EMPAT BELAS

2050 Kata
Setelah makan bersama di sebuah restoran, Kezia, James, dan anak-anak akhirnya pulang ke rumah. Sesampainya di rumah Kenzie dan Taylor langsung masuk ke kamar dan terlelap. "James?" Kezia keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah. Ah segarnya. "Kenapa kau tadi bisa bersama Devano?" Tanya James. Sejak dari rumah sakit, James terkesan lebih pendiam dari biasanya. Bahkan saat makan di restoran tadi pun James tidak bersuara sama sekali. Kezia mundur selangkah saat James berjalan terlalu dekat dengan dirinya. Tangan Kezia dengan erat memegang jubah mandi yang melekat di tubuhnya. "Kau memakai sampo ku?!" Sahut James tidak terima, Kezia langsung cengengesan dan melupakan pertanyaan James sebelumnya. "Sampo ku habis James, aku minta sedikit punya mu ya?" Ucap Kezia dengan ekspresi yang menggemaskan bagi James. Pria itu mengelus bagian belakang kepala Kezia dengan lembut lalu mencium puncak kepalanya. "Harum." Komentar James lalu pergi ke ruang tamu untuk menonton film. Kenapa James bertingkah seperti ini sekarang? Mencium? Memeluk? Ya memang James sudah biasa melakukan itu pada Kezia, tapi entah kenapa Kezia merasa ada yang sedikit berbeda dari biasanya. James terasa jauh lebih hangat dan perhatian dibandingkan sebelumnya. "Kau mandi lah dulu James, tidak bagus mandi terlalu malam." Ujar Kezia lalu masuk kedalam kamarnya untuk memakai baju. "Aku dari tadi menunggu mu selesai, padahal di kamarmu sendiri ada kamar mandi. Kenapa kau mandi di kamar mandi tamu? Kau ingin menggoda ku ya?" "Dih! Hahaha tentu tidak. Kamar mandi kamarku lampunya rusak, jadi aku takut untuk mandi disitu. Gelap." Sahut Kezia dari dalam kamar. "Kenapa tidak bilang padaku?" "Lupa. Kau tau aku tadi buru-buru ke tempat Albert." Setelah memakai baju tidurnya Kezia berjalan ke ruang tamu dengan dua bungkus keripik kentang berukuran besar di pelukannya. "Kamu mau ini?" "Tidak, aku mau yang original, yang itu terlalu pedas." Ucap James. Kezia memberikan bungkusan keripik kentang yang James inginkan lalu bersandar di d**a bidang laki laki itu. "Hei, aku belum mandi loh?" "Belum bau kok." "Aku memang tidak pernah bau." "Hahaha. Ya kau memang laki laki paling wangi di dunia." James merentangkan tangannya lalu mengelus rambut Kezia dengan lembut dan penuh kasih sayang. Kezia terlihat sangat cantik bahkan tanpa riasan di wajahnya, kulitnya bersih dan tidak ada kerutan sama sekali. Bagaimana bisa perempuan yang selalu stress setiap hari memiliki wajah sebagus ini? Dunia memang tidak adil. "Kenapa kau melihatku seperti itu." Ucap Kezia bergeser dari d**a James lalu menatap mata laki laki itu. "Kau cantik." Ucapnya jujur tapi malah membuat Kezia jadi tersedak keripik pedas. "Hahahah. Ini minum!" Sahut James sambil tertawa. "Pedas sekali!!!" Sahut Kezia dengan air mata yang bercucuran, dasar James kurang ajar. Kenapa dia mengatakan itu tiba-tiba? "Sorry,sorry. Tapi kenapa juga kamu kaget begitu? Bukannya aku sering memujimu cantik?" "Jangan bicara!" "Alright madam." "Jadi bagaimana tadi di tempat Albert? Apa berjalan dengan lancar?" Ucap James sambil menyandarkan kepala Kezia kembali ke dadanya. "Aku meludahi wajahnya! Astaga aku benar-benar puas setelah melakukan itu." Sahut Kezia penuh semangat seperti anak kecil. Perempuan itu tertawa puas di depan James, melihatnya bahagia seperti ini sudah cukup untuk James, ya, dia tidak harus memiliki Kezia seutuhnya, hanya melihatnya tertawa seperti itu sudah mampu membuat James ikut bahagia. Seandainya sampai akhirpun Kezia tidak mencintainya sama seperti ia mencintai Kezia, James tidak akan merasa sedih, mungkin sedikit, namun asalkan Kezia bahagia, tidak apa. "Terus-terus?" Ucap James penasaran. "Dia hampir memukulku—" "Apa dia menyakitimu?" Tanya James khawatir. "No, I'm okay James." Jawab Kezia sambil tersenyum lembut. Perempuan itu menjauh dari James untuk mengambil remot TV di meja. "Devano datang tiba-tiba dan menghentikannya." "Devano? Bagaimana bisa dia disana?" "Dia membututiku. Serem banget kan James?" "Mulai sekarang jangan pergi kemana-mana tanpaku." Ucap James serius. Ya memang James tidak akan mempermasalahkan soal perasaan Kezia. Tapi dengan Devano Julio? Laki laki itu telah membuat Kezia harus menjalani hidup yang sangat berat seorang diri. Tentu laki laki tersebut sudah masuk ke dalam daftar hitam James Charless. Ia tidak akan membiarkan Devano mendapatkan Kezia kembali dan menghancurkan hidup perempuan itu untuk kedua kalinya. "Umm... Okay, sekarang kita mau nonton apa?" "Hari ini kamu yang memilih." Kezia memutuskan untuk memilih satu film super hero yang sedang hype saat ini. James tersenyum lalu mengacak-acak rambutnya yang basah. Untung saja dia tidak memilih romance, kalau tidak James pasti akan langsung tidur. "Ah iya James! Aku selalu lupa menanyakan hal ini padamu." "Apa?" "Bagaimana keadaan anak buah Devano yang menyekapmu kemarin?" Tanya Kezia dengan penuh rasa penasaran "Tiga orang tewas dan sebelas lainnya luka-luka tuan." Jawab Alvin pada Devano. Laki laki bermata tajam itu memandang Alvin dengan begitu menyeramkan, bagaimana menangkap satu orang saja memakan korban segini banyaknya? Siapa James itu sebenarnya? Bagaimana orang se-berbahaya ini berada di sisi kekasihnya. Kezia pasti tidak akan aman bersama monster pembunuh seperti itu. "Aku tidak percaya dia hanyalah seorang hacker. Hacker tidak akan memiliki kemampuan membunuh se-brutal ini." Ucap Devano sambil melihat foto tiga pengawalnya yang tewas di tangan James. "Saya sudah mengecek semua informasi tentangnya tuan. James Charless adalah seorang hacker yang lahir di Kaysersberg pada tanggal sembilan september 1984." "Aku tidak mau mendengar tanggal lahirnya Alvin! Kenapa semakin lama kau malah semakin bodoh!!" Amuk Devano. Laki laki itu memijat pangkal hidungnya, kepalanya benar-benar sakit melihat kinerja para anak buahnya yang tidak pernah sesuai dengan standarnya. "Cari informasi lain, aku sangat yakin laki laki itu bukan orang biasa." "Baik tuan!" Ucap Alvin lalu keluar dari kamar Devano. Tak lama kemudian terdengar suara ketukan dari pintu kamar Devano, Farah masuk ke dalam dengan sebuah piring berisi mie goreng kesukaan Devano. "Ada apa ma?" Ucap Devano lembut. "Kamu sudah makan? Ini mama masakin mie kesukaan kamu." "Makasih ma." Devano mengambil piring tersebut dan langsung memakannya. "Sudah lama kita tidak berbicara berdua seperti ini Dev." "Karena mama selalu bersama Ica." "Hahaha, dia sedang hamil sayang. Mama memang harus memperhatikannya, seharusnya kamu juga memperhatikan Ica sama seperti mama." Devano memutuskan untuk diam dan tidak membalas perkataan Farah, sebenarnya Devano tidak pernah mau bersikap kasar di depan Farah, ia takut ibunya itu menjadi sakit karena tingkahnya. Namun entah kenapa asal melihat wajah Ica, Devano tidak mampu mengontrol emosinya. Rasanya ia sangat ingin prempuan itu tersiksa sama seperti dirinya. "Sudah lah, mama tau kamu tidak suka kalau mama membahas Ica." "Bagaimana kabarmu nak? Apa kamu senang menjalankan perusahaan?" "Hm.. Kadang-kadang aku merasa lelah karena semua pegawai mama tidak ada yang bisa di andalkan." Farah tertawa mendengar jawaban anaknya. Devano memang terkenal sangat perfectionist, sebenarnya seluruh karyawan di kantornya sudah bekerja lebih baik dibandingkan dengan karyawan di perusahaan-perusahaan lain, tapi Devano tidak pernah mau menerima fakta tersebut sebagai alasan agar karyawan nya bisa bermalas-malasan. Dan karena hal itu juga, Devano berhasil mendapat julukan 'Devilano' dari karyawan-karyawan yang sering di semburnya dengan omelan setiap hari. "Tapi meskipun mereka masih jauh dibawah standar Devano, mereka sudah berusaha keras hingga perusahaan kita sekarang menjadi perusahaan bidang fashion terbesar nomor satu di Indonesia." Ujar Devano. "Tuh kan? Seharusnya kamu kasih hadiah dong buat karyawan-karyawan mu di perusahaan. Bisa-bisa mereka pergi meninggalkan kamu kalau kamu jahat seperti ini." "Ya, mama benar, mungkin weekend ini Devan akan memberikan mereka liburan ke bali." "Bukannya kejauhan kalau bali Dev?" "Hanya untuk karyawan yang memiliki performa baik ma, aku tidak sebaik itu memberikan seorang pemalas sebuah liburan mewah." "Hahaham iya Dev, mama menudukung semua keputusan kamu." "Kalau aku memutuskan untuk tidak menikah dengan I-" "Kecuali itu. Mama kembali ke kamar ya, kamu habisin makanannya." Ucap Farah lalu pergi meninggalkan anaknya. "Katanya akan mendukung semua keputusan ku" Gumam Devano. Beriringan dengan perkataan, telepon Devano berdering dan menampilkan pesan dari Angel disana. "HIDUPKAN TV MU SEKARANG! VAL DI KABARKAN TEWAS DI KAMARNYA." Cepat-cepat Devano menuruti perintah Angel, dan benar saja. semua channel di televisi Devano saat ini mengabarkan berita kematian salah satu produser ternama Indonesia yang ditemukan tewas karena overdosis narkoba di dalam kamarnya. Kenapa satu-satunya senjata Devano untuk mendepak Ica malah mati konyol seperti itu. Hal ini tidak bisa di biarkan, semakin lama cengkraman Ica pada Devano semakin tidak bisa dilepaskan. Kematian Val tentu sangat menguntungkan bagi Ica. Apa mungkin? Devano bergegas keluar dari kamarnya menuju kamar Ica dan menemukan perempuan itu berada di dalam sedang membaca majalah terbarunya. "Sedang apa kau?" "Kau buta?" Balas Ica, "Berikan aku handphone mu." Ucap Devano langsung mengambil telepon Ica di atas meja. "Aku tidak boleh melihat handphone mu, tapi kau boleh melihat handphoneku, hahaha, kau ini benar-benar adil ya?" Sarkasnya. Tidak ada riwayat panggilan yang mencurigakan "Tenang lah Dev, aku ini sangat mencintaimu, jadi aku tidak mungkin berselingkuh dengan siapapun." "Diam lah, Kau menjijikkan." Ucap Devano dingin lalu melempar telepon itu kembali pada Ica. Devano beranjak kembali ke kamarnya, ia tidak bisa berada di dekat Ica dalam kurun waktu yang lama. Bagi Devano, kamar Ica adalah neraka j*****m di rumah ini. Val tidak mungkin mati karena hal konyol seperti itu, dia bukan orang yang candu akan narkoba, dan hidupnya juga terlalu sempurna untuk ia tinggalkan begitu saja. Pasti ada seseorang yang sengaja membunuhnya. Dan satu-satunya tersangka yang muncul di kepala Devano adalah Ica. Dari dalam kamar, Ica tersenyum melihat kepergian Devano, Cepat juga dia mengetahui berita kematian Val, mari kita lihat. Apa lagi yang akan di lakukan Devano untuk menyingkirkan aku dari rumah ini. "Ah, senangnya~" Ucap Ica lalu tertawa pelan. *** "Aku hanya membuat mereka pingsan." Jawab James santai. "Berapa orang yang menangkapmu?" "Tidak banyak, hanya tiga orang." "Kau melawan tiga anak buah Devano sendirian?!" Sahut Kezia khawatir. "Tenang lah hahaha, aku ini jauh lebih kuat dari yang kau kira Key." "Hmm.. ya ya ya aku percaya denganmu." Tubuh James terbanting di atas jalan yang berbatu, terdapat empat belas orang dengan setelan hitam berdiri di depannya, kenapa Devano sampai mengirimkan empat belas orang hanya untuk membunuh seorang laki laki? Devano benar-benar meremehkan James ternyata. Laki laki itu tersenyum tipis lalu sekejap kemudian ekspresi wajahnya benar-benar penuh dengan ketakutan. Para anak buah Devano tertawa melihat reaksi yang di berikan James. Bagaimana laki laki pengecut ini berani membuat masalah dengan bos mereka? Selama setengah jam empat belas orang itu memukuli tubuh James yang terbaring di bawah mereka. Saat mereka sudah puas memukuli James. James bangkit berdiri dengan seringai menyeramkan di wajahnya. "Ah, sudah lama aku tidak melemaskan otot-ototku." "Bagaimana bisa dia masih hidup?" "Kalian tadi sedang apa? menggelitiki ku?" Ujar James dengan aura menyeramkan yang berbeda dari sebelumnya. "Sekarang giliran ku lah ya?" Ucapnya lalu langsung menghabisi orang-orang didepannya. "Tolong!" "Tidak! Ku mohon jangan bunuh aku!" "Ayo pergi dari sini! Dia ini orang gila!" "Ampuni kami." James tertawa puas saat melihat semua lawannya tergeletak lemas di tanah. Ya tidak buruk lah, sepuluh tahun ia tidak bertarung tapi masih mampu mengalahkan empat belas orang. Untung saja mereka membawa James ke sebuah tempat yang tidak berpenghuni, kalau orang-orang melihatnya bertarung tadi. Bisa-bisa dia masuk TV nanti. "Okey, sekarang cek keadaan Kezia." "Kalau Kezia sampai kenapa-kenapa aku akan langsung membunuh Devano dengan tanganku sendiri." Ucap James sambil menelepon Kezia. Mereka berdua terdiam cukup lama. Hanya ada suara TV yang memenuhi ruangan, James melihat mata Kezia yang mulai sayu karena mengantuk. Dengan lembut James menyisiri rambut Kezia menggunakan jari-jari tangannya. "Mau tidur huh?" Tanya James, Kezia mengangguk. "Tapi aku takut, kamar mandi ku gelap. Nanti kalau aku terbangun karena kebelet pipis gimana?" "Kamu mau pakai lampu kamar mandi kamarku dulu malam ini? Aku akan memasangnya ke kamar mandi mu." "Boleh?" "Tentu saja. Sebentar aku ambilkan lampunya." James kembali ke ruang tamu dengan sebuah lampu di tangannya, Kezia berjalan mengikuti James masuk ke kamarnya, bukannya langsung tidur Kezia malah terpaku melihat James yang sedang memasangkan lampu untuknya. "Kenapa kau melihat ku seperti itu?" Ucap James dalam kegelapan. "Bolehkah aku yang memasangnya?" Ucap Kezia penasaran. Saat ini raut wajah Kezia terlihat sama persis dengan Taylor kalau ia sedang penasaran akan sesuatu yang baru. "Boleh ya?" James mendengus sambil tertawa lalu turun dari kursi kecil yang menyanggahnya. "Hati-hati loh." Ucap James pada Kezia. "Kok kursinya pendek banget sih? Gak ada kursi lain apa ya?" "Udah pakai itu aja, dikit lagi beres kok." Ucap James saat lampu itu menerangi mereka. "Tuh kan bisa—" "EH JAMES!!" Sahut Kezia kehilangan keseimbangan. James yang tidak siap menangkap Kezia hanya mengorbankan dirinya sebagai bantal agar tubuh Kezia tidak terbentur lantai yang keras. Namun sayangnya, atau bisa juga untungnya, tubuh Kezia mendarat di atas tubuh James, di sertai dengan kecupan dari bibir Kezia yang tidak sengaja mencium bibir James. "AAAHH!!!" Sahut Kezia panik dibalas dengan suara tawa puas dari James. Senangnya dapat jackpot!! HAHAHAH.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN