Hari Pertama Kuliah
Aku sangat tidak suka dengan Bahasa Inggris. Pelajaran yang aneh. Sangat susah dibaca. Tulisan dan cara baca sangat berbeda. Pengucapan yang sulit, membuatku malu untuk speak up. Ditambah dengan logat jawaku yang medok. Membuatku benar-benar malu menjadi mahasiswi jurusan Bahasa Inggris.
Semua karena keinginan ayahku. Katanya, agar bisa bersaing di masa depan. Di jaman yang semakin canggih dan moderen ini, memiliki skill berbahasa inggris sangat penting. Bahkan menjadi point plus di dunia kerja. Aku hanya bisa nurut. Tapi keputusan itu justru membawa petaka bagiku. Karena diriku kesulitan mengikuti perkuliahan. Seperti terseret-seret karena memang bukan basic dan minatku. Bisakah aku bertahan di Jurusan Bahasa Inggris? Atau malah drop out?
Yang membuatku down yaitu sa'at aku pertama kali memperkenalkan diri di kelas, menggunakan Bahasa Inggris. Semua mahasiswa menertawakanku, karena logat jawaku yang medok sekali. Mereka meledek,
"bule ... bule ... bulepotan."
Ingin rasanya lari dari kenyataan ini. Menyebalkan!!!
Beruntungnya, sa'at kegiatan OSPEK kemarin. Tuhan mempertemukan aku dengan teman-teman yang baik. Mereka adalah Mawar, Nia, Nani dan Rahma. Mereka berasal dari daerah yang berbeda-beda. Sifat yang berbeda. Konflik yang berbeda. Ciri khas yang berbeda. Dan kisah cinta mereka pun berbeda-beda. Namun tetap kompak dan satu jua.
Disinilah kisah menarik masa-masa kuliah kami dimulai!!!!
***
(Semester Satu)
Dini Aprilia !!! ayo bangun, anak gadis bangun siang terus.”
Teriak sang penguasa rumah dengan nada serioza. Tidak ada sahutan, hanya dering jam beker yang terdengar dari arah kamarnya.
“Kuuukuruyuuuk...!!!” teriak si bariton, ayam jago tetangganya. Padahal kokok ayam itu berkekuatan 120 desibel, yang mampu merobek gendang telinga.
Gaduhnya jeritan Sultan si jagoan ciliknya sama sekali tidak mengusik kupingnya. Semua dianggap bilangan hampa. Gendang telinganya benar-benar kedap suara. Akhirnya Ibu mendobrak pintu kamarnya.
“BANGUN !!! Sudah jam tujuh, kamu tidak sholat subuh yaaaa???”
“Lagi halangan bu ....” jawab Dini super simple yang tidak peduli dan asik menggeliat.
Hari ini memang hari pertama Dini masuk kuliah. Setelah lima hari OSPEK, akhirnya Dini resmi jadi mahasiswi. Gelar sarjana sedang menanti didepannya.
Sebenarnya dia malas kuliah ambil jurusan Bahasa Inggris. Selain karna keinginan ayahnya. Juga tidak ada pilihan lain karena kampusnya over agamis.
“Kalau kamu tidak mau bangun dan siap-siap ngampus, jangan harap bisa sarapan!” Ibunya mulai memberikan ancaman sebab anak gadisnya susah dibangunkan.
Dini langsung bangkit bak mayat hidup berjalan. Begitu bangun langsung nyambar buku primbon. Dia ingin menafsirkan mimpinya yang membanggakan, jadi host besar di acara televisi terkenal. Diubleknya buku kuno itu, tapi yang dicari tidak ada.
“Dini anak Ibu yang paling cantik, ayo mandi sayang ... !!!” ibunya mulai jengkel, tapi sangat menyayanginya.
“Iaa bu ... asal traktir lalab timun ya !” ujar Dini nawarin fair solution. Dia memang punya adat unik, suka mennggadoh sayuran timun layaknya cemilan. Kuotanya sehari satu. Bukan sok ikutan popeye ! sehari tidak nyaplok timun mukanya bisa kering, terutama dibagian samping bibir, kering bak iler yang nempel dan mengering di pinggir bibirnya. Dia percaya bahwa timun dapat melembabkan wajah bahkan membuat wajah menjadi mulus. Timun baginya sugesti. So, kalau disuruh milih daging ayam atau timun dia pasti gundah gulana.
***
Setelah mandi dan siap-siap, Dini keluar kamar. Menagih janji kepada ibunya. Namun sebelum Dini angkat bicara, ibunya nyambar duluan.
“Aduuuhh ... jangan pake baju itu!!!” perintah ibunya. Dini bingung karena ini hari pertamanya kuliah dan sekolah pake baju bebas. “Memangnya kenapa bu ...?” tanya Dini.
“Cari baju yang ada kantongnya, biar bisa naruh uang di saku baju sayang," ibunya bertausiyah sambil masuk kamar dan balik lagi membawa bajunya.
“Nih pake, baju ibu waktu masih muda!!!” ibunya mesam-mesem liat muka anaknya nan lugu. Sebenarnya Dini malu pakai baju ibunya. Norak!!! warnanya juga orange, pink ngejreng, mana kantongnya ada empat, diatas dua dibawah dua.
“Tuh kan cantik anak ibu,” hibur ibunya sa’at Dini selesai pakai baju. Ibu langsung kasih jatah uang transportasi sepuluh ribu. Diletakkan di saku kanan atas dan jatah uang makan siang sepuluh ribu di saku kirinya. Tidak ketinggalan tissu basah untuk ngelap muka Dini yang gampang kering, ditaro oleh ibunya di saku kanan bawah baju. Dini diam mematung bak penghuni pancoran.
Ibunya memang over perhatian. Waktu SMA pun begitu, Dini beli buku kimia. Ibunya langsung kepo dan memang ibunya selalu pengen tahu apapun yang terjadi dengan anak-anaknya. Sa’at ibu melihat buku kimianya, ibu langsung protes, “kenapa bukunya tidak diberi nama, nanti bisa tertukar dengan temanmu.” Ibu langsung mengambil tinta untuk mengukir nama anak kesayangannya di buku kimia itu.
Nama, kelas, sekolah sangat lengkap. Terus buku kimianya disampul plastik agar rapih, persis seperti buku milik Mpeb ponakan Dini yang masih kelas tiga SD.
Dini mencium tangan ibunya dan mencubit pipi tembem Sultan, adik laki-lakinya. Dini pamit. Dan pergi menuju kampus dengan angkutan umum.
***
Dini sudah sampai di kampus. Dini berjalan menuju kelas. Setelah buka pintu, Dia langsung disambut mesra oleh teman-temannya. Mawar, Nia, Nina dan Rahma. Mereka sudah resmi sahabatan seminggu yang lalu. “morning sweety, you udah maem breakfast belum?” sapa Nia si perusak bahasa penuh ceria.
Ada Mawar, Nani, dan Rahma juga yang menghampiri Dini sambil cipika-cipiki ala penghuni Inggris sungguhan. Hari pertama kuliah, dosen bolos ngajar. Hal ini membuat mahasiswa merasa merdeka. Mereka berlima langsung pergi ke markas negara. Alias kosan Mawar si pemilik mata genit, penggoda lawan jenis.
“Semalem aku mimpi keren, jadi Host besar di acara televisi, ada yang tahu arti mimpi itu tidak ?” rintih Dini penuh harap, agar salah satu dari temannya bisa menafsirkan mimpinya. Dini yang fanatik dengan ramalan dan hal-hal kuno, selalu observasi dan mencatat hasil penelitiannya dibuku wasiat kesayangannya. Alias buku Diary kalau kata orang alay.
Nani si ustadzah yang punya hobi ceramah di musholah terdekat, langsung ber-argumentasi, “sesungguhnya mimpi hanyalah bunga tidur, jadi menurut aku jangan terlalu mikirin arti mimpi. Ya, aku doa’in semoga kamu jadi Host beneran.”
Pasukan yang lain mesam-mesem denger dakwah si Nani.
Hanya Rahma yang menahan tangis. Meski baru sahabatan satu minggu, teman-temannya tahu betul apa yang dirasa Rahma. Dia suka nangis kalau perutnya perotes lapar, jilbab-nya dia remas-remas karena menahan kesal. Kalau tidak begitu Rahma bakal ngamuk dan dampaknya teman-teman yang akan kena getahnya.
Akhirnya, mereka pesen makan kecuali Dini, di warteg depan kos-kosan Mawar.
“Kamyu tidak makan, beby?” tanya Mawar si pemilik kamar kos. Dini meringis mengabarkan bahwa dirinya menginginkan sesuatu. “Kenapa you tertawa seperti itu?” Nia berkicau. Dengan kebal rasa malu, Dini mengatakannya, “lalab timunnya buat aku aja ya, teman-teman !!”
Teman-teman mulai paham, kalau Dini yang hobi ngarang dan buat gambar kartun ternyata hobi nggadoh timun juga. “Ooooohh, timun. Let’s take it sweety, jangan malu-malu !” dengan senyum manis ala gula pasir Nia memberi jatah timunnya untuk Dini.
Teman-teman lain pun tidak mau kalah, memberikan l lalab timunya pada Dini. Awal ngampus yang menyenangkan, Dini panen timun dari teman-temannya.
***