Renata menghabiskan waktunya di apartemen William. Berbagi kehangatan. Malam pertamanya sebagai seorang gadis yang tidur bersama pemuda. Renata menyerahkan kehormatannya pada pria yang sudah 10 tahun tak ditemukannya.
Renata melirik pada jam dinding. Jam 07.15. Kamar masih agak gelap karena gorden jendela belum dibuka. Tapi sedikit sinar mentari sudah mencuri masuk melalui kisi-kisi jendela.
Pemuda disamping nya masih tidur pulas. d**a pemuda itu turun naik teratur. Sebenarnya Renata juga merasa ingin tidur, namun matanya tak bisa terpejam. Kejadian tadi malam teringat kembali di memori nya.
Mereka menikmati percintaan itu. Keringat membasahi tubuh keduanya. Entah sudah berapa jam mereka bergumul. Mungkin lebih 3 jam. Renata tak mengira akan senikmat itu pengalaman pertamanya b******a. Tapi hatinya ragu, apakah ini cinta atau hanya nafsu sesaat?
Ingatan Renata kembali ke masa lalu. Pacar om Bima yang selingkuh darinya hanya untuk hubungan satu malam. Akankah ia dan William termasuk ke dalam hubungan itu?
Lamunan Re terputus saat ia merasakan sebuah tangan melingkari tubuhnya. William sudah terjaga dan sedang menatap Renata dengan mesra.
"Apa yang kau fikirkan? " tanya William dengan suara serak, khas orang yang baru bangun.
Renata hanya diam dan berusaha tersenyum.
"Terima kasih sudah menjadikan ku orang pertama yang memiliki keperawananmu. Kau jangan khawatir, aku tidak melepaskan benihku didalam. Aku takkan membuat mu hamil." ujar William.
Renata tak berkomentar. Ia tidak fokus pada itu tadinya. Ia bahkan tak tahu apakah William melepaskannya di dalam ataupun diluar. Dia terlalu sibuk dengan kenikmatan yang dicapai nya berulang kali bersama pemuda itu.
Wajah Renata menghangat, merasa malu dengan dirinya sendiri. Pasti wajahnya sekarang memerah, pikir Renata. Untung saja disini masih rada gelap, jadi William takkan menyadari wajahnya yang memerah itu.
"Aku hanya tak menyangka akan b******a dengan orang asing. Apalagi orang itu sudah 10 Tahun tak kutemui. Inikah hubungan One Night Stand?" tanya Renata.
William terkekeh, membuat Renata semakin merasa malu. Malu karena ketahuan tak memiliki pengalaman sama sekali dengan pria.
"Tidak akan menjadi ONS jika kau bersedia melakukannya terus setelah ini." ujar William sambil tersenyum penuh arti.
Renata berpaling. Ia tahu apa arti perkataan William itu. Ia akan seperti w************n yang akan selalu bersedia menjadi teman tidur pria itu. Renata tak mau. Bagaimanapun dia masih punya harga diri. Tanpa sadar Renata menggelengkan kepalanya.
"Aku tak mau menjadi b***k seks mu. Cukup sekali ini saja. Biarlah ini hanya menjadi hubungan ONS." kata Renata. Entah kenapa hatinya getir saat mengucapkan kata-kata itu.
"Terserah padamu. Kapanpun kau mau menghabiskan malam bersamaku, kau bisa menghubungi ku. Biasanya kalau ada operasi malam diatas jam 9, aku akan tidur disini. Jadwal ku bisa kau akses dari RS. " kata William.
"Sudah ku katakan hanya malam ini saja, apa kau tak dengar?! " seru Renata sambil memukul lengan William. Pemuda itu tertawa mengejek.
"Aku tak yakin, karena kau sepertinya sangat menikmati pengalaman pertama b******a bersamaku. Sudah berapa kali pelepasanmu? Tiga atau empat kali kurasa. Aku takut kau ketagihan." timpal William. Renata menutup wajahnya. Dia malu sekali mendengar perkataan William.
William tertawa ngakak. Tangan nya bergerak mengusap rambut Renata dan mengecupnya.
"Apa kau tahu Re, mengapa aku terus berharap kau menghubungi ku selama 10 tahun ini? " tanya William. Renata menggeleng. Dia pun ingin bertanya hal yang sama. Dia tak mengerti mengapa William menunggu telponnya.
"Karena kau seperti Sandra, adik ku. Aku sangat merindukan kehadirannya. Aku tahu, dia sudah meninggal. Tapi ketika bertemu denganmu, aku merasa sedang menatap dirinya. Tapi malam ini, aku tak tahu mengapa kau berbeda. Aku tak tahu mengapa kini aku melihat mu sebagai seorang wanita, bukan lagi seperti adik ku. Kehadiran mu beberapa bulan ini, membuat ku kelimpungan. Aku seperti menemukan harta karun yang telah lama hilang. Dan malam ini, di atap gedung kemarin, aku merasa tak rela jika harta karun ku hilang lagi. Seolah dengan mengajakmu b******a,aku ingin meletakkan kepemilikan ku atas dirimu. "
Kalimat William itu sungguh diluar dugaan Renata. William secara jujur mengungkapkan isi hatinya. Itu memang bukan pernyataan cinta, namun entah kenapa Renata sedikit merasa bangga, bahwa William menginginkan nya bukan karena nafsu belaka. Dia merasa memiliki ku. Itu berarti aku benar-benar special dimatanya. Tanpa sadar Renata tersenyum.
"Semoga saja kau tidak meletakkan kepemilikan mu pada semua wanita yang kau tiduri, " ejek Renata. "Sudah berapa banyak wanita yang kau ambil keperawanannya? " tanya Renata.
William terdiam sambil berfikir. "Mungkin hanya dirimu, karena kebanyakan wanita yang bersamaku hanya menjadikan ku selingkuhan nya. Mereka pasti sudah tidak perawan lagi." ujar William.
Renata terbelalak. William hanya dijadikan selingkuhan?! Seorang dokter yang tampan ini hanya tidur dengan wanita yang ingin ONS saja?! Memang dunia mau kiamat, pikir Renata.
"Emang dirimu ga punya pacar apa sehingga mau dijadikan selingkuhan?! " tanya Renata polos. William tak menjawab. Dia bangkit dari ranjang berjalan menuju bajunya yang berserakan dilantai. Memakainya asal-asalan.
"Aku tipe orang yang tidak suka dikekang oleh hubungan yang namanya pacaran. Jika suatu hari aku memutuskan untuk mencintai seseorang, aku akan menikah. Selama ini, belum ada orang yang bisa membuat ku jatuh cinta. Ini ku jadikan ajang pengusir rasa bosan dari kehidupan pekerjaan ku. " terang William.
"Aku mengatakan ini karena tak mau berbohong padamu. Aku tak mau kau bermimpi yang lebih tentang ku. Aku tak pernah berbohong pada Sandra. Dan karena kehadiran mu sudah ku anggap seperti adikku, jadi aku takkan berbohong padamu. Dan mulai sekarang ku harap kau juga takkan berbohong padaku tentang apapun, jika aku bertanya. Jangan membuat ku kesal dengan hal-hal yang tak kusukai. Jika kau melakukan itu, maka kupastikan bahwa hubungan kita ini takkan jadi ONS seperti yang kau harapkan. " William berlalu menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Renata terdiam. Dia tentu tak mengharapkan akan kembali b******a dengan pria itu. Juga tak berharap membuat dirinya kesal. Hanya saja, mereka baru bertemu dan tidak saling mengenal sebelum nya. Bagaimana mungkin Renata bisa tahu hal apa yang akan membuat William kesal?! Bahwa William benci orang yang tidak menepati janji dan berbohong, sudah diketahui nya. Tapi kondisi lainnya dia tak tahu.
"Argghhh!!! " Renata meremas rambutnya sendiri. Kenapa harus dia yang pusing memikirkan kehidupan pemuda itu?! Tak bisakah Renata berharap takkan berjumpa lagi dengan William di RS ini? Toh ruang kerja mereka berbeda. Tentu dalam situasi normal, kemungkinan mereka bertemu muka juga tak akan sering. Pusing dah kalo begini jadinya.
Renata akhirnya bangkit juga dari ranjang dan memunguti bajunya yang berserakan dilantai. Dipakainya baju itu sambil menunggu William selesai dari kamar mandi. Tangannya meraih remote TV dan menghidupkan salah satu chanel TV kabel yang menyajikan siaran masak memasak.
10 menit kemudian William keluar dari kamar mandi. Bau wangi shampoo dan aroma parfum khas nya memenuhi ruangan. Renata menghampiri nya. Mengendus seperti anjing pada tubuh William.
"Kau tahu.. kenapa aku selalu menghindari mu?! Karena bau ini!!! Bau parfum ini sudah ku kenali sejak pertama kita bertemu. Aroma parfum yang aneh. Mencium parfum mu, mengingatkan ku pada bau Kue Pai jeruk. Dan itu membuat ku hilang akal, antara rasa lapar dan kehausan. " Renata tertawa sambil berjalan menuju kamar mandi.
"Jadi kau berbohong kalau kau sebenarnya tak tahu kehadiran ku selama ini, iya kan? Awas kamu ya...apa tadi ku bilang hukuman nya kalau berbohong padaku," teriak William sambil berusaha menggapai Renata.
Renata buru-buru lari dan mengunci pintu kamar mandi. Takut William akan mengejarnya sampai ke dalam. Wajahnya memerah ketika sadar dengan perkataan William tadi. Tuhan... matilah aku!! Jangan sampai William meminta lagi untuk b******a dengannya karena kesalahan yang dia lakukan barusan.
Ketika Renata siap mandi dan memakai bajunya, dia membuka pintu kamar mandi sedikit. Mencoba melihat keluar, apakah William menunggu nya didepan pintu?? Ternyata tak ada siapa pun disitu. Renata berjalan keluar dengan berjingkat. Entah kenapa Renata juga tak tahu. Padahal kalau dia berjalan seperti itu pun William pasti akan tahu bahwa dia sudah keluar dari kamar mandi.
Tapi memang Renata tak melihat William ada didalam kamarnya. Hanya secarik kertas di atas tempat tidur untuknya.
Tolong buka seprai ku. Letakkan di tempat laundry yang ada di depan lift. Mereka akan menjemputnya siang nanti. Aku harus turun kebawah, ada operasi mendadak. Aku tak sempat mengajakmu breakfast. Ingin meninggalkan mu duit sarapan, tapi aku takut kau salah mengartikannya. Nanti kau fikir aku membayar mu untuk malam indah kemarin. Aku sudah mencatat nomormu di HP ku. Aku melihat di dompet mu kartu namaku masih ada. Kau akan menerima hukuman mu lagi nanti karena kebohongan mu itu. Ku tinggalkan kartu akses kamar padamu, di dekat TV. Jika ku suruh kau kembali kesini, kau harus ikut. Kau masih berhutang 2 hukuman karena kebohongan mu. Seperti nya hubungan ini takkan seperti yang kau harapkan, Gadis Panda. Ingat itu. Jangan coba-coba menghindari ku lagi!!! Kau tahu akibatnya.
Surat bernada ancaman itu ditulis oleh William dengan tulisan acak-acakan khas dokter. Tapi Renata masih bisa membaca tulisan bak semut itu. Bagi orang awam, tentu sulit membaca tulisan ceker ayam macam ini. Ini lebih mirip tulisan anak-anak yang baru belajar menulis di buku coretan. Tapi bagi dirinya yang seorang perawat, tulisan jelek begini sudah menjadi santapan nya.
Renata menghela nafas. Memikirkan bahwa hubungan ini tidak hanya sekedar ONS, membuat kepalanya sakit. Membayangkan dirinya harus siap utk menjadi b***k nafsu pria itu, demi menjalani hukumannya, membuat dia panik. Tapi entah mengapa wajahnya kembali memerah saat membayangkan bahwa dirinya akan kembali bersama pria itu. Kamu pasti gila Re !!teriak batinnya.
Renata bahkan tidak tahu, sebenarnya William menginginkan dirinya menjadi seperti Sandra, ataukah menjadi seorang wanita, saat di bersamanya? Adakah seorang abang yang mau "menerkam" adiknya sendiri?! Hubungan seperti apa ini?!
Setelah membuka seprei dan selimut William, Renata bergegas ke arah luar dan meletakkan di keranjang laundry. Namun dia melupakan kartu akses yang diletakkan William di meja TV, dan pintunya sudah tertutup otomatis.
Renata sedikit menyesal, namun dia akhirnya berlalu begitu saja menuju lift. Berharap dia akan punya alasan nanti untuk ingkar apabila William memanggilnya ke situ lagi.
***
Sudah seminggu Renata tak bertemu William. Tak ada telepon dari pria itu. Renata pun mencoba untuk tidak "gatal" mengintip jadwal operasi William pada komputer RS. Dia tak mau tergoda dan malu hati jika ketahuan ingin bertemu pria itu.
Dia juga tak lagi berusaha untuk bermain kucing-kucingan. Jika Tuhan mentakdirkan mereka bertemu, pasti akan ada waktu nya bertatap muka dengan William, begitu fikir Renata. Ia ingin membuat semuanya mengalir atas takdir Tuhan, bukan karena keinginan hatinya.
Hari ini Ririn mengajak Renata untuk ke Wedding Organizer (WO) yang menghandle pernikahannya. Ririn ingin melihat travel yang bekerjasama dengan WO nya untuk memesan honeymoon trip mereka.
Hari masih menunjukkan jam 8 pagi. Mereka berharap sebelum jam 1 sudah bisa kelar urusan travel ini. Lokasi WO nya tidak terlalu jauh dari RS. Mereka janjian ketemuan di parkiran RS.
Renata tiba duluan di RS. Dia menunggu Ririn di cafe loby. Ririn tadi menelpon, katanya terjebak macet, jadi baru sekitar 20 menit lagi akan tiba di RS. Renata lalu memesan burger dan chocomilk untuk sarapannya. Dia memilih meja paling ujung dekat pintu keluar cafe. Dalam 10 menit pesanannya pun diantar pramusaji.
Tak sabar Renata ingin memakan burger itu. Dia takut nanti keburu Ririn datang menjemputnya. Disingkirkannya garpu dan pisau yang ada di piring. Dia mengambil burger itu dan langsung makan dengan kedua tangannya.
Mulutnya dibuka lebar-lebar. Belum sempat makanan itu melewati bibirnya, tangan Re ditarik ke arah lain. Renata kaget, dalam sekejap mata burger itu hilang 1/2 nya !!!
Dilihatnya siapa yang berani memakan sarapan miliknya itu.
William!!!
Pemuda itu kembali mengarahkan sisa burger yang ada ditangan Renata ke mulutnya yang berlepotan saus. Mengetahui bahwa sisa burgernya menjadi incaran William, Renata seakan tak rela. Dengan sekuat tenaga dia berusaha menarik tangannya kembali ke arah mulutnya. William pun kembali menarik tangan Renata sepenuh tenaga. Kini dia tarik menarik dengan William, berebut burger yang tinggal separuh itu. Seperti orang yang sedang adu panco, mereka sama-sama saling ngotot.
Renata merasakan beberapa mata pengunjung cafe mulai menatap ke arah mereka.
"s**t!! Apa yang kau lakukan Re?! Mereka melihat kalian berebut burger seperti anak kecil. Berebut burger dengan seorang dokter senior!!! Apa yang akan mereka katakan. Apa kau mau menjadi skandal baru di RS ini?! " pikir Renata.
Renata akhirnya pasrah. Dengan membelalakkan matanya, dia melepaskan burger itu dimakan oleh William sepenuhnya. Lelaki itu tersenyum puas. Dia mengambil selembar tissue yang ada di sisi Renata, mengelap sisa saus yang berlepotan di mulutnya. Dia juga menyeruput Choco milk punya Renata. Lengkaplah sudah jatah sarapan nya ditelan pemuda itu. Apa dia tak mendengar suara perutnya yang bergema karena kelaparan?! Dilihatnya, William lalu kemudian mengeluarkan dompet dari balik jas dokternya.
Renata akan protes, saat menyangka bahwa William mengeluarkan dompetnya untuk mengganti burger itu dengan duit. Tapi ternyata William hanya mengeluarkan sebuah kartu, bukan duit, dan meletakkannya ke piring bekas burger yang ada didepan gadis itu. Kemudian pria itu pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata apapun pada Renata.
Renata terbelalak.
"Itu kartu akses kamar William !!!"
Kartu berwarna keemasan yang mempunyai logo RS itu tergeletak begitu saja di atas piring. Kartu yang terlupa dia ambil saat akan meninggalkan kamar pemuda itu. Untuk apa William memberikannya lagi? Apakah pemuda itu benar-benar ingin Renata kembali ke situ?!
Renata celingukan ke kiri kanan, memeriksa apakah ada yang melihat situasi ini? Tapi tak seorangpun yang menatap ke arah Re. Gadis itu ragu untuk mengambilnya, namun ia tak ingin ada orang lain melihat kartu ini ada padanya. Renata yakin, tak banyak orang yang punya apartemen sendiri di gedung RS ini. Orang-orang akan penasaran bila melihat seorang perawat biasa seperti dirinya punya kartu macam ini. Dengan cepat disembunyikan nya kartu itu di dalam tas kecilnya.
Renata dikejutkan oleh bunyi dering telponnya. Dia mengamati layar untuk memeriksa siapa yang menghubunginya. Yang pasti itu bukan Ririn, karena nada dering Ririn yang dibuatkan Renata, bukan seperti itu.
Dilayar tertulis "babang kasep" dengan beberapa emoticon lucu bergambar hati. Kening Re berkerut. Dirinya merasa tidak pernah memberi nama ID seperti itu di contact nya.
Penasaran, akhirnya Renata menjawab telpon itu pada dering ke 7.
"Halo,selamat pagi. Dengan siapa ya?" tanya Renata sopan. Tidak ada jawaban dari sana. "Halo... siapa ini? Kalau ga jawab juga, aku tutup aja lah ya." kata Renata tak sabar. Dia paling malas menerima telpon seperti ini. Suara di seberang terdengar tertawa. Renata mengenali suara tawa itu. "Kau!!! "
Itu suara tawa William!!
"Apalagi mau mu orang edan?! Belum puas melihatku kelaparan akibat perbuatan mu tadi?! " Renata kesal bukan main. Teringat nasib burger jatah sarapannya yang sukses dihabiskan pemuda itu dalam hitungan detik. Sementara dia tak punya banyak waktu untuk memesan kembali sarapan karena Ririn pasti tengah menuju ke RS.
"Itu hukumanmu yang pertama, gadis Panda. Masih ada 1 lagi hukuman menantimu. Aku tak sabar untuk memberikannya. " ujar suara William terkekeh.
"Lalu kenapa kunci ini kau berikan padaku?! Aku tak mau ke kamar itu lagi. Kan sudah ku bilang, itu hanya ONS. Jangan menghayal aku akan ke situ lagi. " Renata merasa suaranya bergetar. Hal itu selalu terjadi apabila bibir dan otaknya tidak sejalan. Apabila dia tengah mengatakan kebohongan. "Ya Tuhan... apa sebenarnya yang ku inginkan?! " keluh Renata dalam hati.
"Aku tidak menyuruh mu kembali ke kamarku. Kau yang meninggalkan kunci itu saat aku menyuruh mu untuk menyimpan nya. Yang kuinginkan hanyalah kau memegang kunci itu sampai aku sendiri yang meminta kau mengembalikannya.Itu saja. " kata William. Lalu telpon itu ditutup tanpa memberi kesempatan Renata untuk membalas perkataan pemuda itu.
Hhhhhhrgg!!!
Renata meremas tangannya. Dia kesal sekali!!! Bukan... lebih tepatnya dia merasa malu. William secara tidak langsung mengatakan bahwa Renata boleh ke kamarnya kapan saja selama dia berbaik hati memberikan kunci itu. Apa dia benar-benar berfikir Renata akan secara sukarela datang ke apartemennya itu?!
Tiba-tiba telpon nya berdering kembali. Renata menekan tombol terima dan berteriak sekuat tenaga "Jangan kegeeran lah kamu. Aku ga akan mau ke situ. Emoh!!! " serunya.
Beberapa pengunjung cafe menatapnya tak suka dengan teriakannya itu. Renata menggigit bibirnya menahan malu. Wajahnya terasa panas.
"Nata... aku udah di depan loh. Jadi kamu maunya dijemput dimana?" sebuah suara halus wanita terdengar dari telpon itu. Renata kaget, lalu memeriksa layar HP nya.
"Astaga!! Itu telpon dari Ririn ternyata." Renata menggaruk kepalanya yang mendadak gatal. Aduh... kenapa dia ga melihat layarnya dahulu sih?! Re fikir itu masih William yang menelponnya kembali.
"Ga... aku bukan bicara sama kamu. Tunggu aku di parkiran dekat loby, aku dari cafe nih. Sabar ya bu dokter tersayang." bujuk Renata.
Renata langsung berlari menuju pintu lobby ke arah parkiran depan. Matanya mencari dimana mobil Ririn. Dilihatnya mobil Ririn terparkir didepan gedung UGD. Sambil mengatur nafasnya yang tersenggal-sengal, Renata berjalan perlahan.
Hhhh... gara-gara pemuda itu, sampe dirinya salah neriakin orang. Untung saja dia tak ada disini. Kalau ada, William pasti sudah tertawa melihat kesalahannya itu.
"Sori Rin, udah lama nyampe?! Aku tadi sarapan dulu. " kata Renata berbasa-basi sebelum tangannya terulur membuka pintu mobil Ririn.
"Ga terlalu lama, 5 menit sebelum kau berteriak di telpon ku. " ujarnya sambil tersenyum.
"Kau sarapan apa? Aku belum sempat sarapan soalnya. Tadi maksudku ingin sarapan denganmu di sekitar sini, tapi kalau loe udah sarapan sih ga apa-apa juga, ntar aja dijamak sama makan siangnya habis dari WO. " ujar Ririn. Renata merasa bersalah dengan ucapannya. Ternyata Ririn belum sarapan juga.
"Ga ah Rin... aku tadi memang ingin sarapan di cafe.. tapi udah keburu loe jemput. Jadi ku batalkan aja pesanannya. " Renata tak mungkin menjelaskan bahwa sarapan nya dihabiskan oleh paman Ririn yang gebleg itu. Nanti bakal banyak pertanyaan dokter cantik itu padanya.
"Udah... jangan ngobrol mulu. Dasar cewek-cewek tukang arisan. Cepetan berangkat. Ntar kesiangan kena macet lagi." ujar seseorang dari arah kursi belakang mengagetkan Renata. Suara yang dikenalnya. Suara William!!!
Renata menoleh ke arah sumber suara. William tengah pura-pura tidur dengan membenamkan wajahnya di dalam topi. Tapi bibirnya tersenyum. Renata berbalik menatap Ririn seolah meminta penjelasan padanya. Ririn terbahak melihat ekspresi lucu wajah Renata. Dia paling suka melihat Renata kebingungan begini.
Flashback On
Ririn juga kaget ketika tadi dia melihat William berjalan keluar dari loby. William terlihat sedang menelpon, lalu nyengir dengan riang. Pamannya itu bahkan melompati ubin satu per satu seperti anak yang sedang bermain setatak. Ririn heran melihat kelakuan paman Jamie seperti itu. Dia bermaksud menggodanya.
Ririn menekan klakson untuk memanggil paman Jamie. Dia mengeluarkan kepalanya dari jendela dan melambai. Jamie melihat dan menghampiri Ririn di mobilnya.
"Cie... bahagia banget nampaknya loe ya, Om. Ada apa nih pagi-pagi dah macam katak, lompat-lompat begitu. Dapat gebetan baru ya?! Udah ga jomblo lagi?! " serang Ririn menggoda.
"Anak kecil mau tahu aja." Jamie alias William menyentil jidat ponakannya itu. Ririn senang sekali. Terakhir Jamie melakukan sentilan seperti itu padanya, sudah lama sekali, waktu dia lulus SMP.
"Mau ngapain loe pagi-pagi begini udah cakep? " tanya om nya.
"Emang gue cakep kaleee... ga hari ini aja om. " sahut Ririn keki. "Mau ke WO ngurus masalah honeymoon gue. Ini janjian sama si Renata nge jemput disini. Dekat kok dari RS, hanya 3 km." jelas Ririn.
"Emang mau honeymoon kemana rencananya? " tanya Jamie lagi.
"Ya ga tau... makanya mau konsultasi dulu. Ada referensi ga?! Opss.. lupa gue.... yang ditanyain statusnya masih jomblo" Ririn tertawa ngakak menggoda om nya itu.
Jamie hanya tersenyum. Dalam hati dia dongkol juga dengan ucapan ponakannya itu. Belum tahu dia kalo om nya ini udah keliling Indonesia. Masalah tempat wisata mah dia tahu mana aja yang bagus.
"Loe tu ya... gue hidup lebih lama 10 tahun dari elo. Gue udah muter-muter kemana-mana, waktu loe masih mpeng sama kakak ipar gue. Status mah ga ngaruh... yang penting pengalaman gue pernah refresing ke tempat-tempat romantis itu yang pointnya."
"Ya udah kalo gitu... ikut gih ama kita, biar loe buktiin bisa share pengalaman loe itu. Tapi beneran ya... jangan boong. Gue laporin ke papa kalo om boongin Ririn. " ancam gadis itu.
"Oke... siapa takut!! " tantang Jamie. "Kebetulan gue hari ini off sampe sore." Ujar dokter Jamie.
Dengan sigap om Jamie duduk di kursi belakang.
"Lho kok di belakang sih duduknya. Di depan atuh om. Biar Renata aja yang duduk dibelakang" ujar Ririn sungkan.
"Ogah ah... gue itu lebih tua. Jadi wajar duduknya dibelakang. Kan loe sopir. Lagian males gue duduk di deket loe... berisik!!! Sepanjang jalan pasti nyerocos mulu. Persis kayak kakak ipar gue, loe tu ya. " gurau Jamie.
Flashback Off
Itulah sekelumit kejadian sebelum Ririn menelpon Renata tadi.
Sepanjang perjalanan suasana mendadak kaku. Renata tak bersuara sedikitpun. Ririn merasa bahwa Renata pasti canggung bersama om nya karena status om Jamie adalah dokter senior mereka.
"Ayolah Nat, jangan diam gitu. Om Jamie sekarang bukan sebagai dokter senior, tapi sebagai om gue. Jangan kaku gitu deh. " ujar Ririn sambil menepuk lengan Renata.
"Eh.. iya. Maksudku, siapa juga yang kaku. Hanya saja gue ga ada bahan obrolan dengan om loe. " elak Renata. Jantung nya berdegup kencang. Dia begitu takut Ririn akan curiga bahwa mereka sebenarnya saling mengenal. Makanya Renata memilih diam, walau sebenarnya Re masih pengen ngomel panjang lebar pada William untuk mengungkapkan kekesalan hatinya.
Selama di WO, Renata memilih untuk duduk di sofa yang terpisah dari Ririn dan William. Tapi Ririn selalu saja memanggilnya untuk duduk di dekatnya. Mau ga mau Renata duduk juga di samping Ririn, berhadapan dengan William.
Ririn selalu meminta pendapat nya dan William bergantian. Tampak Ririn dan Jamie sangat akrab. Lebih tepatnya Ririn terlihat sangat manja pada om nya itu. William menunjukkan beberapa alternatif tempat wisata romantis pada Ririn dan beberapa fasilitas hiburan yang ada disitu. Gayanya benar-benar meyakinkan.
"Dia lebih cocok jadi marketing daripada dokter bedah", begitu ucap Renata tanpa sadar. Ririn terbahak mendengar ucapan sahabatnya itu. Renata langsung menutup mulutnya, sadar akan kelancangannya. Di liriknya William yang menatapnya tajam. Ririn tertawa lebih keras lagi saat melihat reaksi wajah om nya itu. Renata mengalihkan pandangannya dari William sambil bersiul kecil. Dia pura-pura tak bersalah dihadapan William. Padahal didalam hatinya, dia takut William akan marah dan berkata yang tidak-tidak pada Ririn.
Syukurlah William kemudian melanjutkan uraian nya tentang pilihan tujuan honeymoon Ririn. Setelah selesai "presentasi" dari om Jamie, Ririn bertanya pada Renata, mana kira-kira yang terbaik. Renata dengan jujur mengatakan bahwa dia tak tahu apapun tentang wisata. Karena seumur hidupnya di Indonesia dan Australia, cuma dihabiskan berkutat dengan buku.
"Kalo loe nanya ke gue tempat wisata yang bagus, maka jawaban gue adalah perpustakaan kampus. Soalnya hidup gue selalu berada dibalik buku-buku, jadi itu adalah tempat wisata terindah untuk gue. Jadi...loe jangan nanya ke gue deh." elak Renata. "Dokter Jamie seperti nya lebih pengalaman. Mungkin dia sering honeymoon keliling Indonesia" tambah Renata lagi. Tanpa sadar Renata merasakan kecemburuan saat membayangkan William pasti sering travel dengan wanita-wanita selingkuhan nya.
Pemuda itu tertawa. "Ya... aku sering dapat kesempatan tiket gratis keliling Indonesia. Apalagi kalau lagi menemani orang lain." ucap William tanpa rasa bersalah.
Renata membuang mukanya. Ada rasa sakit di hatinya ketika William berkata seperti itu. "Bener kan, dia pasti sering travel dengan wanita-wanita nya," pikir Renata.
"Dari kemarin gue udah nawarin loe kan Nat, ikut aja sama gue traveling. Toh kalo gue ga dinas, loe juga ga ada kegiatan di RS. Makanya temenin gue honeymoon, plis. " rengek Ririn padanya.
"Ishh... gila loe ya Rin. Loe enakan honeymoon , trus gue nepokin nyamuk?! Loe sering bilang, di agama loe kalo orang lagi berduaan selalu ada yang ketiga. Tapi yang ketiga itu setan. Loe mau gue jadi setan yang ngekorin loe sama Arya?!" ujar Renata sewot.
Ririn dan agen travel itu tertawa mendengar ucapan Renata. William hanya tersenyum. Kadang Renata emang emosian. Bagi dia mungkin itu ungkapan emosi jiwanya, tapi bagi yang mendengarkan selalu terdengar lucu. Apalagi Renata yang polos, sangat ekspresif dalam mengungkapkan isi hatinya. Bukannya marah, tapi Ririn selalu dibuatnya tertawa jika Renata sudah seperti itu.
"Jangan sewot buk. Gue cuma nawarin. Loe kan sohib gue. Kita juga belum pernah pergi bareng ke tempat wisata kan?! Ya kalo loe ga mau... ya sudah. Jangan manyun gitu ah. Malu sama om gue tuh. Ntar dikiranya loe itu anak SMP, bukan perawat S2. Jaim dikit napa. " ujar Ririn.
Mendengar kata-kata Ririn, Renata langsung terdiam. Perlahan wajahnya bersemu merah. Dia lupa ada William disana. Dia ga bisa mengerem kata-kata yang keluar dari mulutnya didepan orang banyak. Renata menepuk mulutnya pelan, tanda dia menyesal mengeluarkan statement seperti itu.
"Sori!! " ujar Renata perlahan, lalu duduk diam.
"Ya udah kalo gitu... aku ntar diskusikan dengan Arya dulu. Kalo udah deal, ntar aku WA mbak deh" kata Ririn pada agen WO nya.
Akhirnya tepat jam 11, mereka keluar dari gedung WO itu. Ririn lalu berjalan menuju sebuah restoran yang tak jauh dari gedung itu.
"Kita makan siang disini aja ya om. Daripada muter-muter. Oh iya, Ririn harus nganterin Renata ntar ke RS karena dia masuk jam 1 siang. Om mau Rin anter kemana? " tanya Ririn pada Jamie.
"Ke RS aja lagi juga boleh. Aku punya apartemen khusus di RS untuk ku istirahat setelah operasi. " jelas Jamie.
Ririn terbelalak. "Yang bener om? Apartemen di RS? Lantai berapa? Kok gue ga tahu ya ada ruangan khusus untuk dokter? Tak kirain ruang tidur bersama yang dilantai 7 itu. Renata sering tidur disitu kalo kejebak hujan. Katanya ada kamar yang untuk dokter juga disitu. Tapi kalo yang khusus... baru kali ini Rin tau. " ujar Ririn bersemangat.
"Kan gue disini dikontrak, bocah. Mereka yang nawarin gue kerjaan jadi dokter bedah, bukan gue yang ngelamar. Jadi wajar RS menyediakan rumah untuk gue. Walau di dalam RS, yang penting khusus untuk gue. Loe harusnya bangga sama gue, berapa orang dokter di RS Indonesia yang pake sistem kontrak? Loe ga tau kan?!" Ririn menggeleng penasaran.
"Sammmma.... gue juga ga tau!!" ujar Om Ririn itu dengan ekspresi jenaka. Ririn langsung manyun ke arah Jamie. Tapi kemudian Ririn tertawa sambil meninju lengan om nya itu. Jamie mengerang kesakitan.
"Kalian ini ya... sama aja berdua. Selalu sukanya nabokin tangan orang. " seru William keceplosan.
Mata Renata membulat, mendengar kata-kata pria itu. Ia tahu, yang dimaksud William itu adalah Renata dan Ririn. Tapi dia tak seharusnya berkata seperti itu dalam kondisi begini.
Ririn tiba-tiba bertanya
" Kalian??? Maksudnya siapa om?" Ririn menatap curiga pada Jamie. Dia melirik Renata sekilas. Gadis itu reflek memalingkan wajahnya, Pura-pura tak mendengar.
"Ehmmm... kau dan ibumu!! Kalian selalu suka memukul lenganku bila sedang kesal." elak William.
"Ooh... ya iyalah. Tentu aja sifat kami sama, lha disitu pabrik gue. " celoteh Ririn.
Tanpa sadar, William dan Renata menghembuskan nafas lega. Ririn tak curiga apapun.
Mereka langsung duduk di kursi restoran setelah menemukan sebuah meja kosong. Ririn duduk berhadapan dengan Renata dan William duduk di sebelah Ririn.
Selama makan, Renata berusaha untuk membuka pembicaraan dengan William. Tapi pria itu bersikap dingin padanya. Hanya menjawab seperlunya.Tak seperti saat berbicara dengan Ririn. Dan itu membuat Renata bertambah kesal.
"Apa sih yang dimau pemuda ini?! Terkadang dia tersenyum pada Renata, tapi selalu menjawab obrolannya dengan dingin. Mungkin dia tak mau Ririn curiga," kata batin Renata. Namun tetap saja gadis itu kesal dengan sikap William itu.