Sejak pulang dari restauran siang tadi, Asgaf sama sekali tidak membuka suaranya. Bahkan, pria itu tidak mengirimi pesan sama sekali untuknya. Nafla duduk termenung sambil memikirkan nasibnya ke depan. Ia tahu, Pak Asgaf akan membatalkan pernikahan mereka. Jam di dinding menunjukkan pukul 1 dini hari, dimana semua orang tertidur lelap. Nafla ingin mengatakan kejujuran ini pada ibunya, namun dia masih ragu. Kembali Nafla meraih mug yang berisi coklat hangat dan menyesapnya dalam remang-remang. “Sayang, kok belum tidur?” Nafla tersenyum lantas menggeleng tipis. “Nggak bisa tidur, Ma.” Sandra mencepol rambut gelombangnya tinggi-tinggi dan mendekati puterinya itu. “Mama juga gitu dulu sebelum nikah sama Papa.” Mamanya menerawang jauh. “Nggak jauh beda sama kamu.” Lagi-lagi Nafla terseny

