Bintang melepas pelukannya pada Adryan setelah dirasa isaknya mulai reda. Bintang sudah tidak melihat Langit lagi di sana. Jujur saja, Bintang munafik. Dirinya mengusir Langit, tapi sebenarnya, ia begitu merindukan sosok itu. Ingin memelukknya erat, ingin menyandarkan tubuh rapuhnya di balik pundak kokoh itu. Tapi Bintang sudah tidak bisa melakukannya lagi. Bintang sadar diri, Bintang bukan siapa-siapa untuk Langit lagi. Bintang harus melepas Langit. Bintang tidak ingin menjadi perusak hubungan seseorang. Apalagi, hubungan mereka sudah memasuki jenjang pernikahan. Bintang tidak setega itu. Adryan mengusap pipi Bintang dengan lembut, membuat gadis itu merasa sedikit tenang. “Udah ya, gak boleh nangis lagi. Entar cantiknya hilang.” Bintang tersenyum samar. “Mas, aku jahat banget

