Hari Pun sudah sore, Nenek belum juga datang, Aku jadi sedikit gelisah! entah kenapa, pikiran ku malah menduga duga kalau Nek Ijah kenapa napa di jalanan, apa karna Aku menganggapnya sebagai pengganti nenek ku? Sehingga Aku se kawatir ini?
Tak berselang lama, Nek Ijah akhirnya nyampai, dia sambil memikul karung besar yang berisi botol botol plastik.
"Capek Nek?
"Iya Nak, namanya cari uang ya pasti capek, oh iya, ini nenek beliin kamu makan, kamu pasti udah lapar kan"
"Hehehe... Iya Nek"
Aku pun memakan Nasi yang dibelikan nenek, perut ku kembali terisi oleh Nasi, kemudian ku perhatikan Nek Ijah sibuk dengan botol botol plastiknya, dan seperti mengupasi tutup dari aqua gelas
"Nek, kok di kupasi gitu?
"Iya Nak, biar lebih mahal di jualnya"
"Oh gitu ya Nek, Bram bantuin ya"
"Iya Nak Bram"
"Nek, besok Bram dah boleh ikut kan?
"Emang perut mu ga sakit lagi?
"Udah baikan ko Nek, besok Bram ikut ya"
"Iya, iya Nak Bram"
Akhirnya Aku dan Nenek mengupasi tutup dari aqua gelas itu, tak terasa hari sudah gelap, Nek Ijah pun menyalakan lampu teplok , sementara Aku sibuk memasukkan kembali botol botol plastik itu ke dalam karung, sekarang di rumah ada dua karung besar berisi botol plastik.
"Nek, mau Bram pijatin gak kakinya?
"Ah ga usah Nak, toh dah biasa kok Nenek berjalan jauh setiap hari"
"Oh... Emang ga pegal Nek?
"Pegal sih pegal, tapi harus dilawan! sakit itu jangan dimanjain Nak Bram, sekarang dah tidur sana, biar besok badan lebih segar"
"Iya Nek"
Akhirnya Aku dan Nek Ijah pun tidur, dengan beralas tikar dan bantal yang terbuat dari baju baju yang sudah rusak yang tidak bisa di pakai lagi. Pagi harinya, Nek Ijah kembali memebeli nasi uduk buat serapan kami, sambil makan, nek ijah berkata.
"Nak Bram, nanti bantu Nenek ya, ngangkat karung itu satu"
"Iya Nek, emang mau dibawa kemana?
"Nanti kita mau jual ke pengumpul, biar ada karung buat kita pakai mulung lagi"
"Iya Nek"
Akhir-nya Aku dan nenek pun membawa kedua karung yang berisi botol botol plastik itu, lalu tibalah kami disebuah tempat, dan itu kata Nek Ijah lapak pengumpul, memang aku lihat disitu banyak bertindi tindi karung berisi botol plastik, ada juga banyak kardus, dan rongsokan lainnya. Dari hasil jualan botol itu, Nek Ijah di kasih uang empat puluh lima ribu, kemudian kami pun melangkah dan mulai mencari botol botol plastik, tak terasa hari sudah sore, dan karung kami juga sudah penuh, akhirnya kami pun pulang, sebelum sampai rumah, kami juga mampir membeli makan dan air minum.
"Nak Bram, sekarang langsung kupasin dan bersihin ya, biar besok pagi langsung kita jual, biar cukup uangnya buat beli baju buat kamu"
"Ga usah Nek, Bram pake ini aja terus"
"Kan itu kotor Bram kalau ga pernah di ganti bajunya, mana tau nanti kamu dapat kerja, masa pake baju kotor dan bau gitu"
"Tapi uang Bram dah gak ada Nek, sudah di kompas orang Nek"
"Pake uang yang tadi pagi, sama uang hasil mulung hari ini, nanti pagi kita jual"
"Iya deh Nek, makasih ya Nek, dah baik sama Farhan"
Nek Ijah pun senyum sama ku, kemudian Aku disuruh mandi duluan, habis itu langsung makan, dan besoknya kembali kami jual hasil dari memulung kami, kali ini kami dapat uang lima puluh ribu. Setelah itu, Aku dan Nenek pun langsung berjalan kaki ke pasar, kebetulan disana ada yang jual baju baju bekas, Akhirnya Nek Ijah membelikan ku satu celana pendek, dan satu kaos , sementara Nek Ijah tidak beli apa apa. Sehabis itu, kami kemudian mulai memulung lagi. Begitulah keseharian ku dengan Nek Ijah, dia selalu menasihati Aku, agar jangan pernah mengemis, dan jangan pernah mencuri.
Tak terasa Sekarang sudah ada empat bulan Aku tinggal bersama dengan Nek Ijah. suatu waktu, Nek Ijah Sakit, dan Akhirnya hanya Aku sendiri yang memulung, Aku pun seolah tak kenal lelah, agar Aku dapat mengumpulkan banyak uang, agar bisa membawa Nek Ijah berobat, tapi takdir berkata lain, Nek Ijah akhirnya meninggal saat Aku pergi meninggalkannya sebentar untuk meminta tolong sama teman teman pemulung lainnya, saat kami akan membawanya ke rumah sakit. Aku kembali kehilanngan orang yang tulus menyayangi Aku, Aku benar benar sedih kehilangan Nek Ijah. Kami pun memakamkan Nek Ijah, setelah melapor ke dinas pemakaman.
Sekarang hanya Aku sendiri yang memulung dan tinggal di rumah gubuk ini, tapi itu juga hanya sebentar, karna sekitar satu bulan setelah Nek Ijah meninggal, pemerintah Kota yang memiliki hak tanah tempat gubuk itu bediri, membongkarnya tampa sepengetahuan ku. Saat itu Aku sedang memulung seperti biasa, sore harinya Aku pulang, dan kudapati Gubuk ku sudah rata dengan tanah, dan barang barang yang ada disana juga katanya diangkut oleh mereka, yang tersisa hanya pakaian ku yang sempat di selamatkan oleh teman pemulung yang juga sama gubuknya di bongkar juga. Akhirnya, Aku pun dan teman pemulung lainnya tidur di emperan toko.
Sekarang aku sudah punya banyak teman, bahkan ada bapak bapak, ibu ibu juga, tapi semuanya sama seperti ku, hanya pemulung, hehehe... Kami sudah seperti keluarga bersama, dengan berjalannya waktu, tingkatan ku sebagai pemulung pun sudah bisa dikatakan bagus, sekarang Aku sudah punya gerobak buat ku memulung, dan itu juga ku jadikan untuk tempat ku tidur.
Jadi, ada sebuah tempat di dekat jembatan yang kami jadikan basecamp, dimana disana kalau malam hari, akan banyak gerobak gerobak pemulung yang berjejer, di sana juga banyak yang satu keluarga, suami istri dan ada anaknya juga, pernah juga Aku lihat, dan ini pengalaman pertama untuk ku melihatnya, ada Ibu ibu pemulung yang melahirkan di gerobak juga, jadi cuman di bantu oleh Ibu ibu lain saja dalam proses melahirkannya.
Tapi! selalu saja kami ini ibarat Tikus dan Kucing, selalu saja kejar kejaran dengan Dinas sosial, pokoknya! Kami akan selalu kompak, kalau ada yang melihat ada rajia dari Pemerintah, dari dinas sosial, maka akan langsung cepat cepat memberitahukannha, agar ada kesempatan buat kabur atau sembunyi. Kadang aku berpikir, apa kah kami ini menyusahkan Pemerintah? Apakah kami ini membebani pemerintah? Sehingga kami selalu di buru oleh Dinas sosial! Entahlah, hanya mereka yang tau, otak kami tidak sampai ke situ! Yang kami tau, kami pemulung tidak pernah menyusahkan siapa pun, bahkan pernah Ada Bapak bapak pemulung bilang gini ke Dinas sosial yang melakukan rajia, Kami tidak pernah memakan uang pemerintah! Kami tidak pernah membebani pemerintah dengan memakai minyak subsidi! Kami tidak pernah mengeluh ke pemerintah untuk dapat kerjaan! Aku yang mendengar itu, tentu kurang paham, yang aku pahami saat ini, hanya bagaimana agar hasil memulung ku bisa mendapatkan uang banyak.
Banyak kenangan yang ku alami selama jadi pemulung, baik suka dan duka. kehilangan Nek Ijah tentu sangat membuat ku terpukul, dialah penyelamat ku di sini, di Kota ini. selama hampir dua tahun ku habiskan waktu ku berkeliling Kota Pekanbaru sebagai pemulung, sehingga Aku pun sudah sangat hapal dengan seluk beluk Kota ini.