Tanah basah pemakaman di kota Melbourne Australia tampak sangat indah. Warna rerumputan hijau yang apik mendominasi area ini.
Hari ini, di saat tepat usianya menginjak 14 tahun, sehari setelah Renata menyelesaikan pendidikannya di Junior High School Australia, ia harus kembali merasa kehilangan. Ditatapnya getir batu nisan yang bertuliskan nama adik dari ayahnya itu. Satu-satunya keluarga yang Renata miliki.
Dia menatap tanah tempat pemakaman om Bima, pria yang menjaganya selama ini.
Ya !!! Om Bima meninggal hari minggu kemarin, di rumah yang mereka huni selama di Aussie. Renata yang menemukannya. Om Bima tewas bunuh diri menggantung di seutas tali plafon rumahnya.
Renata menatap kosong ke arah area depannya. Empat meter di hadapannya, dia menemukan sesosok pria memakai jas hitam sedang duduk di atas sebuah nisan sambil menyalakan sebatang rokok.
Pria itu kurus, namun memiliki tubuh yang proporsional. Tinggi dengan kaki kurus yang panjang. Mukanya oval dengan mata bulat berwarna biru. Pria itu tampan sekali. Renata teringat figur kartun di manga Jepang yang sering dibacanya.
Pria itu seolah tak perduli tatapan orang disekitarnya tentang perilaku merokok nya tersebut. Dia hanya sendirian disitu. Renata berfikir, mungkin pria itu juga sedang berduka. Alangkah senang nya pria itu dapat melarikan kekalutan nya pada sebatang rokok. Tidak seperti Renata, yang tak tahu harus berbuat apa untuk menyingkirkan rasa kecewa yang menumpuk didalam dirinya saat ini. Ia ingin berteriak-teriak seperti orang gila, namun itu tak mungkin dilakukannya.
Pemuda itu mengangkat wajahnya yang tertekuk menghadap ke arah Renata. Tatapan mereka bertemu.
Mata berwarna biru cerah itu seolah menghujam ke dalam jantung Renata. Ia bergidik ngeri. Belum pernah ia mendapatkan tatapan setajam itu, apalagi dari seorang pria.
Semakin lama tatapan mereka melekat, Renata seperti merasakan perubahan pada aura pria itu. Seolah Renata menerima energi yang besar melalui tatapan mata pria itu. Seolah-olah pria itu tengah berbicara padanya melalui mata itu. Renata bergumam dalam hati, semoga pria itu juga diberikan kekuatan oleh Tuhan untuk bertahan dari rasa kehilangan orang yang meninggalkan nya.
Mata mereka terus bertatapan tanpa satupun yang ingin berpaling. Mereka seperti tersihir oleh sesuatu hal dan tak mampu mengalihkan pandangan matanya. Mereka baru tersadar ketika ucapan "amin" keluar dari mulut pendeta yang berkotbah di depan pusara om Bima. Renata tersadar dan mengalihkan matanya pada si pendeta. Sebentar lagi prosesi pemakamannya selesai.
Renata menebarkan pandangan nya kembali ke arah depan, namun pria itu sudah tidak ada disana. Terlalu banyak orang-orang yang memakai jas hitam membuat Renata mengurung kan niatnya untuk melebarkan pandangannya mencari pemuda itu.
"Siapa dia? " pikir Renata. Wajahnya membekas didalam ingatan Renata. Dia tak mengenal pemuda itu, namun hatinya berdebar saat melihat mata biru yang sejuk itu. Hatinya yang panas oleh rasa stres batin, terasa mendapatkan air sorga lewat tatapan mata pemuda itu. Dia seperti Harry Potter, menyihir ku seperti ini melalui mata indahnya itu. Siapapun dia, Renata berterimakasih sekali telah bertemu dengan pria asing di pemakaman tersebut.Hatinya sedikit terhibur oleh kesejukan warna mata itu.
Flashback
Renata begitu shock apabila teringat kejadian di hari terakhirnya bersama Om Bima. Renata ingat, sehari sebelumnya, om Bima mengajaknya berbicara dari hati ke hati, seolah ingin mengucapkan perpisahan.
"Re, ke sinilah sebentar sayang. Ada yang harus om sampaikan beberapa hal padamu" kata om Bima saat mereka telah selesai dinner. Delapan tahun sudah Renata di Australia ini, namun baru sekarang Om Bima mengajak nya duduk bercengkrama. Biasanya setelah dinner, Om Bima akan mengurung diri dikamar ataupun di ruang kerjanya. Hanya pada pagi hari om Bima biasa untuk membangunkan Renata tidur dan membuatkan sarapan untuk mereka berdua. Sedangkan lunch time, Renata sudah dicover oleh sekolahnya hingga jam sekolah berakhir. Dan untuk dinner, om Bima akan membeli makanan fastfood untuk dibawa pulang. Kadang sesekali, apabila pacarnya datang, tante itulah yang memasak untuk mereka.
"Ada apa om? " tanya Renata sembari berjalan mendekati sofa disebelah om Bima.
"Kau sudah besar sekarang. Sudah lulus Junior highschool. Walaupun usiamu muda, tapi om tahu Re anak yang mandiri. Om yakin Re dapat menghadapi kerasnya kehidupan mendatang. Maafkan om apabila tidak terlalu bisa meluangkan waktu bersama Re. Om menyadari sekarang bahwa banyak hal yang tidak kita lalui bersama. Om menyesal, tidak bisa menjadi pengganti orang tua yang baik untukmu. Ayahmu pasti kecewa padaku. "
Om Bima berhenti berkata sambil mengusap airmata yang mulai membasahi pipinya.
"Jangan berkata begitu om Bima. Bagi Re, om adalah pengganti Ayah dan ibu ku. Om sudah memberikan yang terbaik untuk kehidupan Re. Kalau tidak ada om, Re tak tahu bakal seperti apa. Om satu-satunya keluarga yang Re miliki, om jangan menyesali apapun." Renata berusaha agar tidak menangis. Dia tahu ada yang salah!! Ada kesedihan mendalam pada diri om nya itu. Ingin sekali Renata berkata hal-hal yang baik untuk menenangkan hati om Bima, namun dia tak tahu apapun yang akan diucapkan. Hatinya mendadak cemas menatap mata coklat om Bima yang biasanya riang, kini tampak berkabut.
Om Bima kemudian memeluk tubuh Renata dengan sayang beberapa saat.
"Om tenangkan hati dulu, ya. Kita berdoa bersama pada Tuhan Yesus untuk menyingkirkan apapun yang menjadi kan hati om Bima sedih saat ini. " ujar Renata masih mencoba untuk meredakan tangis om Bima.
Dirasakannya kepala om Bima menggeleng di pundaknya. Sebuah ciuman lembut di ujung kepala Renata, diberikan om Bima perlahan.
"Nanti kau akan mengerti anakku. Untuk sekarang, om harap kau tegar. " ujar om Bima sambil melepaskan pelukannya.
Ia lalu bergeser ke arah TV, mengambil dompetnya yang tergeletak disitu.
"Ini ATM untukmu. Ini ATM dari salah satu bank di Indonesia yang ku buatkan untukmu tahun lalu waktu aku ke situ. Ada uang 5 juta rupiah disitu. Pinnya adalah tanggal lahir om dalam 6 digit. Kau masih ingatkan? Berikan ATM ku yang kemarin. Nanti juga uang yang di tabungan om, akan ku transfer ke ATM milikmu, malam ini. Jangan sampai orang-orang tahu kau ada memegang uang. Om takut ada yang akan memanfaatkanmu karena uang yang tak seberapa itu." kata om Bima kemudian.
Renata ingat soal ATM itu. Suatu pagi, sebelum ia berangkat sekolah, om Bima keluar dari kamarnya dalam kondisi masih setengah mabuk. Ia meneguk air dari kran (karena air kran di sini dapat langsung menjadi air minum yang sudah steril).
"Renata.. come here dear. This is my card. You can use it to buy some food and your needs. Don't spent it too much. I'm jobless now. I will try to find a new jobs soon.Please help me to fill our storage every month"
Dan Renata pun mengerti, bahwa kini mereka harus bertukar peran dalam mengurus kehidupan ini. Tugas Renata tidak hanya belajar seperti yang selama ini dilakoninya, tapi sekarang dia harus bisa membantu om Bima memenuhi kebutuhan rumahnya.
Renata sejak kecil sudah diajarkan om Bima untuk sekedar menyapu, mencuci piring ataupun mencuci baju di mesin. Hanya saja sekarang dia sepertinya juga harus mencuci pakaian om Bima, mengingat kondisi om Bima yang lebih sering teler daripada sadar. Kartu ATM yang diberikan om Bima cukup banyak isinya. Namun Renata tahu, itu adalah uang terakhir yang dimiliki om Bima sebelum dia mendapatkan pekerjaan baru. Dan disana juga ada biaya listrik dan sekolahnya yang harus dibayarkan beberapa hari lagi. Sebisa mungkin Renata akan menghemat pengeluaran mereka.
"Kenapa Re harus menerima ini om? Emangnya om mau kemana?" Renata mendadak panik. Dia tiba-tiba ketakutan akan ditinggalkan lagi, seperti yang dilakukan orangtuanya. Dia berlari memeluk kembali om Bima.
"Renata harus kuat. Renata sudah besar. Om sudah tak bisa menjaga Renata lagi. Maafkan om Bima, nak. " ujar nya lirih sambil membelakangi Renata.
"Jika urusan ku sudah selesai, KBRI akan mengurus mu kembali ke Indonesia. Aku sudah menitipkan mu pada teman ku yang bekerja disitu. Kita akan berpisah untuk saat ini my lovely dear. Sekarang, kembalilah ke kamar mu. Sleep well kiddo." kata om Bima sambil melepaskan pelukan Renata dari tubuh kekar nya. Ia berjalan ke kamar dan membanting pintunya.
Renata hanya bisa mengusap air mata yang tak henti mengalir. Dia ketakutan. Dia khawatir akan masa depannya tanpa om Bima. Tapi om Bima telah menolak untuk menjaganya. Dia tak tahu akan mengadu kemana.
Renata dan Om Bima bisa dibilang tidak terlalu akrab. Om Bima selalu sibuk bekerja setelah ia tamat S2. Mungkin karena ia bekerja pada salah satu perusahaan besar di Aussie. Kariernya bagus, dia sering di kirim untuk perjalanan dinas ke beberapa anak cabang perusahaan di Australia itu. Saat om Bima tidak di Melbourne, Renata akan dititipkan di rumah Ririn, sahabatnya. Namun ketika Ririn sudah pindah ke Indonesia, Renata lebih memilih untuk sendirian saja di rumah. Toh perumahan ini tidak sepi karena terletak di tengah pusat kota. Kantor polisi pun tak jauh dari sini, hanya 3 blok terpaut.
Dia menjadi berani ditinggal sendirian dirumah menunggu om Bima selesai perjalanan dinasnya. Ia hanya perlu mengunci pintu rumah dan pagar untuk menghindari kejahatan yang mungkin terjadi.
Akhir-akhir ini Renata merasakan perubahan pada om nya itu. Beberapa bulan yang lalu di awal tahun, dia sempat mendengar pertengkaran om Bima dengan pacar bulenya. Intinya, pacar om Bima berselingkuh dengan bos nya. Om Bima sangat kecewa, walau gadis itu memohon agar Om Bima dapat menerima kesalahannya itu. Bagi gadis itu, perselingkuhan itu hanyalah one night stand. Entah apa maksudnya, Renata yang masih belia itu sama sekali tak mengerti. Namun dia jelas mendengar dari kamarnya amarah om Bima pada pacarnya itu.
"Saya orang timur Catherine. Budaya ku tidak mengenal hubungan cinta satu malam. Bagi kami itu adalah perselingkuhan. Bagaimana mungkin aku berbagi tubuh pacarku dengan pria lain?! " begitu bentak om Bima waktu itu.
"Bagaimana mungkin wanita yang mencintai ku dapat membagi tubuhnya hanya dengan alasan ingin bersenang-senang?! Bagaimana mungkin wanita yang akan ku nikahi tidur bersama pria lain, yang kebetulan juga adalah bos dari tempatku bekerja?! Dimana akal sehatmu?!"
Singkat cerita, om Bima putus dengan pacarnya. Namun dia frustasi karena rencana pernikahan dengan gadis bule itu sudah jauh hari di susunnya. Renata juga tidak habis fikir, begitu mudahnya wanita itu berpaling dari om Bima. Walau ia tak mengerti tentang suatu hubungan yang namanya pacaran, namun ia dapat merasakan om Bima sangat mencintai wanita bule bernama Catherine itu. Hubungan mereka sudah hampir 3 tahun bertahan.
Sejak saat itu, Renata melihat om Bima berubah drastis. Dia sering pulang bekerja dalam kondisi mabuk. Di rumah mereka yang selama ini selalu wangi, mendadak berubah menjadi bau. Aroma dari botol-botol bir kosong, minuman yang selalu di bawa om Bima ke rumah sesudahnya, membuat Renata pusing. Belum lagi aroma tubuh om Bima yang menjadi jarang mandi, turut memperburuk suasana. Di kulkas sekarang penuh dengan minuman botol dan kaleng yang berlabel "Alcohol". Ada berbagai jenis wine juga.
" oh...jadi ini yang namanya minuman keras?!" pikir Renata.
Om Bima juga jadi malas bekerja dan keluar rumah. Renata bahkan harus belajar memasak di kompor listrik. Sebenarnya sih dia bisa menggunakan nya, namun untuk memasak menu seperti yang biasa dibuatkan om Bima untuknya sehari-hari,Renata belum bisa. Ia hanya bisa memasak noodle, burger, telur,kentang dan bahan masakan cepat saji lainnya yang gampang diperoleh di minimarket samping rumahnya.
Ia memasak sarapan apabila om Bima kesiangan bangun dan memasak makan malam juga apabila om Bima keluar untuk pergi mabuk-mabukan. Tapi satu hal yang disyukurinya, om Bima tetap menghormati Renata, dan tak pernah berbuat hal tak senonoh selama ia dirumah. Renata sering menonton TV, bahwa orang-orang yang mabuk terkadang tidak terkendali perilakunya. Ada yang menjadi suka memukul, memperkosa bahkan sampai membunuh orang-orang yang ditemuinya tanpa rasa bersalah. Syukur om Bima tidak seperti itu.
Beberapa bulan berikutnya, Renata berperan seperti ibu Rumah tangga. Pekerjaan rumah tangga dilakukannya setelah ia pulang sekolah. Semuanya berjalan normal tanpa hambatan. Dia pun menjadi terbiasa dengan rutinitas tersebut.
Semua berasa akan baik-baik saja bersama om Bima. Hingga hari naas itu, dimana ia menemukan mayat om Bimo tergantung!!
Histeris Renata menelpon polisi setempat. Bergetar hebat tubuhnya menahan kesedihan sekaligus ketakutan yang luarbiasa didalam hatinya. Kelebat wajah ayah dan ibunya dalam kecelakaan serta wajah om Bimo yang tergantung,menari-nari di matanya bergantian. Renata tak kuat menahan emosinya hingga ia pingsan tak sadarkan diri tak lama kemudian.
Ketika siuman, ia kembali berada di ruangan sebuah Rumah Sakit di tengah-tengah kesibukan para dokter dan suster. Sama seperti dulu saat ia selamat dari kecelakaan itu. Semuanya terulang lagi.
Kesedihan yang sama, tatapan mata yang sama, kehampaan yang sama.
Kini dia harus belajar menata kembali jiwanya yang labil. Entah dia mampu atau tidak. Renata merasakan bahwa hatinya terluka. Tuhan tidak adil padanya!! Tuhan mengambil semua orang yang ia sayangi.
"Apakah ini hukuman bagiku? Apa kesalahanku Tuhan?" bisik Renata dalam tangisnya.
"Apa salahku hingga hidup ku dikelilingi cobaan seberat ini?!" Renata mencoba mencari jawaban nya. Namun ia tak pernah tahu apa yang Tuhannya rencanakan. Yang ia tahu, kini Renata akan menjalani kehidupan nya sendirian. Sebatang kara !!Tanpa orangtua, sanak keluarga maupun teman dan sahabat yang dikenal nya. Akan kemana dia melangkah setelah kepergian om Bima?!
...
Semburat sinar terang mentari menyinari mata Renata. Kenyataan kembali merengkuh alam sadarnya. Itulah ujian berat yang terjadi dalam hidupnya.
Dia sudah keluar dari Rumah sakit sehari setelahnya. Dan hari ini om Bima dimakamkan.
Seorang ibu dari dinas sosial Australia berdiri mendampingi Renata. Om Rudy, teman om Bima yang merupakan staf KBRI yang pernah diceritakan Om nya dulu, turut hadir dalam pemakanan itu. Cukup banyak teman om Bima yang datang. Sebagian besar adalah teman kantor tempat ia bekerja dulu, serta teman semasa kuliahnya. Tak tampak Catherine ataupun mantan pacar Om Bima lainnya.
Ibu dari dinas sosial itu telah menjelaskan pada gadis itu, bahwa karena Renata tidak punya saudara di Australia dan ia juga bukan warga negara Australia,maka gadis itu tidak bisa dimasukkan ke dalam yayasan panti asuhan negara Australia. Mereka akan mengembalikan Renata pada KBRI untuk di pulangkan ke Indonesia. Di situ, Renata dapat memilih untuk menetap di kota mana. Pemerintah Indonesia akan memasukkan nya ke panti asuhan setempat.
Renata sudah memilih kota Bandung sebagai tujuannya. Berharap dia akan bertemu dengan Ririn. Namun ia tak yakin dapat bertemu Ririn, karena ini sudah 3 tahun sejak kepindahannya ke Indonesia. Status ayah Ririn yang seorang konsulat,mungkin mengharuskan keluarga Ririn untuk pindah tempat lagi. Tapi tak ada salahnya berusaha. Renata sudah membulatkan hatinya akan pulang menuju Bandung.
"Lets we go early dear. Your plane will set on this evening. We must hurry" wanita dari dinas sosial itu mengajak Renata beranjak dari TPU itu dengan suara lembut. Om Rudy pun mengangguk menyetujui pendapat wanita itu. Tadi malam Renata sudah mengemas pakaian yang akan dibawanya. Ada dua koper yang akan dibawanya. Satu berisi pakaian dan satu lagi berisi buku pelajaran nya selama ia berada di Australia. Om Rudy sudah memberikan tiket dan paspor dan surat pengantar KBRI kepadanya. Beliau menjelaskan bahwa nanti akan ada orang dari dinas sosial yang akan menjemputnya di Bandara menuju Indonesia. Mereka yang akan mengantarkan Renata ke salah satu panti asuhan yang telah ditetapkan dinas sosial di wilayah Bandung.
Malam tadi Renata nyaris tidak bisa menutup matanya. Ia tidak tahu, apakah kegusarannya itu karena akan menghadapi pemakaman om Bima, ataukah persiapan dirinya ke Indonesia. Entah lah,hanya saja ia berharap semoga dia kuat menjalani keduanya.
Dan pagi ini Renata merasa tubuhnya melemah. Setelah jasad om nya sudah ditanam dibawah rerumputan tanah basah itu, sekarang dia harus terus berjalan menuju pesawat yang akan membawanya ke kehidupan baru. Rasanya tubuh dan jiwa belianya ini tak sanggup. Namun dia tak punya pilihan lain.
"Tuhan selamatkan hamba mu ini, kuatkan hamba mu ini. " pekiknya dalam hati. Dia terus saja berdoa hingga memasuki badan pesawat yang akan membawa tubuhnya terbang kembali ke negara yang dulu pernah Renata tinggalkan.
Kini ia kembali bersama luka akan kenangan pahitnya dulu. Dan ia merasa semakin terpuruk.
.....
Renata sudah duduk di kursi pesawat. Ia ditemani oleh salah seorang staf KBRI asal Indonesia yang datang untuk menjemputnya. Mereka naik pesawat Ga**da Airlines. Dia mendapatkan kursi tiket yang berseberangan dengan staf KBRI itu. Bu Linda namanya.
Renata duduk sederet dengan seorang pria berwajah bule. Ia memakai topi baseball yang menutupi hampir seluruh wajahnya. Ketika Renata duduk tadi, pria itu belum ada disitu. Namun saat ia sedang mencoba memasukkan tas kecil yang dibawanya ke dalam bagasi atas, lelaki itu menyelinap melewati Re dan duduk di kursi sebelahnya.
Pria itu duduk di dekat jendela, sedangkan Re dikursi di dekat jalur jalan. Mereka dipisahkan oleh sebuah kursi kosong yang tak bertuan. Re menaksir, pria itu berumur di atas 20 tahun but under 30. Lelaki bule biasanya berperawakan lebih dewasa di usia mudanya. Tapi Re tidak terlalu peduli pada pemuda itu. Pikirannya penuh dengan tanda tanya, akan seperti apakah hidup di Panti asuhan? Dia sering menonton film tentang panti asuhan, akankah ada orang yang mau mengadopsi dirinya? Biasanya orang akan mengadopsi anak yang berumur balita. sementara ia sudah 14 tahun. Masih adakah yang menginginkan nya?
Seorang pramugari cantik berada di sebelah nya. "Tolong tetap pasang seatbealt-mu dear for your safety. " ucap wanita itu tersenyum lembut. "oh yeah... saya baru mau ke toilet miss" ujar Renata sopan sambil berdiri. "Toiletnya ada di sebelah kanan di bagian depan, dan ada di ujung belakang juga disisi kirinya. Terserah adik mau pergi ke arah yang mana" kata pramugari itu kembali. Renata akhirnya memilih untuk menuju toilet yang ada di arah depan.
Renata kembali berjalan menuju tempat duduknya setelah selesai dari toilet. Pandang nya menatap ke arah kursinya. Dari kejauhan, dia dapat melihat pria yang duduk di sebelahnya tadi.
Deg!!!
"Aaarghhh...Pria itu.... !!!"
Renata terkejut. Mulutnya terbuka. Dia mendadak bingung dan grogi. Bagaimana bisa pria yang dilihatnya tadi di pemakaman itu, ternyata sekarang duduk di kursi sebelahnya?! Apakah aku harus menyapanya? Apakah dia akan mengenaliku? Apa yang harus ku katakan?
"Hai... aku Renata, gadis yang ada di pemakaman tadi?! " cih...bukankah lucu untuk berkenalan dengan kata-kata seperti itu. Aduuuhhh... bagaimana ini ya?
Renata tak tahu harus gembira ataupun cemas dengan kehadiran pria itu. Tapi bagaimana pun, kenyataannya, pria itulah yang ada disebelah nya saat ini. Dan Re sangat ingin menyapanya sekedar untuk berterimakasih padanya.
Perlahan Renata duduk kembali ke kursinya. Dari arah depan, pramugari mulai berdatangan untuk memberikan meals.
Dengan sudut matanya, Renata dapat melihat pria itu mengubah posisi tubuhnya untuk duduk tegak. Ketika pria itu bergerak, ada aroma parfum yang tercium oleh hidung Renata. Aromanya agak sedikit aneh. Campuran antara bau Jeruk dan Musk. Aroma yang jarang di ciumnya.
Seorang pramugari tiba di dekatnya. "what do you want for drinks miss? Ice or hot? We have some drinks, you can read ini the list." dia menunjukkan sebuah buku pada Renata. "chocomilk with ice please, and fresh water" pilih Renata. Pramugari itu mengangguk. "And for you sir, what drinks do you want? " ujarnya pada pria disebelah Renata. Gadis itu perlahan memberikan buku itu pada si pria. "Same with her, please. "
Renata terkejut dalam hati. Apa pria terlalu malas membaca menu, atau memang kesukaannya adalah chocomilk, sama dengan Renata? Hah... ntahlah. Re fikir pemuda itu hanya malas.
Pramugari itu berlalu ke line belakang setelah mencatat pesanan mereka.
Seorang pramugari lagi tak lama datang kepada Renata. Kali ini dia bertanya tentang makanan. Setelah melihat menu, Renata memutuskan untuk memesan menu berbahan dasar nasi. Dia sangat kelaparan. Burger atau spaghetti dirasanya tidak akan membuat kenyang perutnya ini. Dan lagi-lagi, pemuda itu memesan makanan yang sama dengan Renata !!!
Kali ini mata Renata membulat menanggapi kata-kata pria itu. Setelah pramugari itu pergi, Renata mencoba membuka obrolan dengan pria itu.
"Uhmm.. sorry, may i ask something? Why you ask meals same as me? Dont you have your own favorit meals?" ujar Renata sedikit emosi. "
{biar pembaca tidak salah pengartian, untuk seterusnya penulis akan menulis percakapan bahas Inggris langsung memakai translate Indonesia}.
Pria itu berpaling menatapnya lalu tertawa kecil, seakan mencemoohnya. "Apa itu sebuah masalah jika makanan kita sama, adik kecil? Toh tak ada yang bisa melarang saya mau makan apa?!" ujarnya lagi.
"Memang tidak masalah, namun aneh saja bagiku. Bisa-bisa pramugari itu berfikir kakak ini adalah..." Renata tak mau melanjutkannya. Dia mau bilang kata-kata "suamiku", namun dia sadar masih terlalu belia untuk mengatakan hal semacam itu.
" Maksudku, aku tak mau mereka berfikir yang macam-macam! " Pria itu terkekeh lagi.
"Kau pasti gadis kampung dari Australia. Dengar adik kecil.." pria itu memiringkan tubuhnya dan menatap Renata dengan senyum jenaka.
"Disini,di zaman canggih ini, tidak akan ada orang yang akan berfikir macam-macam hanya karena memesan makanan yang sama. Hanya orang udik yang berbuat seperti itu." dia lalu menjentikkan jarinya di keningku.
"Aduh... " ringis Renata. Jahat sekali dia membuat keningku sakit seperti itu.
"Hmmm... kamu gadis Indonesia? " tebaknya. "Orang Aussie tidak akan berkata "aduh" kalo kesakitan. "
Aku tak berkomentar atas pertanyaan pria itu. Udah tahu kenapa bertanya pula?! kata Re dalam hati.
"Namaku William. Siapa nama mu gadis Indonesia kecil? " dia mengulurkan tangannya ke arah Renata sambil tersenyum. "Namaku rahasia. Dan aku bukan gadis kecil. Umurku sudah 14 tahun, dan aku tak suka dijitak seperti itu. " jelas Renata dengan pandangan jutek dan Bibir manyun. William terbahak mendengarkan Kata-kata gadis itu.
"Hmm... baiklah kalau engkau tak suka dipanggil gadis kecil. Akan ku panggil engkau Miss Panda. Itu rasanya lebih sesuai dengan wajah dan mata bulatmu itu." ujar William. Renata terbelalak kembali.
"Enak aja membuat nama sendiri. Aku punya nama tau. " Renata mulai merasa emosi menguasai dirinya. Dia tahu William cuma bercanda, tapi dirinya lagi tidak dalam mood untuk diajak bercanda. Tapi pemuda itu semakin terkekeh mendengar suara Renata meninggi.
"Lha... kamu yang tidak mau memberikan nama, ya sudah... jadi terserah aku donk mau ngasih kamu nama apa?! " ujar William.
"Aargggh... !!! " Tangan Renata tanpa sadar bergerak untuk memukul lengan William saking kesalnya, namun pukulan itu dengan cepat tertangkap oleh tangan William. Pria itu menggenggam tangan Renata. Kulit William terasa halus sekali saat menyentuh tangan Renata. Gadis itu berusaha melepaskan tangannya.
"Galak juga nih bocah" ujar William.
"Kemana tujuan mu, Panda kecil? Transit atau langsung ke Indonesia?" tanya pria itu lagi.
"Lepaskan dulu tanganku. Tangan mu itu dari besi ya? Sakit tau!!" erang Renata. William lalu melepaskan genggaman nya.
"Aku mau Ke Bandung. " jawab Renata.
"Bersama ortu?" tanya William sambil melirik ke arah bangku bu Linda.
"Ya.. " ujar Renata sedikit berbohong. Bagaimana pun, dia tidak mengenal William. Dia tak bisa langsung jujur tentang dirinya pada orang asing ini.
Tiba-tiba dia teringat sesuatu.
"Maaf... boleh saya bertanya sesuatu? " ujar Renata. Tanpa menjawab, William hanya mengangkat alisnya, tanda memperbolehkan Renata untuk melanjutkan pertanyaan nya.
"Apa kamu sadar kalau tadi kita sudah pernah bertemu sebelumnya? Hmmm.. aku melihat mu tadi di pemakaman. Itu kamu kan? Tidak... aku yakin itu dirimu!!" jelas Renata ngotot. William terkekeh pada Renata.
"Sok yakin kamu. Apa mata Pandamu itu tidak salah lihat? Ngapain juga aku ada di pemakaman?! " kata William.
Benarkah bukan dia? bisik Re dalam hati. Tidak... aku yakin itu dia. Mata itu takkan kulupakan. Renata yakin penglihatannya benar. Jarak 4 meter takkan membuatnya salah mengidentifikasi wajah orang. Walaupun baju yang dikenakan William bukan jas hitam yang tadi dilihatnya, namun Renata yakin pemuda itu adalah William.
"Apa yang membuat mu yakin kalau aku yang kau lihat,gadis Panda?"ujar William.
" Matamu!! Mata biru itu, mata besar, rambut hitam, badan kurus, kaki panjang. Aku yakin itu kau. " Kata Renata sedikit berteriak untuk meyakinkan William. Pemuda itu terkekeh lagi.
"Kalau kau berkata seperti itu di Indonesia,mungkin memang itu ciri-ciri ku. Tapi ini Aussie dear. Sangat banyak pria Aussie yang punya ciri-ciri seperti yang kau katakan tadi gadis Panda."elak William.
"Tapi itu benar kau kan? " desak Renata lagi.
William tak menjawab karena pramugari sudah datang membawakan pesanan mereka.
Renata kesal sekali karena seterusnya William tidak berbicara apapun untuk menjawab pertanyaannya tadi. Apa dia berfikir aku ingin menggodanya dengan pertanyaan itu? Mungkin baginya itu pertemuan kami di pemakaman itu tidak penting. Tapi bagiku,kehadirannya saat itu membuat sedikit perbedaan. Kenyataan bahwa bukan hanya aku yang bersedih,membuatku tidak kesepian lagi.
Setelah makan, Renata memilih untuk menonton TV di layar duduknya. Ia tak tertarik lagi untuk berbicara pada pria disebelahnya itu. Pemuda itu usil sekali mempermainkan perasaan nya.
Renata membuka list film di layar TV nya, namun tidak tertarik dengan semua film tersebut. Akhirnya dia memilih daftar lagu. Ia ingin mendengar lagu Indonesia,tapi dia tak tahu nama artisnya. Renata lalu mengetik "Indonesia" di kolom pencarian. Beberapa daftar artis muncul di layar.
Tiba-tiba ada sebuah tangan menyelinap cepat ke layar milik Renata dan menekan tombol album "lagu anak". Beberapa detik kemudian lagu "balonku ada lima" mulai terdengar dari speaker di telinga Renata. Dia memalingkan wajahnya dan menatap murka ke arah orang yang menekan tombol itu.
William!!!!
Mulut Renata sudah terbuka untuk mulai mengomel pada pria itu, namun William meletakkan jari telunjuknya di atas bibir Renata dan menatap nya serius. "Kau masih kecil. Itu lagu yang cocok untukmu " Dan pria itu terkekeh lagi.
Renata mengacungkan kepalan tangannya ke arah William. Dia ingin marah, namun malas untuk meladeni keusilan pria itu. Suara anak-anak yang di dengar nya di telinga lebih menarik,pikir nya. Lagu ini pernah hadir dalam kenangan masa kecilnya. Renata ingat lagu ini sering dinyanyikan nya bersama kedua orang tuanya.Kenangan akan orang tuanya mendadak membuatnya sedih kembali. Renata berusaha tersenyum. Menghapus luka di hatinya. Dia kembali fokus mendengarkan lagu itu. Tapi lagu ini lebih cocok untuk anak TK. Masak dia yang berumur 14 tahun masih harus mendengarkan lagu seperti ini?!
Dan Renata langsung cemberut kembali. Tanpa sadar, ia memonyongkan bibirnya beberapa senti sembari menekan tombol-tombol di layar untuk mencari tahu genre lainnya.
Tiba-tiba dari speaker utama, pramugari sudah mengumumkan bahwa pesawat akan mendarat di Bandara Indonesia. Disebelah gadis itu, William tengah menahan geli hatinya melihat ekspresi Renata yang berubah-ubah. William pun dengan cepat mengalihkan pandangannya ke jendela, takut tatapannya akan ketahuan oleh Renata yang kemudian tampak mulai mengemasi headset yang dipakainya.
Renata memang tidak sadar, William memperhatikannya sejak tadi. William mengamati bibir mungilnya yang manyun. Ekspresi lucunya saat mengikuti irama musik. Sesosok wajah gadis belia muncul dipelupuk mata William. Kenangan bersama gadis itu berputar kembali di memorinya.
Sandra, adiknya yang berumur 13 tahun. Dia sangat mirip kelakuannya dengan gadis Panda itu. Secara fisik, mereka berbeda. Sandra punya wajah tirus seperti William, sedangkan gadis Panda itu berwajah bulat. Sandra bermata sipit sedai gadis Panda itu bermata bulat. Bola mata Sandra berwarna biru seperti William, gadis Panda itu bermata hitam dengan sedikit lingkaran hitam dibawah nya. Persis mata Panda . Gadis ini pasti sedang tertekan dan kelelahan. Garis hitam itu menandakan bahwa ia pasti sulit tidur selama beberapa waktu.
William mengingat perkataan gadis itu tadi. Pemakaman?! Kenapa gadis panda itu di pemakaman? Siapa yang meninggal? Memang sebenarnya William lah yang ditemui Renata di pemakaman itu. William hanya tak ingin mengingat alasan ia ke situ, itulah kenapa William tidak mau menjawab pertanyaan Renata. Sekarang dia ingat, memang wajah Renata yang dilihatnya di pemakaman itu. Gadis dengan garis airmata yang mengering diwajahnya.
Saat itu, ketika sedang menatap gadis panda itu, William serasa sedang menatap Sandra. Ya...Tempat itu adalah makam Sandra, adik bungsunya. Ia sedang berada di Inggris ketika Sandra meninggal. Layla, adiknya nomor empat, mengabarinya hal itu tiga hari yang lalu. Bahwa Sandra tidak bisa diselamatkan. Sandra sedari kecil memang sudah sakit-sakitan. Ia mengidap penyakit Leukemia. William tahu, suatu hari akan tiba kabar seperti ini.Namun keluarga nya tidak memberitahukan kepadanya disaat kondisi Sandra tengah kritis. Saat itu William sedang ujian akhir SMA, alasan itulah yang membuat keluarga nya merahasiakan keadaan Sandra. Jika tahu lebih awal, William tentu akan pulang lebih cepat. Dia pasti akan sempat bertemu adik kesayangan nya itu sebelum ia menghembuskan nafas terakhirnya. Ketika tiba di Australia, William hanya bisa menatap nisan tempat peristirahatan terakhir Sandra. Ya... Sandra dikuburkan sehari sebelum kedatangan nya di Australia. Dan itu membuat hatinya hancur berantakan. Dia hanya bisa menatap kosong pada batu itu. Mengeja berkali-kali nama yang tertulis disana. Dan ia kemudian menatap ke arah gadis panda itu.
Ia sempat bingung apakah Sandra tengah menemuinya? Pandang William terasa kabur karena air mata yang ditahannya. Dia tak mau Sandra melihatnya menangis.
Beberapa saat William terus memfokuskan pandangannya di mata gadis itu. Semakin lekat tatapan mereka, William dapat merasakan kesedihan gadis Panda itu mengalir ke dalam dirinya. Hanya melalui tatapan mata, mereka seakan berkomunikasi. Menyalurkan tiap kesedihan yang ada. Menyalurkan kekuatan melalui tatapan nya. Ya... itulah yang William rasakan saat itu.
Kesedihannya lumer setelah menatap mata bulat itu. Dan dia akhirnya mempunyai kekuatan untuk terus melanjutkan langkah kakinya meninggalkan tempat itu. Meninggalkan semua kenangan di belakangnya.
Kini mereka bertemu di pesawat yang membawa tubuhnya ke Indonesia. William sudah mencoba menahan diri untuk tidak berbicara dengan gadis ini selama penerbangan. Tapi sikap gadis ini menggelitik hati William. Makanan yang disukainya kebetulan sama dengan favorit Sandra. Ya... adiknya itu sangat suka s**u coklat dingin dan nasi goreng seafood, persis seperti yang dipesan gadis itu. Sandra sangat suka, ketika waktu itu William yang baru pulang dari Indonesia, mencoba memasak nasi goreng udang untuk keluarganya di Australia. William ingat,betapa Sandra sangat menyukai masakannya. Sandra tak malu menambah dua kali. Begitu juga ketika mereka jalan hangout keluar, Sandra selalu ingin makan nasi goreng seafood. Seakan dia tak pernah bosan dengan menu itu. Makanya, William pun memesan menu favorit Sandra dipesawat.
Air matanya kembali menggenang mengingat kenangan akan Sandra. Tapi dia memaksakan mulutnya mengunyah menu itu hingga habis, bersama gadis Panda yang duduk disamping William. Dengan cara itu ia merasa sedang makan bersama Sandra. Dan itu menyenangkan hatinya, mengikis sisa-sisa kesedihan di sudut hatinya.
Pesawat tiba di landasan bandara Soekarno-hatta Indonesia. Para penumpang mulai sibuk menurunkan barang dari bagasinya diatas tempat duduk. Ibu gadis Panda itu tampak menyuruhnya untuk bergegas berdiri. Gadis itu menoleh pada William. Tatapan mereka bertemu.
"Saya duluan ya kak",pamitnya kepada William.
Pemuda itu tersenyum. Gadis itu ramah juga. Walaupun hatinya kesal pada William karena keusilannya,tapi dia tetap mau berbasa-basi menyapa William. Benar-benar ciri orang Indonesia.
Dilihatnya, mereka bergerak perlahan menyusup diantara barisan penumpang yang berjalan menuju pintu keluar kabin. Sementara William tetap duduk ditempatnya. Dia paling malas berdesak-desakan ketika akan keluar. Dia lebih memilih turun paling akhir.
Ketika William berdiri keluar dari kursi, tatapannya melihat ada sebuah tas di bagasi kabin.
"Itu milik gadis Panda itu!! Dasar pelupa! Dia mengaku mengingat wajah William,namun melupakan barang milik nya sendiri?! Benar-benar tak dapat dipercaya ingatan gadis Panda itu!" keluh William dalam hati.
William ingat gadis itu memasukkan tas ke bagasi ketika William menyelinap duduk tadi. William menimbang-nimbang, apakah akan membawakan tas itu, ataukah meninggalkannya begitu saja ? Gadis itu pasti sudah jauh. Tapi mungkin masih berada di bandara untuk mengambil bagasinya.Tak mungkin dia cuma membawa tas kecil ini diperjalanannya, pikir William. Tangannya lalu meraih tas gadis itu dan membawa nya turun.