BAB 3

1318 Kata
Nat bangun dengan badan yang pegal. Entah kenapa perkataan Ramon yang pokoknya kita nikah! Menguras semua energinya. Nat heran kenapa dia berani bilang seperti itu sedangkan tertarik pada dirinya pun—tidak. Pria itu bahkan selalu memandang rendah Nat.             Nat mengerjap-ngerjap, mempertajam penglihatannya. Dia bangkit dari ranjang. Menguap dan memasukkan kakinya ke selop berbulu. Mencuci wajahnya di wastafel. Bercermin menatap wajahnya yang semakin memudar. Dulu sebelum dia jadi buronan Tristan, wajah Nat begitu ceria. Berbinar dan menakjubkan sebagai wanita Singapura yang berwajah oriental. Tapi, sejak ayah berhutang pada mantannya yang berengsek itu, Nat serba kekurangan. Seakan semua kebahagiaan hidup direnggut begitu saja darinya.             Ponselnya berdering. Mengganggu bayangan kesedihannya.             Nat meraih ponselnya yang masih tergeletak di atas ranjang.             Ramon.             “Ada apa?” tanya Nat ketus.                                               “Kamu lagi dimana?” tanya Ramon sama tanpa basa-basi seperti Nat. Entah kenapa sejak mengenal Nat selera humor Ramon menghilang.             “Di rumah. Ada apa sih?”                         “Oh, nggak papa. Cuma nanya aja sih.”             Dahi Nat mengernyit. Apaan sih nggak penting, huft!             “Ngomong-ngomong soal pernikahan itu aku serius ya.”             “Jangan sembarangan deh, kamu pasti memiliki rencana kan dengan bilang mau melunasi hutang aku sama Tristan? Kamu pasti nanti minta sesuatu.”             “Iya, aku minta menikah sama kamu.”             “Aku nggak mau!”             “Harus maulah. Itu syarat agar hutang kamu sama mantan kamu itu lunas.”             Karena merasa takut Nat mematikan ponselnya secara sepihak.             “Stres kali tuh, orang. Masa mau ngajak nikah sih. Pernikahan kan bukan asal nikah aja. Emang bener stres kali ya, karena belum bisa move on dari adik ipar yang dicintainya itu. Aku nggak mau nikah. Aku Cuma mau dia melunasi hutang aku tapi tanpa imbal balik.” ***             Lanna menatap suaminya lekat. Setelah semua yang mereka lalui. Rasanya tidak mungkin jika David kembali menjalin hubungan dengan Sarah. Ya, Kirana memberitahunya bahwa Sarah kemarin menemui David. Tapi pertemuan itu memang hanya sebatas teman. Tidak ada yang istimewa, tapi Kirana takut bahwa pertemanan mereka akan kembali membangkitkan cinta yang pernah ada. Lanna segera mematahkan asumsi Kirana, mengingat kini bukan hanya dirinya yang hidup tapi juga ada anak mereka yang hidup di dalam tubuh Lanna.             “Percaya deh, aku dan Sarah cuma ngobrol biasa. Kirana juga ikut nimbrung kok.” Kata David meyakinkan istrinya.             Lanna mengangguk.             “Lann,” David mengganti posisi tidurnya menghadap ke arah Lanna.             “Ya,” sahut Lanna kalem.             “Aku rasa Ramon kaya dijebak.”             Dahi Lanna mengernyit. “Dijebak maksudnya?”             “Iya, poto yang tersebar itu kaya ada seseorang yang berniat menjatuhkan Ramon. Mungkin salah satu kompetitor Ramon menyewa seorang wanita dan menyuruhnya merayu Ramon dan ya, mereka dipoto begitu dan tersebarlah.”             “Tapi, sampai sekarang Ramon tetep bungkam kan? Dia nggak ngasih tahu apa dia memang dijebak atau mungkin itu kekasihnya—“             “Terus kenapa poto yang sifatnya privasi disebar?” sela David.             “Sarah juga nyebar poto kamu sama dia.” Lanna keceplosan.             “Lanna... jangan bahas itu dong, sayang. Dia kan cuma ngasih tahu ke kamu biar dengan maksud dan tujuan tertentu.”             Lanna mengelus-elus perutnya. “Iya, aku khilaf.” Dia tersenyum manis meskipun mengingat poto masa lalu David bersama Sarah di atas ranjang membuat hatinya kembali tersayat.             “Terus kalau wanita itu yang nyebarin ke publik dia punya maksud apa?”             “Jebakkan! Pasti ada yang menjebak Ramon.” ***              Hari ini Nat berniat mendatangi sahabat wanitanya yang suka menghilang-hilang tanpa jejak. Namanya, Cleo. Wanita berdarah Inggris yang periang, centil, aneh juga sekaligus menyenangkan. Nat sebenarnya tidak berminat bertemu dengan Cleo tapi mungkin skandalnya dengan Ramon memancing Cleo keluar dari persembunyiannya dan meminta Nat bercerita soal tidur dengan pria kaya dari Indonesia itu.             Cleo selalu tampil bak model Victoria Secret dengan dress minim, hair extension pirang, heels belasan senti dan make up matte dan tebal senantiasi menghiasi wajahnya yang setengah Chinesse dan setengah Inggris itu.             “Itu bibir kenapa sih, tebel amat kaya abis disengat lebah aja!” Celetuk Nat saat memperhatikan bibir tebal Cleo yang baru beberapa hari lalu difiller.             “Hahaha,” Cleo tertawa nyaring hingga gigi-gigi putihnya bersinar seperti ada tambahan glitter pada gigi Cleo. “Abis difiller.”             Nat manggut-manggut sebelum menyesap espresso. Dia kurang mengerti arti dari filler tapi intinya itu mungkin semacam perawatan bibir yang bisa membuat bibir menjadi lebih tebal seperti tersengat lebah.             “Kalau dipinjemin duit aja nggak ada, tapi buat perawatan selalu ada.” Gerutu Nat dalam hati.             Cleo menatap menyelidik pada Nat. “Jadi, siapa si Ramon itu? Kekasihmu? Skandalmu itu menarik perhatian banyak orang Singapur,lho.” Cleo berkata seakan-akan itu bukan aib tetapi lebih ke prestasi karena tidur dengan pria kaya yang bahkan kekasih Nat pun bukan. Astaga!             Nat memasang ekspresi masam dengan mulut dimonyong-monyongkan satu senti.             “Ceritain dong gimana poto itu bisa kesebar.” Cleo menatap penuh permohonan pada Nat seperti anak kecil yang minta dibelikan mainan yang baru dilihatnya.             “Beneran mau tahu?” Nat menatap Cleo dengan mata jail. Sekali-kali bolehlah ngerjain si Cleo ini. Toh, Cleo kadang suka ngilang kalau diminta bantuan khususnya soal duit.             Cleo mengedip-ngedipkan mata seraya mengangguk. “Kamu bukan pacar sewaan atau wanita bayaran, kan?”             “Sembarangan!” Pupil Nat melebar tak terima.             “Aku hanya bertanya, Nat. Aneh sih kamu kan nggak punya temen kalangan jet set gitu.” Nada suara Cleo malah lebih ke cemburu karena Nat bisa punya pacar seperti Ramon.             Nat berdecak lidah. “Ramon itu calon suamiku.” Dusta Nat. Entah kenapa dia malah mengikuti perkataan Ramon sih?! Soal pernikahan itu... astaga! Nat sadarlah! Tapi Nat tampak menikmati kepura-puraannya.             Mata sipit Cleo melebar dan kedua daun bibirnya terbuka lebar. “Sungguh?!” pertanyaan itu dilontarkan Cleo seperti, “Ah, yang bener. Tuh, cowok udah periksa mata belum ke dokter?” Ckck.             Nat mengangguk perlahan. Menikmati setiap yang diucapkan dan diekspresikannya.             “Kamu bisa terbebas dari hutang Tristan dong!”             “Yap! Dan Ramon sendiri yang melunasi hutang aku ke mantan berengsek itu.” Nat berlagak seperti wanita-wanita sosialita yang terlalu mendewakan uang.             Ternyata enak juga ya berbohong dan membuat Cleo kepanasan.             “Hahaha,” tawa membahana Cleo membuat beberapa pengunjung kafe menatap ke arah mereka. “Aku bisa ngebayangin gimana menyesalnya Tristan kalau mantannya dinikahin pria yang jauh lebih baik dari dia.”             “Dia merestui kok.”             Mata Cleo kembali melebar. “Oh ya?”             “Ramon dan Tristan pernah bertemu. Ada aku juga. Ya, aku emang nggak layak sama Ramon. Ramon jauh lebih baik dari Tristan.” Harus diakui Nat bahwa Ramon memang jauh lebih baik dari Tristan dari segala aspek. Baik fisik, materi dan juga moral.             “Ah, nggak sabar ketemu calon suami kamu.” Kata Cleo memasang ekspresi wajah yang seakan dialah yang akan dipersunting Ramon.             “Mau ngapain ketemu calon suami aku?” Nat menatap Cleo curiga.             Temen makan temen ini sih! Pasti si Cleo mau menarik perhatian Ramon, deh. Nggak papa sih, cuma... ya ampun, Ramon itu yang lunasin hutang aku. Bahaya kalau Cleo mencoba merebut Ramon dari aku.             Nat tampak sibuk dengan pikirannya sendiri. Menerka-nerka apa yang akan dilakukan Cleo kalau bertemu Ramon. Dan pikiran negatif Nat berlompatan. Nat membayangkan Ramon terpesona pada Cleo dan diam-diam mereka menjalin hubungan di belakang Nat. Ramon tidak kuasa menahan godaan dari Cleo meskipun Cleo itu agak sinting, tapi tetap saja Cleo itu cantik. Lebih cantik dari dirinya.             “Nat,” Nat tersentak dan melempar pandangan ke arah belakang Cleo.             Ramon.             Pria itu melambaikan tangan pada Nat seraya mendekat.             “Uwooow! Calon suamimu datang,” ucap Cleo yang seakan menahan pekikan kegirangan khas Cleo. Mungkin kalau bukan di tempat umum seperti ini, Cleo pasti akan berjingkrak-jingkrak kegirangan melihat Ramon seperti melihat aktor idolanya.             “Ya ampun,” Nat menyerah.             Ramon dan Cleo akan berkenalan dan saling jatuh cinta. Siapa yang tidak jatuh cinta pada wanita secantik Cleo? Oke, tidak masalah. Nat tidak cemburu dan Ramon bukan siapa-siapanya. Mereka hanya terjebak dan dijebak oleh takdir. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN