"Aku lebih suka kamu yang seperti ini." Ucap Devano pada Kezia di depannya.
"Hah?"
"Ya, Kamu terlihat keren saat meludahi wajah Albert." Ucap Devano sambil tertawa terbahak-bahak.
"Untung saja aku tidak meludahi wajahmu juga."
"Bukannya dulu kamu sering melakukannya?" Goda Devano.
"Sejak kapan aku meludahi wajahmu?"
"HAHAHA, ternyata kepolosanmu tidak berubah sama sekali."
"Sudah lah Dev, apa kamu tidak sibuk dengan perusahaan mu? Kenapa kamu tidak pergi saja ke kantor?"
"Tentu aku menemuimu sekalian untuk membahas pekerjaan. Sekali dayung dua pulau terlampaui."
"Apa maksudmu?"
"Kamu pikir aku tidak tau siapa direktur K&T Corporation yang sebenarnya?" Ucap Devano santai sambil menyesap kopinya.
Kezia menatap mata Devano penuh amarah. Semua sudah terbongkar dan Kezia tidak akan bisa melepaskan dirinya dengan mudah dari Devano karena masalah pekerjaan. Big thanks to Ariella.
"Aku masih ada urusan lain, sebaiknya kamu membahas soal kerjasama sama itu dengan Ariella."
"Key." Ucap Devano.
"Apa?"
"Aku tidak akan mengharapkan lebih darimu. Tapi tolong izin kan aku menjadi temanmu. Sekedar teman saja gak—"
"Tidak bisa. Aku tidak ingin terikat lagi dengan mu Dev." Ucap Kezia jujur.
"Kenapa kau sangat menyebalkan?"
"Aku pun tidak tau." Ucap Kezia lalu meminum smoothies miliknya.
Mereka terdiam cukup lama sampai sebuah telepon masuk membunyikan dering handphone Kezia.
James.
"Kenapa James?" Ucap Kezia lalu pergi meninggalkan Devano.
James lagi, James lagi. Sebenarnya sepenting apa pria itu bagi Kezia. Kenapa dia sampai pergi meninggalkan Devano hanya untuk mengangkat telepon seperti itu?
"Aku harus pulang." Ucap Kezia dengan raut wajah khawatir.
"Ada apa?" Ucap Devano penasaran.
"Kenzie. Asmanya kambuh, aku harus mengecek kondisinya. Tolong antar aku Dev." Ucap Kezia hampir menangis.
Devano dengan cepat membawa Kezia pulang ke rumahnya. James yang tau bahwa Kezia dan Devano sudah berada di depan, langsung menggendong Kenzie masuk ke dalam mobilnya.
"Sebentar ya nak, sebentar lagi kita sampai."
"Dimana inhalernya?"
"Hilang ma, Taylor tidak tau Kenzie menyimpannya dimana."
"Aku sudah mencarinya di lemarimu tapi tidak menemukannya. Sepertinya Kenzie pernah kumat dan mengambil inhaler itu tanpa sepengetahuanmu."
"Bisakah kamu lebih cepat Dev?! Anak ku bisa mati kalau kau lamban seperti ini!"
"Hei! Kenzie itu juga anak ku, aku juga tidak mau dia kenapa-kenapa Key. Lebih baik kamu diam dan jangan mengganggu fokusku." Ucap Devano tak kalah galak.
Sesampainya di rumah sakit, James langsung berlari membawa Kenzie masuk kedalam rumah sakit untuk mendapatkan penanganan.
"Kemari lah." Ucap Devano menarik tangan Kezia yang terlihat sangat ketakutan. Seluruh tubuhnya bergetar hebat, bahkan tak jarang ia meneteskan air mata di pipinya. Perempuan itu benar-benar khawatir terjadi apa-apa dengan putra kesayangannya itu.
Tubuh tegap Devano mendekap Kezia dalam pelukannya tepat di hadapan James, perasaan tenang mulai menyelimuti hati perempuan itu, rasa aman yang sudah tidak pernah di rasakannya lagi dari Devano kini kembali menggenapi ruang kosong di hatinya.
"Kenzie akan baik-baik saja. Dia anak yang kuat. Sama sepertimu." Ucap Devano lalu mengecup puncak kepala Kezia.
James memutuskan untuk duduk di deretan kursi tunggu tepat di depan ruangan dimana Kenzie di tangani. Tangannya terlipat di depan d**a, ciri khas James saat merasa khawatir, meskipun terasa sakit saat melihat Kezia mulai tenang karena Devano ada di sisinya, tapi rasa khawatirnya terhadap kondisi Kenzie membuat James tidak terlalu mempedulikan hal itu. Mungkin memang tidak akan ada ruang di hati Kezia untuknya, tanpa Kezia ketahui, selama ini tempat itu selalu di isi oleh kehadiran Devano. Karena itu lah ia tidak pernah mampu menerima orang baru untuk membahagiakannya.
Perhatian mereka teralih saat dokter yang menangani Kenzie keluar dari ruangannya.
"Kenzie tidak apa-apa, kalian bisa menemuinya."
"Terima kasih." Ujar Kezia dengan tangisan bahagia.
Perempuan itu bergegas masuk lalu memeluk anaknya.
"Mommy kok nangis sih? Kenzie gak kenapa-kenapa tau, ya elah cuma asma doang loh mom." Ucap Kenzie lemas.
"Lain kali jangan pernah ambil inhaler kamu tanpa sepengetahuan mommy. Okay?"
"Sorry mom. Kenzie gak akan kaya gitu lagi."
"Kamu buat repot aja sih Ken!" Sahut Taylor dengan mata sembab habis menangis.
"Mukamu jelek banget Tay. Hei, kenapa laki laki jahat ini ada disini?" Ucap Kenzie saat melihat kehadiran Devano.
"Syukurlah kamu sudah kembali seperti biasa." Ucap Devano lega namun sedikit kesal karena ucapan pedas anaknya itu.
"Terima kasih James." Ucap Kezia lalu memeluk James.
"Seandainya tidak ada kamu, aku tidak—"
"Ssshh! Kenzie sudah tidak apa-apa. kamu tidak perlu menyalahkan dirimu sendiri." Ucap James lembut.
Kezia melepaskan pelukannya dari James, Kezia memang selalu seperti ini, kalau menyangkut Kenzie dan Taylor, Kezia pasti akan memeberikan respon yang sedikit lebih lebay dibandingkan dengan ibu-ibu lainnya. Karena sebagai seorang single parent, Kezia menganggap anak-anaknya ini adalah satu-satunya harta yang ia miliki, hanya Kenzie dan Taylor lah yang selalu menemani dan menghibur Kezia saat seluruh dunia meninggalkan dirinya.
Seluruh harta kekayaan yang di miliki Kezia tidak akan ada harganya jika dibandingkan dengan nyawa Kenzie dan Taylor.
"Sepertinya kau bisa pulang. Mulai dari sini aku yang akan mengurus Kezia dan anak-anak." Ucap James dingin pada Devano.
Laki laki itu terpaksa menahan nafsunya untuk membunuh Devano, setelah membuang Kezia begitu saja, berani-beraninya laki laki ini menyuruh anak buahnya untuk membunuh James atas dasar cemburu. Di mata James, Devano adalah orang yang paling tidak tau diri yang pernah ia temui.
"Siapa kau berani mengaturku?"
"Siapa kau tidak bisa di atur? Pulang sana! merusak pemandangan saja." Ucap Kenzie membalas Devano.
Oke, Devano junior beraksi.
James berusaha menahan tawanya saat Kenzie ikut membela dirinya, ekspresi kaget Devano saat ini benar-benar menyenangkan hati James.
Mampus kau hahaha.
"Pulang lah, Dev, kita akan membahas tentang pekerjaan di lain waktu. Terima kasih sudah membantu ku hari ini." Ucap Kezia.
Devano mengangguk pasrah lalu berjalan keluar dari ruangan tempat Kenzie di rawat.
Beberapa saat setelah Devano pergi, Taylor mendekati Kezia dan izin untuk pergi ke toilet.
"Mom, Tay mau pipis. Taylor pergi ke toilet dulu ya."
"Mau om temani?"
"Ew! NO! Oom kan cowo, gak boleh ke toilet perempuan!"
"Ya sudah mommy yang temani ya?" Ucap Kezia, Taylor menggeleng.
"Mommy temani Kenzie saja, Taylor juga sudah tau kok dimana toiletnya. Tadi Taylor melihatnya waktu kita berlari masuk."
"Okey, hati-hati ya sayang. Ini bawa telepon mommy, kalau nanti kamu nyasar, langsung telepon uncle James."
"Okey mom!"
Dengan buru-buru Taylor keluar dari ruangan dan langsung berlari ke arah Devano.
"Thank you daddy!" Ucap Taylor sambil memeluk Devano dari belakang.
Devano membalikkan badannya dan melihat anak perempuan kesayangannya berdiri disana dengan senyuman tulus.
Berbanding terbalik dengan ujaran kebencian Taylor terhadap Devano yang sering ia ucapkan pada Kenzie. Hati Taylor berkata lain. Rasa sayangnya terhadap sang ayah ternyata jauh lebih besar dibandingkan rasa bencinya selama ini.
Hampir saja Devano menangis di depan anak perempuannya ini. Rasa haru, rindu dan bahagia tercampur aduk dari dalam hatinya. Walaupun Kenzie selalu menolaknya, setidaknya Taylor masih mau berbesar hati dan mengakuinya sebagai ayah mereka.
"Sama-sama sayang." Ucap Devano membalas pelukan Taylor.
"Kenzie berlaku seperti itu untuk melindungi mommy, selama ini dia selalu seperti itu dad, tapi Kenzie pernah bilang ke Tay, kalau dia tidak akan membiarkan siapapun mengganti posisi daddy di hati mommy."
"Kenzie juga sayang sama daddy. Jadi daddy jangan sedih ya kalau Kenzie jahat sama daddy. Itu cuma akting." Ucap Taylor lembut.
Devano tersenyum, ia benar-benar terhibur dengan perkataan Taylor, ternyata masih ada celah baginya untuk membawa Kezia dan anak-anaknya kembali dalam hidupnya. Dan dia tentu tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu begitu saja.
Daddy akan membawa kalian kembali Tay, daddy berjanji.
***
"Darimana saja kamu?" Ucap Ica yang sudah menunggu kepulangan Devano.
Devano menatap Ica malas lalu melenggang pergi ke kamarnya di ikuti oleh Ica.
"Kenapa kamu membuat masalah seperti itu Dev?! Kamu tidak peduli dengan image perusahaan mu? Bagaimana jika para investor tau kalau mereka menanamkan saham mereka di sebuah perusahaan yang di pimpin oleh tukang selingkuh sepertimu!"
"Hari ini aku sudah sangat bahagia jadi tolong jangan merusaknya."
"Apa maksudmu?! Kau berselingkuh dengan siapa lagi Dev?"
"Selingkuh? Kau kira siapa dirimu ini?"
"Aku ini calon istrimu! Ke—"
"SEJAK KAPAN?!" Sahut Devano penuh amarah.
"Dev?" Ucap Farah yang ikut masuk ke dalam kamar.
Ica langsung menangis tersedu-sedu di hadapan Farah, berharap wanita berhati lembut itu akan membelanya dan memarahi Devano.
"Oh tidak, jangan keluarkan kemampuan beraktingmu itu di depanku." Ucap Devano.
"Ma.." Lirih Ica.
"Kau benar-benar menjijikkan." Gidik Devano.
"Ada apa ini Devano? Kenapa kamu selalu membuat Ica menangis, hal ini akan berdampak buruk terhadap janin Ica."
"Ya mama benar. Ja-nin I-ca. Bukan anak Devano, jadi aku sama sekali tidak peduli." Ucap Devano penuh penekanan.
"Kenapa kau selalu saja seperti ini Dev, apa yang kurang dari ku sampai kau tidak pernah berlaku baik pada ku?"
"Tidak ada Ca." Jawab Devano.
"Kau cantik, pintar, citramu bagus, dan banyak sekali laki laki di luar sana yang menginginkan mu. Tapi bukan aku. Satu-satunya wanita yang aku inginkan di dunia ini hanyalah Kezia. Jadi sesempurna apapun kau. Aku tidak mau bahkan tidak akan pernah mau mencintaimu."
Ica terdiam di hadapan Devano.
"Sekarang tolong keluar. Astaga, kau memang selalu berhasil merusak kebahagiaanku."
"TIDAK!" Jerit Ica.
"Aku ini juga mengandung anak mu Dev, bukan hanya Kezia yang memiliki keturunan dari mu. Tapi aku juga! Setidaknya buka hatimu sedikit untuk ku, aku berjanji akan membahagiakanmu. Toh bulan depan pernikahan kita ak—"
"DIAM ICA!"
"Sebelum pernikahan itu terjadi, aku akan membuktikan anak yang kau kandung ini adalah anak hasil hubungan gelapmu dengan si tua bangka Val itu!"
"KELUAR!!!" Amuk Devano didepan kedua perempuan itu.
Farah cepat-cepat membujuk Ica untuk keluar dari kamar anaknya sebelum Devano kembali menyakiti Ica seperti biasa.
"Kamu yang sabar ya Ica, hati Devano memang sulit untuk di miliki, tapi kalau kamu bersabar mama yakin, Devano akan mulai mencintaimu." Ujar Farah menyemangati calon menantunya itu.
Kalau memang Val akan menghalangi cinta kita. Maka aku juga tidak akan segan-segan untuk menyingkirkan dia dari dunia ini Dev.