BAB 2

1981 Kata
    “Temanmu itu pelit sekali!” gerutu Nat pada Alpha. Pria berambut keribo itu memberikan sebungkus roti kepada Nat yang tampak berantakan. Nat meraihnya tanpa pikir panjang dan langsung melahapnya.             “Dia baru patah hati.” Celetuk Alpha meminum kopinya.             “Kamu bisa bantu aku nggak?”             Sebelah alis tebal Alpha melengkung. “Bantu apa?”             “Paksa dia, lobi dia, rayu dia atau apalah.” Nat, menatap rotinya yang tinggal segigit. Tapi dia masih lapar sehingga matanya celingukan ke arah dapur.             “Bikin dia malu aja.”             Dahi Nat mengernyit. “Maksudnya?”             “b******a di kantornya,” Alpha nyengir.             “Hah, kayaknya dia susah deh, bukan pria mata keranjang. Lagian aku nggak maulah.” Kata Nat putus asa.             “Dia cinta mati kayaknya sama adik iparnya. Masa lihat cewek secantik kamu nggak selera sih.” Alpha menggaruk-garuk rambutnya yang gatal. Dia yakin Ramon perlu diperiksa kejantanannya. Lalu Alpha terkikik geli membayangkan ada yang salah dengan kejantanan Ramon.             “Ada ya, cowok nyiksa diri sendiri. Ya ampun, cewek cantik banyak kali stokya di Singapura.” Nat melangkah ke arah dapur. Dia membuka lemari es dan menemukan beberapa mie instan. Dia mengambil mie instan rasa original dan memasaknya.             “Nat... Nat... aku kasihan deh sama kamu. Kalau aja Ramon nikah sama kamu. Hidup kamu nggak bakal kaya gini.” Alpha menggeleng tak percaya hidup sahabatnya begitu tragis. Bahkan untuk makan pun dia harus meminta-minta padanya. Nat bukan pemalas, dia baru dipecat beberapa bulan yang lalu karena terlibat tindakan kriminal menonjok bosnya. Padahal bosnyalah yang memulai dengan melecehkannya. Bos berkepala plontos itu meminta Nat menemaninya tidur barang semalam. Nat mengumpat habis-habisan dan karena kalap akan emosi yang tak terkendali dia menonjok bosnya. Dan langsung dipecat tanpa hormat. Tanpa pesangon.             “Tristan itu bisnis apa sih, Nat?”             “Penjualan obat-obatan terlarang yang diselundupkan dari Belanda.” Nat mengambil mangkuk dan mengisinya dengan mie yang sudah matang.             “Wah, kalau begitu kita lapor polisi aja. Seenggaknya hidup kamu bisa tenang kalau dia ditangkap.”             “Iya, kalau bisa. Tapi, dia bukan pengedar biasa. Itu sama aja cari mati tahu!.”             “Kamu kok bisa pacaran sama dia sih?” Alpha bertanya heran.             “Ya, mana aku tahu kalau dia terlibat gituan. Dia kan ngakunya bisnis alat-alat elektronik import dari Jepang.”             Nat kembali duduk bersama Alpha dan memakan mie dengan perasaan bahagia. Sejak semalam dia baru bertemu makanan yang lumayan berat karena satu roti tidak cukup untuk mengisi perutnya.             “Kamu dijadiin jaminan hutang ayah kamu, tuh, emang mau dijadiin istri sama Tristan apa bagaimana sih?” Alpha menatap dengan penasaran.             “Bukan. Dijual ke temen-temennya.”             Pupil Alpha melebar. “Benar-benar jahat!” umpatnya.             “Lebih dari jahat. Dia iblis yang menyerupai manusia.”             Alpha menggeleng-geleng ironi.                                            “Kalau aku punya uang banyak, aku mau kabur dari Singapur. Aku mau ninggalin negara ini dan hidup di negara lain. Di mana pun itu asal nggak ketemu sama Tristan.” ***             Esoknya Ramon terkejut bukan kepalang. Dia masih bertelanjang d**a ketika mendapati puluhan pesan yang mempertanyakan keaslian potonya bersama seorang wanita berwajah oriental. Mata Ramon membelalak tak percaya. Dia sangat dan teramat tak percaya kalau wanita yang ditiduri tanpa sadar itu benar-benar menyebarkan potonya. Poto yang tak bermoral.             Orang tuanya menelpon. Ramon memilih tidak mengangkat telepon dari keluarganya itu. Dia pasti akan mendapat omelan dan Kakek akan terkejut dan bisa jadi Kakek akan kejang-kejang melihat kelakukan cucunya.             Ya Tuhan, dosa apa yang aku lakuin sampai kaya gini.             Para koleganya menghubunginya untuk memastikan poto itu hanya editan. Namanya tercoreng. Dan yang paling menakutkan adalah pesan dari David.             Kak, apa-apaan sih, ini, Lanna lagi hamil. Jangan sampai deh, dia benci Kakak terus anakku mirip dengan wajah Kakak. Lagian sampai segitunya nyebar poto-poto privasinya. Bikin malu aja, tuh. Kenapa nggak langsung dinikahin aja sih. Nih, Mamah ngomel-ngomel mulu. Angkat sih teleponnya, Mamah marah tuh.             Ramon menggaruk-garuk kepalanya sambil memekik histeris.             Yang dia takutkan adalah; Lanna membencinya dan merusak citranya di depan pandangan Lanna. Apa pun itu, dia masih mencintai Lanna. Dan bagaimana kalau Lanna menganggapnya tak jauh berbeda dari pria-p****************g karena tidur dengan seorang p*****r.             Ramon mencuci wajahnya. Dia segera menemui Alpha dan wanita sialan itu sebelum namanya semakin hancur. ***             Alpha pura-pura tidak mengerti dan tidak mengenal Natalie secara baik. Dia hanya tahu wanita itu sekilas karena tentu saja dia terlibat dalam skandal yang menghancurkan nama Ramon itu. Namun, dia tak pernah berniat jahat apa pun. Dia melakukan perbuatan tercela itu demi membantu Natalie. Masalahnya, anak itu tidak punya siapa pun selain dirinya. Dia hidup seperti gembel, menggelantung ke sana ke mari tanpa pekerjaan. Ayahnya sinting dan dia tidak punya sahabat selain Alpha.             “Mungkin dia butuh uang,” komentar Alpha dengan wajah menunduk untuk menutupi kesalahannya.             “Tapi kenapa harus senekat itu sih?” Ramon menyesap espresso hangat yang baru saja  disajikan pelayan.             Alpha mengangkat bahu seolah tidak mengerti. Nat meminta dirinya untuk melobi, merayu atau apalah sehingga kekerasan hati Ramon mencair atau kekerasan otaknya mencair dan memberikan sejumlah uang pada Natalie sesuai dengan jumlah uang yang diinginkan Nat. Masalahnya, Alpha tidak pandai merayu, melobi ataupun menggoda. Dia jenis pria yang anti merayu-rayu club.             “Semuanya kacau.” Ramon menggeleng-gelengkan kepala tidak percaya bahwa potonya bersama wanita asing itu menyebar.             Alpha tidak bisa berkomentar banyak karena kekacauan yang terjadi dari Ramon tak lepas dari perannya. Dia merasa bersalah tapi bagaimana lagi dia juga kasihan dengan Nat.             “Aku mau ketemu wanita itu,” dia menatap Alpha. “Siapa namanya?”             “Nat—Natalie.” Jawab Alpha.             “Kamu punya nomernya?”                                            Demi menjaga kerahasiaan antara dirinya dan Nat, Alpha menggeleng. “Tapi temenku punya. Aku akan hubungi dia kalau kamu mau minta nomer Nat.”             “Ya, aku mau minta nomer si Nat itu.”             Alpha mengangguk dan berpura-pura menghubungi temannya yang punya nomer Natalie. Padahal dia sendiri yang mengirim pesan pada Natalie.             Nat, di mana? Ramon mau ketemu kamu nih. Dia kayaknya marah besar deh, ke kamu. Kamu nakal sih pake nyebar-nyebar poto gituan segala. Huft!             Pesan terkirim.             Tak lama balasan dari Nat.             Di mana tuh cowok? Ya, mau gimana lagi, dia nggak mau ngasih uang. Coba kalau dia ngasih uang kan kejadiannya nggak akan seperti ini.             Kita di kafe X mending ketemuan di tempat aman aja. Yang sekiranya bukan tempat si Tristan dan anak buahnya berkeliaran.             Oke, di mana tempatnya?             Di hotel.             Hah? Serius?             Ya, Ramon udah setuju. Lebih aman. Kan ada aku juga, Ramon nggak bakal ngapa-ngapain kamu.             Oke.             Ramon dan Alpha bergegas pergi ke hotel yang sudah disepakati mereka. ***             Lanna agak tertekan mendengar pertanyaan yang meluncur dari kedua daun bibir Kirana soal Ramon. Ya, skandal itu sampai di telinga para karyawan perusahaan David. Lanna tak henti-hentinya mengelus perutnya. Ini termasuk membicarakan orang yang telah melakukan perbuatan tercela dan dia sebenarnya sangat menghindari topik ini. Meskipun yakin Ramon pria baik-baik tapi ya bisa jadi kakak iparnya itu khilaf.             “Pacarnya kali bukan pelacur.” Kata Lanna membela Ramon.             Kirana membenarkan letak kacamatanya. “Terus kamu ngebenerin apa yang Ramon lakukan sama kekasihnya itu? Aku pernah baca tentang Natalie ini deh, Lann.” Kirana menyodorkan ponselnya pada Lanna. “Coba lihat,” kata Kirana.             Sebuah website berbahasa Inggris yang membahas tentang para bandar n*****a obat-obatan terlarang di Asia tenggara. Ada nama Tristan Brandon dan nama Natalie Moonvera yang disebutkan sebaga kekasih Tristan. Tidak spesifik dan tidak terlalu jelas tapi disitu dituliskan kalau Tristan menjual mantan kekasihnya itu kepada para koleganya.             “Apa jangan-jangan Ramon yang membeli Natalie?” tanya Kirana.             Lanna menegang beberapa detik sebelum menyadari bahwa dia hamil dan tidak boleh berpikir negatif. Pikirannya harus positif. Harus selalu positif!             “Bisa nggak kita nggak bahas beginian, Kir.” Kata Lanna sambil mengelus perutnya yang mulai membuncit.             “Astaga... aku lupa kamu sedang hamil.” Kata Kirana penuh penyesalan. ***             Ramon nyaris saja mencekik Nat kalau Alpha tidak menahan tubuh Ramon. Ramon benar-benar murka pada apa yang dilakukan Nat dan Nat—untuk melindungi dirinya dia melepas heelsnya dan berniat menjitak kepala Ramon dengan ujung heelsnya yang tidak tinggi-tinggi amat.             “Dasar wanita!” pekik Ramon masih berusaha mencekik Nat.             “Dasar priaaaaa!” pekik Nat tak kalah dari Ramon.             “Duduklah, ayolah selesaikan semuanya dengan baik-baik.” Kata Alpha bijaksana. Mendudukkan Ramon dan mendudukkan Natalie dengan jarak.             Ramon akhirnya duduk dengan napas terengah-engah. “Apa sih sebenarnya maumu?!” tanyanya pada Nat penuh semburan emosi.             “Uang!” lugas dan mantap. Ya, yang Natalie butuhkan hanyalah uang. Untuk menyelamatkan hidupnya dari Tristan.             “Dia hanya butuh uang, Ramon.” Kata Alpha agak takut melihat Ramon yang murka.             “Tapi dia sudah mencoreng namaku,” ujarnya kesal.             Lalu tiba-tiba pintu hotel terbuka oleh segerombolan orang yang tidak dikenal.             “Hei, siapa kalian?! Kurang ajar berani-beraninya masuk ke sini!” sembur Ramon seraya bangkit.             “Tristan,” ujar Nat yang ikut bangkit dengan keterkejutan yang berubah menjadi ketakutan.             Tristan mengenakan jas hitam dan kacamata hitam. Persis seperti tiga orang di belakangnya. Mereka semua kompak sehingga Ramon menduga mereka adalah mata-mata. Tapi mata-mata apa? Mata-mata CIA?             “Oh ini, pria yang tidur denganmu, Nat.” Tristan maju beberapa langkah mendekati Nat.             Alpha membisikkan sesuatu di telinga Ramon hingga ekspresi Ramon yang penuh murka berubah menjadi ekspresi yang agak sulit diartikan.             “Senang sekali bertemu denganmu, Tuan Ramon.” Tristan menyeringai. “Nat adalah mantan kekasihku yang baik dan cantik. Aku senang dia bisa tidur dengan pria seperti Anda. Bagaimana dengan pelayanannya, Tuan Ramon?”             Ramon mengernyitkan dahi tanpa mau membalas seringai busuk Tristan.             “Kamu salah,” Ramon mendekati Nat dan merangkul bahunya hingga Nat tersentak dan menoleh pada Ramon. “Nat adalah calon istriku.” Ujarnya seketika membuat Nat dan Alpha menganga.             Tristan tersenyum getir. “Kamu pasti suka dengan pelayanannya kan sehingga Anda mau menikah dengan mantan kekasihku ini?”             Ramon tersenyum. “Aku mencintainya. Dan menghormatinya sebagai seorang wanita karena dia bukan p*****r seperti yang kamu ucapkan.”             Nat menatap pada Alpha dan matanya memelotot. Alpha mengangkat bahu tak mengerti. Dia hanya membisikkan bahwa Nat punya hutang pada Tristan dan hendak menjualnya pada p****************g.             “Aku akan membayar hutang Nat,” ujar Ramon. Nat menganga tak percaya. Masa sih pria pelit ini mau bayar hutangnya?             Tristan tepuk tangan. “Bayar beserta bunganya.”             Ramon mengernyit sekilas kemudian dia berkata, “Ya, semuanya akan kubayar.”             Sikap songong pria ini membuat Nat merasa akan ada drama-drama berikutnya. Tristan tidak akan membiarkan semuanya selesai begitu saja. Tristan pasti akan mencari cara untuk menguras uang Ramon. Pasti! Karena sikap songong Ramon yang seakan-akan dia akan memberikan apa pun pada Tristan asal Nat tidak diganggu Tristan lagi.             “Baguslah,” Tristan menatap Nat. “Hebat kamu, Nat. Semoga pernikahanmu berjalan lancar. Foto itu sudah mencoreng dua nama dan dua negara. Memang seharusnya kalian menikah. Aku turut bahagia.” Kemudian Tristan menatap Ramon. “Aku akan ke kantormu besok jam 9 pagi.”             Tristan tersenyum sekilas sebelum meninggalkan Nat, Ramon dan Alpha.             Nat menyingkirkan tangan Ramon yang melingkari bahunya. “Lepasin b**o!” Nat ngamuk-ngamuk.             “Kamu tuh, bilang makasih atau apa kek, malah kasar-kasar begitu.” Sewot Ramon. “Terbuat dari apa sih hatinya. Jangan-jangan transgender lagi nih bocah!”             Masih dengan wajah angker Nat menatap Ramon. “Kamu ngomong mau nikahin aku?! Terus kalau itu cuma omong kosong buat apa ngomong ke Tristan kaya gitu. Kamu mau bikin aku malu?” Nat menunjuk dirinya sendiri.             Alpha memilih tetap ditempat daripada jadi pelampiasan amarah Nat.             “Ya, aku emang mau nikahin kamu kok.” Kata Ramon santai.             Nat menganga. “Omongan laki-laki nggak ada yang bener!”             “Lho... kamu ngomong begitu berarti kamu mau nyamain aku sama si mantan kamu itu?!”             “Apa bedanya sih? Kalian kan satu spesies, satu gender, satu—“ Nat mengangkat tangannya. Dia bingung mau lanjutin dengan kata apa lagi.             “Pokoknya kita nikah! Ujar Ramon yang sukses membungkam Nat dan Alpha.             Nat melirik ke arah Alpha yang mengangkat bahu. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN