ENAM

1655 Kata
"Kenzie mommy ke toilet dulu sebentar kamu jagain Taylor disini ya, jangan kemana mana." Ucap Kezia lalu berjalan masuk ke dalam toilet wanita di bandara. "Kamu denger mommy kan Tay? Jangan kemana mana, aku juga mau pipis sebentar." Kenzie masuk ke dalam sebuah toilet laki laki sendirian berlagak seperti sudah dewasa, sedangkan Taylor yang merasa bosan berjalan mengitari bandara dengan rasa penasaran yang tinggi, tempat ini benar-benar berbeda dibandingkan Paris, banyak lukisan-lukisan unik yang berhasil menarik perhatiannya.       "Kenzie, Dimana Taylor?" Tanya Kezia pada anak sulungnya, Kenzie menggeleng dengan ekspresi ketakutan. Ah, tidak lagi. Kehilangan salah satu dari mereka memang sudah menjadi kewajiban yang harus terjadi ketika mereka bertiga pergi ke tempat yang baru, semua ini karena rasa ingin tahu yang begitu besar milik Devano berhasil menurun ke kedua anaknya terutama pada Taylor. "Ayo kita cari adik, dia pasti sudah menangis ketakutan sekarang." Ucap Kezia lalu membawa Kenzie pergi mencari Taylor. Tak sampai beberapa lama setelah Kezia pergi, Taylor kembali ke tempat awal dimana Kezia menyuruhnya untuk menunggu. Taylor langsung menangis saat tidak menemukan keberadaan Kezia dan berlari kesana kemari untuk mencari sang ibu. "Mommy dimana?!" Sahutnya dengan bahasa prancis yang tidak di mengerti oleh orang-orang di sekitarnya. Taylor tidak pernah nyaman dengan hadirnya orang baru, jika orang asing mendekatinya, ia pasti langsung melarikan diri, namun hal itu tidak terjadi saat dia bertemu dengan Devano. Laki laki yang ternyata adalah ayah kandungnya itu menarik tangannya dengan lembut. Taylor menatap laki laki di depannya lekat-lekat, wajahnya sangat mirip dengan Kenzie kembarannya. "Om siapa?" Ucap Taylor penasaran sambil menangis. "Kamu kenapa menangis?" Ucap Devano dengan bahasa yang dimengerti oleh Taylor, anak perempuan itu merasa sangat lega namun sifat cengeng Taylor membuat tangisannya semakin kuat . "Huaaa!! Akhirnya ada yang bisa mengerti perkataan Taylor." Jerit Taylor. "Mama kamu mana?" Ucap Devano. "Kalau Taylor tau, Taylor gak akan nangis om." Ujar Taylor sinis, ternyata om ini sama bodohnya dengan Kenzie. "Om bisa gak bantu Tay ketemu sama mommy?" Ujar Taylor dengan ekspresi semanis mungkin, ya, ia tidak bisa bertingkah seperti tadi kalau ingin meminta bantuan seseorang. Uncle James yang mengajarkannya. "Kalau mau minta tolong, walaupun Taylor gak suka, Taylor harus pura-pura baik ya. Harus jadi anak manis." Dan disini lah Taylor sekarang, anak perempuan berumur sepuluh tahun ini dengan mudahnya mendapatkan perhatian seorang lelaki yang terkenal cuek dan tidak berperasaan seperti Devano. Laki laki itu memberikannya sebuah sapu tangan, sangat harum, hampir-hampir mirip dengan aroma parfum yang di pakai ibunya, namun parfum ini terkesan lebih maskulin. Sepertinya om baik tadi bukanlah orang sembarangan, penampilan nya sangat rapi, bahkan jas yang di pakainya adalah hasil karya seorang designer terkenal yang pernah ia temui dulu dengan Kezia. Tak lama setelah sang receptionist mengumukan informasi tentang Taylor melalui pengeras suara, Kezia dan Kenzie muncul bersamaan. Perempuan itu menghembuskan nafas lega sesaat setelah mengecek keadaan anaknya masih baik-baik saja. Berbeda dengan Kezia yang terlihat tenang, Kenzie berlari memeluk sang adik sambil menangis, tangannya dengan keras memukuli lengan Taylor. "Kan sudah ku bilang jangan kemana-mana!! Kalau kamu hilang gimana?!" "Maaf." Ucap Taylor sambil menunduk lalu tertawa. "Tapi tadi seru juga sih mom!" Sahutnya semangat seolah lupa dengan isak tangis yang di keluarkan nya sedari tadi. "Maaf nyonya, apa anda ibu dari anak ini?" "Ah iya, terima kasih sudah menjaganya dengan baik." Ucap Kezia sambil memberikan lima lembar uang seratus ribu rupiah. "Wah! Terima kasih banyak bu." "Sama-sama. Ayo nak."          "Tunggu!" Ucap receptionist itu panik. "Iya?" "Maaf bu, tadi ada seorang pria yang menitipkan anak ibu ke saya, katanya kalau anak ini sudah di jemput oleh orang tua nya dengan aman, saya harus mengirimkan foto sebagai bukti, kalau tidak saya akan di pecat dari pekerjaan ini bu." Ujar perempuan itu dengan ekspresi sedih. "Hahahah, baik-baik, kamu boleh mengambil foto kami." Ucap Kezia. Sebenarnya Kezia tidak pernah mau di foto karena takut Devano atau siapapun yang di kenalnya dulu di Indonesia akan mengetahui keberadaan Kezia dan anak-anaknya. Tapi untuk seorang pria yang sudah menolong anaknya, mungkin ia bisa memberikan pengecualian. "Mommy ngomong pakai bahasa apa sih Tay?" "Entah lah, mungkin bahasa Indonesia?" "Ya memang bahasa Indonesia lah! Kan kita di Indonesia, masa kamu gitu aja gak tau sih Tay?" Sahut Kenzie tiba-tiba. "Jangan bikin aku emosi ya Ken." Ancam Taylor sambil menunjuk Kenzie dengan telunjuknya. "Ayo sini foto dulu, kalian kok berantem mulu sih?" Mereka bertiga berfoto bersama, Taylor tersenyum lembut menatap kamera sama seperti Kezia, sedangkan Kenzie memberikan gaya bebas andalannya, kedua jarinya teracung ke udara menunjukkan gaya 'peace' yang selalu ia pakai ketika berfoto. "Kamu bisa gak sih kalem Ken!" Sahut Taylor marah. Karena ke-imutan di atas rata-rata dua saudara kembar itu Angel memotret mereka berkali-kali, sambil tersenyum gemas ia menatap foto-foto yang ia dapatkan. "Sudah ya? Sekali lagi aku ucapkan terima kasih. Permisi umm.." Ucap Kezia sambil memandang papan nama Angel. "Angel." Ucap Kezia lagi sambil tersenyum. "Ah, cantik sekaliii" Gumam Angel. "Kapan ya aku bisa secantik perempuan itu." Kezia berjalan memasuki mobil alphard yang sudah di siap kan James untuk nya dari semalam. "Kamu sudah sampai di Indonesia? Kenapa dari tadi kamu tidak mengangkat teleponku?" Ucap James dari seberang telepon. "Ah iya, I'm so sorry James, tadi itu Taylor ilang, biasalah ritual wajib kalau keluar negeri, jadi aku sama Kenzie tadi sibuk nyariin dia. And yes, aku sama anak-anak udah sampai di Indonesia." "Taylor tidak apa-apa?" "Anak perempuan mu aman." Ucap Kezia membuat James tertawa. "Ah seandainya aku perempuan, aku pasti sudah memiliki anak yang cantik seperti Taylor." "Hmm... aku tidak tau harus mengatakan apa hahaha." Ucap Kezia. "Kau bisa menganggap anak-anak ku sebagai anak mu juga, kau tau itu kan?" "TIDAK!!! KENZIE BUKAN ANAK UNCLE JAMES!!!" Sahut Kenzie sekuat tenaga tepat di telinga Kezia. "Kenzie..." Tegur Kezia. "Kenzie itu anak mommy doang! Bukan anak uncle James!" Ucapnya lagi dengan sangat tegas. "Boleh aku berbicara dengannya?" Ucap James sambil terkekeh. Kezia memberikan handphonenya pada Kenzie. "Apa mom?" "Uncle James mau ngomong sama kamu." Dengan wajah kesal Kenzie mengambil handphone itu dari tangan ibunya. "Apa om?" Ucap Kenzie jutek. "Jangan marah-marah dong sama om." Kezia memejamkan matanya untuk tidur, tubuhnya benar-benar merasa lelah karena perjalanan panjang mereka. Meskipun Kenzie sangat tidak suka dengan James, tapi kalau sudah berbicara di telepon, mereka akan memerlukan waktu yang cukup lama untuk berhenti karena James yang terus menerus menggoda Kenzie dan Kenzie yang tidak pernah mau kalah dengan James. "Kenzie. Kamu mau tau gak—" "Ngga. Kenzie matiin ya om, Kenzie males ngomong sama om." "Ya udah deh, om ngomong sama mommy Key aja deh." Ucap James berhasil membuat wajah Kenzie merah padam. "JANGAN!" "Kenzie! Jangan teriak-teriak, mommy tidur!" Sahut Taylor. "Iya iya, kamu jangan galak-galak begitu Tay." Ucap Kenzie dengan lembut. "Om tadi mau ngomong apa?" "Kamu mau tau gak, daddy kamu itu siapa?" Ucap James, buru-buru Kenzie mematikan speaker handphone Kezia lalu duduk dengan manis di kursi paling belakang. "Kenzie listening." Ucapnya serius. Sebisa mungkin James menahan tawanya di seberang sana, tingkah Kenzie memang benar-benar sulit di tebak, anak laki laki Kezia ini selalu saja berhasil membuatnya terkejut. "Om kasih satu clue aja ya. Daddy kamu itu—" "DUA!" "Ken.." Desis Taylor. "Yee pake nawar." "Kenzie mau dua clue!" "Oke dua." "Jadi yang pertama itu. Daddy Kenzie adalah seorang direktur di perusahaan besar di Indonesia." "Wah. Berarti daddy gak kalah kaya dari mommy ya om?" Bisik Kenzie sangat pelan, takut Kezia mendengarnya. "Tentu saja! Bahkan daddy mu jauh lebih kaya dari pada mommy Key. Ya kalau mommy tidak menggabungkan hartanya dengan harta grandpa Alfonso sih. Kalau mommy mu menggabungnya, tentu saja mommy Key lebih kaya." "HOHOHO. Kenzie bakal megang semua perusahaan itu kalau Kenzie udah besar. Kenzie akan jadi konglomelarat!" Sahut Kenzie bahagia. "Konglomerat Kenzie." Sanggah James. "Ah apapun itu lah!" "Yang kedua—" "Tunggu!" "Di potong mulu nih." "Boleh gak clue kedua om jawab dari pertanyaan Kenzie aja?" "Oh, kamu mau nanya? Boleh." "Nama perusahaan daddy apa ya om?" Bisik Kenzie "Sama aja dong om kasih tau siapa daddy kamu Ken." "Ck. Kan tadi om bilang boleh, jadi om harus jawab pertanyaan Kenzie dong!" "Hm... kamu sama saja dengan mommy mu. Tukang maksaaa." "Cepetan jawab om!" "Kenzie, sini handphonenya ada yang mau mommy omongin sama karyawan mommy." Ucap Kezia yang terbangun dari tidurnya. "Yah mommy tapi Kenzie—" "Kenzie.." Ucap Kezia dengan tatapan mata yang sangat menyeramkan bagi Kenzie. "Hmm.. ya udah deh, udah dulu ya om, nanti kita bicara lagi ya. Bye-bye uncle James." Dengan berat hati Kenzie memberikan handphone itu pada Kezia, di sisi lain James menarik nafasnya lega, Kenzie memang benar-benar licik, kalau saja Kezia tidak terbangun ia pasti sudah membeberkan identitas Devano pada Kenzie, yang berarti hidupnya akan segera di akhiri oleh tangan Kezia sendiri. Sepulang dari bandara Angel langsung mengecek kartu nama milik laki laki yang tadi sore di jumpainya. Tubuhnya terkejut kalau pria tampan yang tadi adalah Devano Julio, seorang direktur dari perusahaan yang sangat besar dan berpengaruh di Indonesia, DJ Group. "Wah! Gak nyangka ternyata si ganteng yang galak itu adalah seorang miliyarder. Ah! Kenapa tadi aku gak dandan cantik-cantik sih!" "OMO! DJ Group?! Bukannya mereka ngadain kerja sama dengan oppa Park Bo-Gum?! OMO! OMO!" Dengan cepat perempuan itu mengirim 15 foto hasil jepretannya pada Devano. Laki laki yang sedang berenang saat itu, meletakkan handphone berserta barang barangnya di atas sebuah meja, dia adalah Devano Julio. Hari ini adalah hari paling menyenangkan bagi Devano, kerja samanya dengan salah satu artis ternama di Korea berjalan dengan sangat baik, ditambah lagi pertemuan nya dengan Taylor, wajah imut anak itu entah kenapa terus terngiang-ngiang di kepalanya. Baru saja bertemu sekali, tapi Devano sudah sangat menyayangi anak perempuan itu dengan segenap hatinya, apa karena wajahnya yang sangat mirip dengan Kezia? Menyadari bahwa calon suaminya sudah pulang, Ica turun dari kamarnya di lantai atas menuju kolam berenang, kakinya yang jenjang berjalan dengan anggun mendekati meja Devano. Pandangannya teralih saat melihat nomor tidak di kenal mengirimkan banyak foto pada Devano, karena rasa penasaran, Ica mengambil handphone milik Devano dan membuka pesan misterius itu. Saat itu juga tubuh Ica tersentak terkejut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN