepaskannya, kamu malah pergi meninggalkanku?”
“Bagaimana bisa aku mencarikanmu makan jika kamu tidak melepaskannya?”
Genggaman tangan Asia melemas dan hal itu membuat pria asing itu menarik tangannya dari Asia. Pria asing itu pun pergi berjalan mendekati danau, Asia pun mengikutinya dari belakang. Mata Asia menatap sekelilingnya dengan perasaan takjub.
“Aku belum pernah melihat tempat seindah ini,” kata Asia takjub. “Semua ini terasa seperti di dunia dongeng.”
Tidak ada tanggapan dari pria asing itu, Asia pun menghentikan langkahnya di saat pria asing itu mulai membukakan jubah dan atasannya.
Kulit tan dan punggung berotot dengan beberapa bekas luka lama itu membuat Asia meneguk ludahnya. Dia tidak pernah melihat punggung yang tampak indah seperti itu. Jika punggung dan lengannya saja sudah terlihat berotot, bagaimana dengan bagian depannya?
Melihat pria asing itu yang masuk ke dalam danau, Asia pun segera mengambil pakaian yang dilepaskan pria itu. Asia melipat pakaian itu dengan rapi dan menempatkannya di samping tempat di mana dia duduk.
Sesekali pria itu tampak muncul kepermukaan dan saat terakhir kali Asia melihat pria itu muncul kepermukaan, Asia tidak melihat pria itu kembali.
“Dia tidak mungkin kabur bukan?” Asia bangun dari duduknya. Matanya menatap pakaian pria itu yang ada di sampingnya. “Semua barang-barangnya masih ada di sini.”
Asia berjalan semakin dekat ke pinggir danau. Dia pun mengangkat bagian rok gaunnya.
“Rambut merah!” teriak Asia.
“Hey pria rambut merah!” teriak Asia lagi.
“Kamu tidak mungkin tenggelam bukan?” Asia mulai terlihat panik karena tidak ada tanda-tanda kemunculan dari pria itu.
Mata Asia menatap seberang pulau yang terlihat sangat jauh dan tidak mungkin akan dilalui hanya dengan berenang. Asia tanpa sadar terlelap karena dia kira bagian danau masih dangkal.
Ketidaksiapan membuat Asia kesusahan untuk naik kepermukaan. Bahkan saat Asia ingin naik ke atas permukaan, seperti ada sesuatu yang menariknya. Di saat kesadarannya akan menghilang, sesuatu mendekat ke arah Asia.
Tubuh Asia ditarik mendekat dan Asia dengan sigap menggapai sesuatu yang menggapai tubuhnya itu. Tubuh Asia dibawa menuju permukaan dan begitu oksigen dapat Asia hirup, dia menghirup oksigen itu sebanyak-banyaknya.
“Haah… Haaa… Haaaah…”
Mata Asia melotot, dia tampak sangat kaget.
“Apa yang kamu lakukan!” teriak pria itu marah.
Asia diam, dia memandangi pria itu dengan tatapan takut serta kebingungan. Mata Asia kemudian bergulir ke kanan dan kirinya dan dia akhirnya melihat anak gunung yang tak jauh berada di tempatnya sekarang. Ternyata sekarang dia berada di tengah danau.
“Aku menyuruhmu menunggu, bukannya malah masuk ke dalam danau!”
Pria itu hendak membawa Asia ke tepi, tapi Asia memberontak dan hendak ingin pergi menuju pulau seberang yang tampak hijau dari kejauhan ini.
“Aku mau pulang! Aku mau pulang!” teriak Asia berulang kali.