"Uncle James!" Sahut Kenzie sambil memeluk James yang baru saja sampai di Indonsia.
"Hai anak nakal!" James tertawa sambil memandang Kezia bingung.
"Apa anakmu ini salah minum obat? Kenapa dia begitu ramah dengan ku?" Ucap James.
"Hahaha, aku rasa dia merindukan Uncle James kesayangannya."
James menggendong Kenzie lalu mencium pipi Kezia dengan lembut, syukurlah, perempuan yang di hadapannya ini baik-baik saja.
"Taylor juga mau di cium." Taylor merengek.
"Hahahah, kemarilah." Ucap James.
Mereka berempat pulang ke apartemen milik Kezia, jarum jam sudah menunjukkan pukul 12.00 malam, setelah mengecek anak-anak Kezia yang sudah terlelap, James berjalan menuju kamar milik Kezia dengan sebotol wine yang ia bawa dari Paris.
"Hallo princess." Ucap James saat melihat Kezia sedang bekerja di kamarnya.
"Hai James. Ada apa?" Ujar Kezia tanpa melihat ke arah James.
"Mau minum bersama ku?"
"Aku sedang sibuk James."
"Ayolah, tenangkan kepala mu itu sebentar."
"Okey." Kezia menghela nafasnya lalu ikut duduk bersama James di atas tempat tidurnya.
"Apa Adam tau kau ke Indonesia?"
"Tau, tapi semenjak di Hawaii kemarin, hubungan kami telah usai."
"Kenapa? Bukannya kau sangat mencintainya?"
"Entahlah Key, belakangan ini aku tidak tertarik dengan laki laki."
"Kau sudah –" Tanya Kezia ragu-ragu.
"Hahaha. Mungkin? Aku sedang melihat seseorang yang mungkin mulai ku suka." Ucap pria berusia 37 tahun ini dengan maksud yang berbeda dengan pemikiran Kezia.
"Kamu selingkuh dengan pria lain?" James tertawa karena kepolosan Kezia.
Pada saat James berumur 27 tahun, tepatnya sepuluh tahun yang lalu sebelum ia bertemu dengan Kezia, adalah tahun terindah sekaligus tahun terpahit dalam hidupnya.
Seharusnya sepuluh tahun yang lalu James sudah menikah dengan seorang perempuan cantik yang sudah menemaninya bersama 8 tahun, semuanya telah di persiapkan James dengan sangat matang, mulai dari gedung, gaun, susunan acara. Semua James urus sendirian demi perempuan beruntung tersebut.
Pada suatu malam, James pergi ke rumah perempuan itu, berniat untuk memberikan kejutan kecil padanya. Namun yang di temukannya adalah baju-baju dan pakaian dalam yang berserakan di lantai.
Dengan hati yang tersakiti James menunggu di sofa ruang tamu sambil mendengar desahan perempuan yang sangat di cintainya itu dari dalam kamar mereka.
Sudah sejam James menunggu disana, akhirnya perempuan itu keluar dengan wajah kaget dan penuh rasa bersalah, James hanya memberikan senyuman dan setetes air mata saat mengetahui sahabatnya sendiri lah yang meniduri kekasihnya.
Tangannya bergetar memasukkan kotak cincin yang awalnya ingin ia berikan pada perempuan itu kembali kedalam saku celananya.
Saat ini James membuka kembali kotak yang sudah 10 tahun ia simpan di depan Kezia.
"Kau masih menyimpan ini." Ucap Kezia mengambil kotak itu.
"Bukannya dulu kau ingin membuang kotak ini saat kita pertama kali bertemu di Paris?" James mengangguk sambil mengingat kembali hari dimana mereka bertemu.
Di pinggir pantai Argeles sur Mer James memutuskan untuk melepaskan segala kesedihan yang tertumpuk di dalam hatinya, sekuat tenaga ia berteriak di pinggir pantai itu sambil menangis.
Perhatiannya teralih saat melihat Kezia duduk di dekatnya sambil menangis juga, entah kenapa James juga seolah dapat merasakan kepedihan yang ada di dalam hati Kezia.
Perempuan itu mengelus-elus perutnya sambil mengatakan "Maafkan mama"
James ikut duduk disampingnya dan mereka pun menangis bersama. Anehnya kegiatan yang tidak masuk akal itu membuat mereka lebih cepat merasa lega. Kezia menatap James kebingungan, kenapa laki laki di sebelahnya ini ikut menangis bersamanya? Bahkan ia sama sekali tidak mengenal laki laki ini.
"Hai." Ucap James canggung sambil mengelap air mata di wajahnya dengan tangan yang penuh dengan pasir.
Kezia tersenyum tipis melihat tingkah bodoh James. Tangannya terulur untuk memberikan sebuah sapu tangan bersih dengan nama Devano disana.
"Terima kasih." Ucap James lalu mengembalikan sapu tangan yang telah di pakainya.
"Buatmu." Ucap Kezia dengan bahasa Indonesia, entah kenapa ia memilih untuk pindah ke Paris, padahal ia sama sekali tidak mengerti dengan bahasa Prancis. Jangankan Prancis, bahasa inggris aja masih gagap.
"Orang Indonesia ya?" Ucap James dengan bahasa Indonesia juga.
Perasaan bahagia muncul di dalam hati Kezia, akhirnya ada orang yang mengerti.
"Ya. Kamu ?"
"Aku asli Paris haha. Tapi aku bisa berbahasa Indonesia."
"Syukurlah, aku jadi sedikit berani untuk tinggal disini, aku harap kita bisa menjadi teman ya?" Ucap perempuan berusia 17 tahun itu. James mengangguk.
"Kenapa kau menangis?"
"Um.. laki laki yang memiliki sapu tangan di genggamanmu itu mencampakkan kami. Dan aku kabur ke sini untuk melupakan semua hal yang menyakitkan dari tempatku berasal."
"Orang-orang bilang Paris itu kota cinta. Semenjak orang yang sangat ku cintai mencampakkan aku dan anak-anak nya yang ku kandung, aku jadi tidak percaya lagi dengan namanya cinta. Namun jauh di dalam hatiku, aku berharap kota ini mampu memberikan seseorang yang akan mencintaiku dengan segala kekuranganku." Ucap Kezia sambil tersenyum manis.
James ikut tersenyum mendengar harapan konyol perempuan di sampingnya ini. Meskipun begitu ia berharap kebahagiaan yang perempuan ini harapkan akan segera ia rasakan.
"Anakmu akan tumbuh menjadi anak yang hebat dan sangat menyayangi ibunya." Ucap James sambil tersenyum.
Kezia menatap pria disampingnya dengan mata yang memancarkan begitu banyak kepedihan disana.
Tanpa izin dari Kezia, James memeluk perempuan itu memberikan kehangatan dan isyarat kalau ia tidak sendirian setelah ini, ada James yang akan membantunya di setiap permasalahan hidupnya.
Kezia membalas pelukan James dengan isak tangis, biarlah hari ini dia mengeluarkan seluruh air matanya, dan semoga di keesokan harinya ia tidak akan menangisi Devano lagi, ia harus kuat untuk anak yang dikandungnya. Dia harus bisa memberikan kebahagiaan pada anaknya meskipun dia hanya sendirian, ya, Kezia harus bisa menjadi seperti Alfonso.
Setelah cukup lama memeluk James, Kezia melihat sebuah kotak cincin yang terletak disamping James.
"Kau kenapa menang--, EH! Jangan di buang!!" Dengan cepat Kezia menghentikan tangan James yang hendak membuang cincin itu ke laut.
"Jangan di buang, sayang cincinnya." Ucap Kezia lalu membuka kotak cincin itu.
"Wah! Bagus banget! Dari pada kamu buang, mending buat aku ya?"
Dengan cepat tangan James merebut cincin itu dari Kezia lalu menyimpannya.
"Hohoho, masih cinta toh." Goda Kezia seolah tau permasalahan yang di alami James.
"Enggak."
"Kalau nanti sudah beneran move-on dari mantanmu. Berikan cincin itu ke orang yang paling kamu sayang ya." Ucap Kezia sambil tersenyum lembut.
Kalimat Kezia itu lah yang membuat James terus menyimpan cincin ini selama sepuluh tahun, walaupun ia sempat belok ke arah yang lain, namun hatinya tidak pernah berhasil di miliki oleh siapapun.
Hingga hari ini.
James membuka kotak cincin tersebut, dan memakaikan cicin berlian di dalamnya pada jari manis Kezia.
"James?"
"Pas sekali.." Ucap James sambil memandang cincin itu terlihat indah di jari Kezia.
"Jangan di lepas ya, aku akan kembali ke kamar dan kamu harus langsung tidur, kerjaan itu bisa kamu lanjutkan besok pagi." Ucap James lalu pergi meninggalkan Kezia yang terdiam di tempat tidurnya.
"Kalau nanti sudah beneran move-on dari mantanmu. Berikan cincin itu ke orang yang paling kamu sayang ya."
Kalimat yang pernah ia ucapkan pada James sepuluh tahun yang lalu tiba-tiba terngiang di kepalanya.
Apa mungkin seseorang yang James maksud tadi adalah dirinya?
Bagaimana bisa?