Zara mulai membereskan mejanya dan melihat semua berkas - berkas yang baru saja di berikan Raka.
"Kalau ada yang belum jelas atau ada yang kamu tanyakan, kamu masuk saja ke ruanganku." Ujar Raka.
"Ohh iya Pak Raka, saya pasti akan masuk kalau ada yang belum jelas. Makasih yah Pak." Ujar Zara tersenyum sumringah.
"Kalau gitu saya masuk dulu." Ujar Raka sembari berjalan masuk ke ruangannya.
"Iya silahkan Pak." Ujar Zara.
Raka pun masuk ke ruangannya,
"Ishh canggung banget yah manggil dia pak - pak gini. Aneh juga dengernya." Gumam Zara pada dirinya sendiri.
"Zara.. ini daftar meeting Pak Raka selama satu minggu kedepan yah. Kamu harus selalu mengingatkan dia kalau dia ada meeting. Soalnya kalau nggak di ingatkan dia bisa lupa, padahal udah di kasih tau sebelumnya." Ujar Andika sambil memberikan satu map merah untuk Zara.
"Oh iya oke Pak Andika. Akan saya laksanakan." Ujar Zara.
"Hahahha.. nggak usah manggil - manggil pakai Pak gitu deh. Cukup si Bos aja yang lo panggil pak. Kita semua di sini nggak ada yang gitu kok. Jadi nggak usah canggung." Ujar Andika
"Emang Raka nggak marah? Kan di kantor." Tanya zara.
"Nggak kok.. kan cuma kita - kita doang." Jawab Andika.
"Ohh baiklah kalau begitu hehe."
Pagi pertama Zara masih mengerjakan beberapa pekerjaan saja. Tidak terasa jam makan siang tiba,
Raka melihat Zara dari dalam ruangannya, masih sibuk dengan berkas - berkas yang ada di mejanya. Raka berniat untuk mengingatkan Zara makan siang.
"Heii Zara.. udah kali kerjanya, makan siang dulu sini." Panggil Ardya. Raka baru saja mau membuka pintu ruangannya, kembali berjalan ke mejanya dan tidak jadi keluar karena sudah ada Ardya.
"Ohh iya udah waktunya makan siang yah. Saking seriusnya gue sampai nggak liat jam." Ujar Zara sembari berdiri dari kursinya.
"Iya yuk.. ntar di lanjutin lagi." Ajak Ardya.
"ehh tunggu - tunggu.. nggak papa nih gue langsung pergi? Gue nggak harus lapor dulu sama Pak Raka? Gue kan sekertarisnya." Tanya Zara sambol menunjuk dirinya.
"Eh iya juga yah.. aduhh hampir deh gue di marahin. Ya udah deh, Lo coba masuk dulu ke dalam nanya Pak Raka. Gue tunggu di sini." Ujar Ardya.
"Iya tunggu bentar yah Ardya." Ujar Zara sembari mengetuk pintu ruangan Raka.
Tok.. tok.. tok.. (suara ketukan pintu)
Raka kaget karena tiba - tiba Zara mengetuk pintu. Raka langsung salah tingkah melihat komputernya.
Pintu ruangan Raka terbuat dari kaca yang hanya Raka bisa melihat orang yang ada di luar, sedangkan orang yang di luat tidak bisa melihatnya di dalam.
"Permisi..." Kata Zara sambil mengetuk pintu.
"Iya.. masuk." Balas Raka. "Ohh Zara.. ada apa?" Tanya Raka yang terlihat sedang sibuk. Yah berpura - pura menyibukkan dirinya.
"Maaf mengganggu Pak Raka.. sekarang kan jam istirahat, saya mau izin untuk istirahat makan." Ujar Zara.
"Oh iya silahkan - silahkan.. kenapa harus izin kalau mau makan." Ujar Raka tanpa melihat ke Zara sedikit pun.
"Nggak takutnya kan kalau sekertaris harus makan bersama bosnya." Ujar Zara.
"Hah? siapa yang bilang begitu? Kalau mau makan yah makan aja. Saya tidak seperti bos lain yah, yang menyita semua waktu sekertarisnya." Balas Raka.
"Oh iya baik.. kalau begitu saya makan dulu. Permisi pak." Ujar Zara menundukkan kepalanya.
"Nggak usah ngegas gitu kali jawabnya." Batin Zara lalu keluar dari ruangan Raka.
"Gimana?" Tanya Ardya penasaran.
"Hahahah.. udah yuk. Katanya gue makan aja, dia nggak seperti bos lainnya yang menyita semua waktu sekertarisnya." Bisik Zara sembari berjalan bersama Ardya.
"Puuffftt.. Raka ngomong kayak gitu? Ya Ampun hahahah." Seru Ardya sambil tertawa.
"Iya.. berlebihan banget deh ngejawabnya. Gue aja tadi hampir tertawa di ruangannya. Untung gue masih bisa tahan, kalau nggak aduuhh bisa ngamuk dia. Hahahha." Ujar Zara.
"Terus dia ngusir Lo lagi. Haahha. Serem amat." Seru Ardya.
"Husshh jangan berisik ah.. nanti tiba - tiba dia muncul lagi. Hahahha."
Kantin kantor milik Raka bagaikan restoran yang memiliki berbagai macam makanan, sehingga karyawan - karyawannya betah dan merasa nyaman saat makan di kantor. Raka juga memfasilitasi kamar - kamar yang berukuran sedang untuk karyawan yang ingin tidur saat beristirahat.
"Eh Andika.. kok Lo makan di sini sih?" Tanya Prilly ke Andika yang sedang sibuk memilih - milih makanan.
"Iya gue lagi males pulang aja.. katanya hari ini lagi macet - macetnya jalan karena lagi ada demo." Jawab Andika sembari mengambil piring.
"Oalahh.. pantesan."
"Prill Andikaaa.. duduk sini aja yah sama gue." Panggil Bella yang sudah duduk manis di meja dekat jendela.
"Udah dari tadi Lo?" Tanya Prilly.
"Baru kok.. nih makanan gue aja belum habis. Oh iyaa Andika.. Lo nggak ngasih tau Zara untuk makan siang di sini? Kasian kan sapa tau dia kebingungan atau malu." Ujar Bella.
"Aduh ya ampun.. gue lupa lagi, kalian tunggu di sini yah. Jagain makanan gue, gue ke atas dulu." Jawab Andika sambil meletakkan piring makanannya.
"Hoii.. nggak usah.. tuh Zara, bareng gue tadi." Seru Ardya yang baru saja datang sambil menunjuk Zara yang sedang mengambil makanan.
"Ohh.. baru aja gue mau lari keatas hahah.. okedeh, gue bisa makan." Kata Andika sambil menarik kursinya.
"Suruh duduk sini aja Ardya, Zaranya." Ujar Prilly.
"Okeyy.. gue ambil makanan dulu." Kata Ardya.
"Ehh.. ngomong - ngomong gimana ceritanya Dik, Si Zara bisa di panggil lagi sama Raka? Tadi gue sempet nanya sama Zara di jawabnya singkat karena Lo udah datang tadi sama Raka." Tanya Prilly.
"Emang Zara sama Raka ada hubungan yah Dika? Atau mereka berdua mantan kekasih?" Tanya Bella berbisik.
"Hahahha apaan sih Lo Bel.. mikirnya kejauhan amat. Tunggu Zaranya kesini aja yah biar semuanya jelas juga Zara itu siapanya Raka." Ujar Andika.
Zara berjalan sambil melihat - lihat sekeliling, Zara terkagum - kagum karena Raka bisa seberhasil ini membangun perusahaan yang besar dengan kemampuannya sendiri.
"Sini Zar.. duduk." Kata Prilly sembari memukul kursi yang ada di sampingnya.
"Makasih." Ujar Zara.
"Zara.. sambung cerita yang tadi dong. Gimana bisa Lo di panggil lagi sama Raka?" Tanya Bella.
"Loh itu harusnya di jawab sama Andika. Karena dia yang semalam datang kerumah aku dan menawarkan untuk kembali dan memaafkan sikap Raka." Jawab Zara sambil melihat ke arah Andika yang ada di depannya.
"Hahah.. iya - iya.. jadi ginii.. eh tapi kalian jangan bergosip ke yang lain yah. Awas aja kalian kalau sampai yang lain tau."
“Iya nggak kok. Lo kayak nggak tau kita aja sih.” Ujar Bella.
“Hmm.. okeyy.. jadi pas gue masuk ke ruangannya Raka waktu itu, Gue nanya kenapa bisa sampai bertengkar seperti itu. Yah dia jelasin semuanya, terus gue ngasih pengertian sedikit ke Raka kalau yang Zara bilang itu ada benarnya dan gue juga ngasih liat ke Raka hasil tesnya Zara yang bener - bener nggak ada salahnya sama sekali. Dan semua pendapat - pendapat Zara sangat cocok untuk perusahaan kita. Jadi dia merasa bersalah juga, makanya dia mau minta maaf ke Zara dan kembali menerima Zara sebagai sekertarisnya. Gituuu.” Jelas Andika.
“Tunggu deh.. gue masih bingung.. tadi yang Lo bilang kalau Zara ada benarnya itu maksudnya apa?” Tanya Prilly.
“Nahh kalau itu biar Zara yang jelasin. Iyakan Mba Zara.” Kata Andika melihat kembali ke arah Zara sambil tersenyum.
“Hahaha iya.. iyaa.. jadi sebenarnya tuh, gue sama Raka tetanggaan. Rumahnya pas disamping rumah gue, gue tetangga barunya yang boleh di bilang dekat banget sama mamanya. Kalian semua taukan kenapa Raka jadi dingin seperti itu sekarang?” Tanya Zara.
“Iya tau kok.” Kata Prilly
“Ehemm.” Gumam Bella.
“Iyaa.” seru Ardya.
“Nahh.. waktu itu gue sebagai tetangga baru yang lancang banget coba bicara sama Raka kalau semua yang dia lalui itu pernah gue lalui juga. Gue nasehatin dia agar dia bisa memaafkan kedua orang tuanya dan tidak terus - terusan menyalahkan kedua orang tuanya. Karena gue kasihan sama Tante Fara, dia terlihat sangat kesepian dan sedih banget tiap hari. Gue sampai nunjukkin foto gue sama sahabat gue yang meninggal itu, tapi pas gue kasih lihat Raka jadi marah banget, sampai ngelempar bingkai foto gue.” Jelas Zara.
“Hah? Beneran?” Tanya Bella.
“Hussshh.. jangan berisik dong.. gue nggak enak kalau yang lain sampai dengar. Nanti Raka makin marah sama gue.” Ujar Zara melihat sekelilingnya.
“Upss.. sorry - sorry, gue terbawa suasana.” Ujar Bella sambil menutup mulutnya.
“Wahh Raka parah banget.. bisa - bisanya sampai seperti itu.” Kata Ardya berbisik.
“Kejadiannya kapan Zar?” Tanya Prilly.
“Udah lama banget, udah lima tahun yang lalu mungkin.” Jawab Zara.
“Nahh makanya itu dia kenapa Zara kemarin juga terpancing emosinya hahah.” Celetuk Andika.
“Hahah.. maaf banget yahh kalau kemarin kalian terganggu. Gue nggak nyangka aja, Raka sampai belum berubah. Dan gue juga baru tau kalau tempat tinggalnya yang sekerang, dia nggak ngasih tau orang tuanya.” Ujar Zara.
“Iya Zar.. gue udah ngebujuk dia juga untuk ngasih tau orang tuanya, tapi dia malah marah sama gue.” Ujar Andika.
“Gue sih berharap Raka bisa berubah. Dan semoga aja gue di sini bisa membantu banyak dan bekerja lebih baik untuk Raka. Gue pengen banget Raka kembali lagi seperti dulu. Kata tante Fara, Raka dulu nggak seperti itu, dia baik ke semua orang, ramah. Dan meskipun kedua orang tuanya dulu sering tidak berada di rumah Raka bisa tertawa sesekali dengan kedua orang tuanya.” Jelas Zara lagi.
“Hmm.. semoga yahh Zara.. kita semua di sini juga sudah lama kerja sama Raka tapi dia masih tetap seperti itu.” Ujar Prilly.
“Aamiin aamiin. Gue juga doain deh.” Seru Ardya.
“Nggak kebayang deh gue kalau jadi Lo dulu Zara. Pasti gue udah nangis di tempat waktu itu.” Ujar Bella.
“Hahah.. gue juga udah hampir nangis sepertinya. Tapi gue cuma kaget aja, gue sempat membeku tau pas Raka marah kayak gitu.” Ujar Zara.
“Hahaha udah - udah nanti di lanjutin lagi ngobrolnya. Kalian habiskan tuh cepat makanannya. Udah mau selesai jam istirahat, nanti Raka pada nyariin kita.” Ujar Andika sambil berdiri membawa piring bekas makanannya.
Setelah makan siang bersama Zara, Andika, Prilly, Bella dan Ardya kembali menuju ruangan masing - masing untuk melanjutkan pekejaan di hari itu. Sebelum ke ruangannya, Zara berjalan menuju toilet. Dan ia berpapasan dengan Raka yang baru datang dan ingin pergi ke ruangannya. Zara dan Raka bertatapan tanpa mengatakan sepatah katapun. Tapi Zara tidak ingin seperti itu, Zara ingin memulai percakapan lagi dengan Raka. Zara memberanikan diri untuk menegur Raka duluan.
“Ohh haii.. baru pulang dari makan siang yah?” Tanya Zara dengan jantung yang mulai deg - degan, takut kalau Raka pergi begitu saja tanpa membalas ucapannya.
“Ah? Iya.” Jawab Raka dengan singkat.
“Ohh.. saya masuk dulu yah Pak.” Ujar Zara sambil menunjuk pintu toilet.
“Oh iya.” Jawab Raka lagi.
Zara kemudian masuk ke toilet dengan wajah yang jengkel.
“Ckckckk dia udah kayak robot aja sih. Nggak bisa ngomong banyak gitu? Haduuhh.. gimana guebjadi sekertarisnya kalau bosnya kayak gitu yah? Yang ada gue pusing kalau dia sama sekali nggak banyak ngomong kayak tadi.” Gumam Zara pada dirinya sendiri sambil berdiri di depan cermin besar di dalam toilet.
Setelah selesai buang air kecil dan merapikan make upnya, Zara keluar dari toilet dan betapa kagetnya Zara, Raka masih ada di depan toilet sedang bersandar di tembok.
“Aduhh dari tadi dia di sini? Kok nggak pergi sih? Aduh mampus gue.. dia denger omongan gue tadi nggak sih.” Batin Zara. Jantungnya semakin berdetak dengan kencang karena takut ucapannya tadi di dengar oleh Raka.
Zara berjalan sambil tunduk dan berpura - pura tidak melihat Raka.
“ZARA TUNGGUUU !!!” Panggil Raka.
“Aduhh tuh kan tuh kan.. Ya Tuhan tolong selamatkan Zara.” Batin Zara lagi lalu berbalik ke Raka.
Raka berniat untuk meminta maaf langsung ke Zara atas pertengkarannya kemarin.
“Iya? Kenapa pak? Ada yang bisa saya bantu? Bapak masih di situ yah dari tadi?” Tanya Zara terbata - bata.
“Iya saya dari tadi di sini nungguin kamu. Ada hal yang ingin saya bicarakan. Boleh saya bicara sebentar sama kamu?” Tanya Raka.
“Ehmm.. bapak dengar ucapan saya yah tadi?” Tanya Zara.
“Ucapan? Ucapan yang mana?” Tanya Raka kembali.
“Ucapan saya yang di dalam toilet tadi.” Jawab Zara.
“Nggak tuh. Memangnya kamu ngomong apa?” Tanya Raka.
“Bener nggak dengar kan pak?” Tanya Zara sekali lagi.
“Nggak.. kamu menjelek - jelekkan saya yah?” Tanya Raka.
“Eh nggak Pak.. aduh maaf yah Pak, saya sampai ngelantur gini hehe.. ya udah kalau bapak nggak dengar, sekarang bapak mau ngomong apa sama saya?” Tanya Zara.
“Aneh sekali sih.. kita ngomong di atas saja, di atap. Ayo ikut saya.” Kata Raka sambil berjalan mengarahkan Zara.
“Nggak papa nih pak kita ngomongnya di atas? Kalau ada yang liat gimana?” Tanya Zara.
“Hah? Kenapa kalau ada yang liat? Kita cuma berbicara. Memangnya mau apa lagi?” Ujar Raka.
“Lahh iya juga yahh? Gue mikir apaan sih.. Zara - Zara.” Gumam Zara berbisik.
Zara tidak membalas ucapan Raka lagi. Zara sangat malu sudah bertanya seperti itu.
=====