BAB 13

1769 Kata
Allah Ta’ala berfirman : “Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang sangat setia” (QS. Fussilat : 34).             Hari berganti hari, tepat malam ini akan diadakannya tasyakuran menjelang acara akad besok. Semua tengah sibuk mempersiapkan acara yang akan menjadi sejarah bagi keluarga Alm. Abi Adam, dimana putri tersayangnya akan melangsungkan pernikahannya dengan calon suami pilihan hatinya.             Khalil tengah sibuk melihat-lihat dekor sebelum acara tasyakuran dimulai, pelaminan dan dekor panggung sudah tertata dengan rapih bahkan soundsistem untuk nasyid yang sudah disewanyapun sudah siap semua. Khadijah tengah berada dikamarnya dengan wanita yang sibuk mengukir henna dikedua tangannya untuk mempercantik dirinya di acara besok, pikirannya melayang memikirkan apakah semua persiapannya sudah beres semua atau masih ada yang kurang.             Bahkan Rayhan dua minggu yang lalu sempat pamit untuk kembali kebandung mempersiapkan beberapa persiapan disana, entah persiapan apa yang lelaki itu maksud. Khadijah bahkan sangat sulit untuk menghubunginya hingga saat ini, pikiran buruk bahkan melintas dalam benaknya. Dirinya takut jika Rayhan tiba-tiba membatalkan pernikahannya dan mempermalukan keluarga besarnya.             Ketukan pintu membuyarkan lamunan Khadijah, dimana Niken sepupunya dengan senyuman dan tak lupa nampan yang berisi cemilan bahkan coklat panas kesukaan Khadijah. Perempuan itu meletakkan nampan di meja yang tersedia lalu duduk disebelah Khadijah, Niken berbincang dengan wanita yang dipilih Umminya untuk menghena tangan Khadijah tetapi pandangannya tak luput dari gaun putih yang indah dipandang mata.             “Niken, Khadijah mau ke toilet dulu dan tolong kamu antar Mba Hasna untuk keruang tamu mengikuti acara malam ini yah. Jangan sampai dia pulang sebelum acara tasyakuran beres!” titah Khadijah pada sepupunya itu.             Niken tersenyum penuh kemenangan saat Khadijah sudah meninggalkan mereka berdua. Mba Hasna diantar Niken menuju ruang tamu, Bibi Diana yang baru saja akan melangkah menuju kamar Khadijah ditahan tangannya oleh Niken.             “Bibi, biarkan Niken saja yang memanggil Khadijah untuk turun ke bawah, dan kata Khadijah Mba Hasna jangan sampai pulang duluan sebelum acara tasyakuran ini beres,” ucap Niken pada Diana.             “Baiklah, Niken, terimakasih sebelumnya.” Niken mengangguk dan meninggalkan Diana dengan senyuman penuh kemenangan, bagaimana tidak bahagia jika rencananya berjalan dengan lancer tinggal satu tahap lagi untuk melenyapkan gaun yang akan dipakai Khadijah pada saat akad nantinya.             Niken memasuki kamar Khadijah dan mengambil gaun putih itu untuk segera dilenyapkan, iri dan dengki telah membutakan mata dan hati Niken. Selama ini dirinya sangat iri ketika kedua orang tuanya lebih memperdulikan Khalil, dia mencoba ikhlas dan mengikuti perintah Abinya untuk menganggap Khalil seperti kakak kandungnya sendiri. Sementara pada Khadijah rasa iri itu mulai tercipta saat perempuan itu dengan sengaja merebut semua apa yang dimiliki oleh Niken termasuk perhatian kedua orang tuanya dan saham perusahaan yang seharusnya jatuh ketangan perempuan itu. Acara tasyakuran berjalan dengan lancar, Khadijah merasakan tubuhnya sangat lelah karena selama seminggu ini dirinya di sibukkan dengan acara adat yang dilaksanakan oleh keluarga besarnya. Khalil menyarankan untuk adiknya istirahat lebih awal karena esok akan menjadi sejarah baru bagi perempuan itu. Dimana proses akad nikah yang sangat sakral akan dimulai jam Sembilan pagi, oleh sebab itu Khadijah sangat dilarang oleh Khalil untuk tidur larut malam. Niken yang sedang dikamarnya tersenyum dengan penuh arti, perempuan itu sudah menggunting kebaya berikut songketnya hingga tak tersisa. Esok pasti Khadijah tidak akan bisa memakai pakaian ini, dan pernikahan akan batal begitu saja. **** Khadijah terbangun dari tidurnya untuk melaksanakan shalat disepertiga malamnya, mungkin saat ini adalah terakhir baginya untuk melaksanakan shalat tahajjud sendirian karena mulai esok akan ada imam yang berdiri di depan shaf shalatnya itu. Setelah melaksanakan shalat disepertiga malamnya Khadijah melanjutkan untuk membaca ayat suci al-qur’an, jiwanya menjadi tenang dan damai ketika kalam Allah dia baca. Adzan subuh berkumandang Khadijah menyelesaikan bacaannya dilanjut dengan shalat subuh, Khalil langsung melangkahkan kakinya keluar rumah ketika adzan berkumandang. Semua lelaki di kediamannya berjalan beriringan menuju masjid dimana tepat jam Sembilan siang nanti akan dilaksanakannya akad nikah dari penerus perusahaan alm. Abi Adam, setelah melaksanakan shalat subuh pintu kamar Khadijah diketuk oleh Ummah Sabrina dan di sampingnya sudah ada tiga orang perias yang akan membantunya bersiap-siap. Khadijah mulai di make up bersama para perias itu, sementara Ummah Sabrina mempersiapkan beberapa kebaya syar’I yang akan dipakai oleh keluarga besarnya dan beberapa pagar ayu. Bibi Diana menghampiri kamar keponakannya itu dengan membawa sarapan yang akan Khadijah makan sebelum acara akad dimulai, perempuan itu sudah memakai kebaya tetapi belum dipoles mukanya oleh makeup. Khadijah memandangi wajahnya ketika para perias itu selesai, alangkah tidak percaya pantulan di cermin itu adalah dirinya. Ummah dan Bibi Diana pun sangat tidak percaya bahwa keponakannya secantik itu, kepucupan dan pujian terucap dari bibir kedua orang yang berjasa dalam hidupnya itu, setelah kepergian Ummi dan Abinya Khadijah sangat membutuhkan perhatian lebih. “MasyaAllah, cantiknya putri kesayangan Ummah.” Ummah Sabrina langsung mencium pipi Khadijah yang sudah dianggap putrinya itu. “Benar sekali kakak, Diana saja sampai tidak percaya jika dia adalah Khadijah yang kami rawat selama ini sudah tumbuh menjadi wanita dewasa bahkan sebentar lagi akan segera ganti status menjadi seorang istri,” gurau Bibi Diana pada keponakannya itu, membuat Khadijah tersenyum. “Alangkah bahagianya alm. Kak Aisyah melihat putra dan putri kesayangannya sudah dewasa, apalagi Khadijah hari ini akan melangkah maju menuju bahtera rumah tangga. Karena itu adalah ibadah yang paling terlama sekali seumur hidup.” “Ummah, Bibi, sudahlah jangan memuji Khadijah terus, nanti malah benar-benar merindukan Ummi dan Abi,” ucap Khadijah dengan mata berkaca-kaca. “Sudah-sudah, sebaiknya kamu masuk ke kamar mandi dan ganti pakaianmu, kami mau melihat paman dan kakakmu apakah sudah siap semuanya.” Ummah Sabrina dan Bibi Diana sudah keluar dari kamar Khadijah, sementara Khadijah memasuki kamar mandi ditemani periasnya untuk berganti pakaian, perias dan Khadijah mencari dimana kebaya yang sudah dipersiapkan. Sementara dirinya berjalan menuju tempat sampah yang terdapat di ujung kamarnya, membuka tutupnya dan alangkah terkejutnya melihat payet kebaya dan songketnya sudah tidak berbentuk seperti semula. “Kak Khalil!” teriak Khadijah dari kamarnya dengan tangisan sendu, Khalil yang sudah memakai tuxedo langsung berlari seribu langkah ke kamar adik kesayangannya itu, paman Sadam dan paman Dicky menyusul bersama Ummah Sabrina. “Khadijah, kamu kenapa?” ucapan lelaki itu langsung terjeda karena melihat adiknya tersungkur di depan tempat sampah sambil memegang potongan kebaya yang akan dipakainya. Khalil langsung memeluk dan mencium puncak kepala Khadijah untuk menenangkannya, sementara paman Sadam dan paman Dicky dibantu beberapa perias mencari cara agar acara ini tetap berlangsung. “Khadijah, sudah yah jangan sedih, kakak akan mencari cara untuk kamu tetap melangsungkan akad nikah hari ini. Yang terpenting keselamatan adik kesayang kakak ini, tunggu sebentar yah kakak akan menemui bibi Diana dia pasti punya cara.” Khalil melepaskan pelukannya pada Khadijah lalu mencari dimana keberadaan bibinya itu. Khalil sangat geram bahkan kedua tangannya mengepal menahan amaranya, Bibi Diana yang baru saja akan melangkahkan kakinya ke kamar Khadijah melihat Khalil yang menuruni tangga terburu-buru. “Khalil, kenapa kamu disini? Dan tadi seperti suara Khadijah yang berteriak, ada apa sebenarnya?” tanya Bibi Diana, Khalil menghela nafasnya lalu menceritakan kejadian yang menimpa adiknya itu. Diana yang mendengarnya shock, siapa yang melakukan ini semua pada keponakannya itu. Siapa musuh yang ingin menggagalkan pernikahannya itu, semua pertanyaan kerap ada di dalam benaknya. “Apakah Bibi mempunyai saran agar terlaksananya akad ini?” tanya lelaki itu. “Semoga saja saran bibi bisa kalian pakai, sebenarnya dulu Kak Aisyah pernah membuat rancangan kebaya yang sangat indah. Bahkan beliau bilang ingin sekali rancangannya dipakai oleh putri kesayangannya itu, beberapa waktu lalu bibi sengaja mengirim rancangan alm. Ummi kalian ke butik kenalannya dengan membawa Khadijah juga untuk diukur kembali tubuhnya. Dan Alhamdulillah kebaya rancangannya sudah jadi dan bibi letakkan di kamar alm. Ummi dan abimu.” “Benarkah itu bibi, Alhamdulillah pernikahan ini akan tetap terlaksana bahkan lebih terasa lagi jika Ummi masih ada di sekitar kami karena rancangan bajunya itu.” Khalil menitikan airmatanya, ditengah kesulitan sepeti ini Allah selalu membantu ummatnya. “Sebaiknya kamu temani Khadijah saja, biar bibi yang mengambilkan kebaya itu untuk dirinya.” “Biarkan Khalil ikut mengambilnya, Bi,” ucap Khalil lalu mereka berdua berjalan menuju kamar Alm. Adam dan Aisyah, disana sudah ada gaun yang terpasang di patung manekin. Bibi Diana langsung melepaskan gaun itu dan membawanya menuju kamar Khadijah. “Khadijah, pakailah ini nak, ini kebaya rancangan Ummi kamu. Silahkan dicoba yah sayang,” Bibi Diana memberikan kebaya itu pada Khadijah lalu dibantunya keponakan itu memakai kebaya di kamar mandi, sementara kedua pamannya dan Ummah Sabrina keluar dari kamar Khadijah bersama Khalil. “Sebaiknya kita bersiap menuju masjid, karena satu jam lagi akan dilaksanakannya akad nikah disana. dan kamu Khalil suruh anak buah dari abimu untuk memperketat penjagaan pada rumah ini dan masjid itu, karena mungkin akan ada tragedi lagi setelah ini!” perintah paman Dicky yang sudah melihat gerak-gerik bayangan seseorang yang menguping dari balik ruang tamu. “Baiklah, paman, oh iya sebaiknya kita langsung berangkat ke masjid saja, karena takut pihak lelaki sudah sampai disana sementara kita masih dirumah. Ummah nanti yang akan membantu kami untuk mempersiapkan disana, biarkan Khadijah disini bersama Bibi Diana.” Khalil langsung memasang earphone bluetoothnya untuk menelpon anak buahnya dan mendapatkan berita penting dari mata-matanya. Keluarga besar dari Khalil sudah berangkat sejak lima belas menit yang lalu tinggal dirinya yang tengah duduk dimotor gedenya, lelaki itu menstater motornya dan memakai helm. Motor itu membelah jalanan pekanbaru di pagi hari, tuxedo yang senada dengan keluarga besarnya akhirnya lelaki itu sampai pada Masjid Raya, sedangkan Riko anak buahnya membawa mobil yang sudah di hias oleh bunga khas pengantin. Di Masjid Raya Pekanbaru sudah siap semua dekorasi dan beberapa anak buah suruhan dari Khalil sudah bersiap dengan earphone bluetoothnya dan kaca mata hitam yang bertengger di matanya, keluarga besar dari mendiang alm. Abi Adam menuruni mobilnya masing-masing. Riko memarkirkan mobil pengantin itu lalu mencari keberadaan Khalil, lelaki bertubuh tinggi dengan mengendarai motor kesayangannya baru saja sampai parkiran. “Awasi semuanya, dan jemput Khadijah setelah akad tiba. Awas saja sampai adikku kenapa-kenapa selalu lindungi dia, jangan sampai lecet atau gaji kamu dan anak-anak yang lain saya potong!” “Yaelah, Khalil, kamu engga cocok kalau marah begitu. Sudahlah lagian lima menit lagi mempelai pria sampai dan saya akan mulai menjemput Khadijah,” ucap Riko sambil merapihkan tuxedo dan jelana bahannya. “Engga usah so ganteng, cepat turuti perintah saya!” ketus lelaki itu. “Hufh, punya temen sekaligus atasan ngaturnya begitu banget,” ucap Riko sambil menghela napas sebelum memasuki mobil itu, sementara Khalil mendengar ucapan Riko langsung menberikan jitakan padanya. Keluarga besar Rayhan sudah sampai di parkiran Masjid Raya, Khalil dan keluarga besarnya menyambut kedatangan mempelai pria. Sementara Riko mengikuti di belakang Rayhan sebelum dirinya menjemput mempelai wanita, sepanjang jalan memasuki masjid Rayhan merasakan detak jantungnya semakin memacu dengan cepat. Apalagi penghulu dan para saksi sudah duduk di depan meja yang akan menjadi akad nikah nantinya, kedua tangan Rayhan diapit oleh paman Sadam dan Ummah Sabrina setelah mengalungkan rangkaian bunga melati pada leher mempelai pria. Khalil mempersilahkan Rayhan untuk duduk di depan penghulu dan bersama para saksi dan paman Sadam yang sudah duduk di depannya, karena yang akan menjabat tangan tangan Rayhan adalah adik dari mendiang ayah kandung Khadijah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN