Mengapa Tuhan tak Adil?

1165 Kata
Perlahan mobil Rayyan menepi, halaman sekolah terlihat ramai dengan mobil dan motor yang terparkir rapi. Terlihat banyak peserta ujian dan orang tua masing-masing menunggu tes wawancara yang akan dimulai pada pukul delapan. "Thanks ya, Bro, sudah ngantar," ujar Zidan. "Santai, Bro. Justru saya yang terima kasih, berkat penjelasan tadi saya akhirnya tertarik sekolah di sini," balas Rayyan penuh semangat. " Semoga lulus ya," lanjutnya lagi. "Aamiin," sahut Zidan. "Terima Kasih, Nak Rayyan. Maaf jadi ngerepotin," ucap Ummi Romeesa. "Gak ngerepotin, kok, justru saya yang harus terima kasih sudah diberi pencerahan," ucap Rayyan merendah. Dari penampilannya yang cuek, ternyata Rayyan anak yang santun. Baru kali ini mereka bisa sedekat ini berbagi cerita padahal sudah lama bertetangga. "Oh, ya. Setelah ambil formulir pendaftaran, saya lanjut dulu, ada urusan," pamit Rayyan. "Iya, Bro. Hati - hati di jalan," Zidan mengulurkan tangan, mereka bersalaman dengan tangan dikepal ala anak muda zaman sekarang. " Assalamualaikum," ucap Rayyan lalu melangkah ke ruangan tempat pengambilan formulir untuk gelombang kedua. "Waalaikumsalam," balas Ummi Romeesa, Zidan dan juga Zakia. Sambil menunggu antrian, mereka duduk di kursi yang telah disediakan di depan ruang tes wawancara. Tak berselang beberapa menit kemudian, satu persatu calon siswa dan orang tuanya memasuki ruangan, ada beberapa calon siswa hanya didampingi oleh ayah saja ataupun ibunya saja, sama seperti Zidan didampingi oleh ibunya. Baru pertama kali tes seperti ini diikutinya membuat Zidan sedikit nervous. Sebelum memulai interview, ada dua lembar pertanyaan yang harus diisi oleh orang tua dan wali calon siswa. Dengan teliti Ummi Romeesa menulis jawaban sampai selesai. Akhirnya tiba juga giliran Zidan, namanya disebut oleh seorang wanita berkerudung lebar berwarna coklat dengan ramah mempersilahkan Zidan dan Ibunya untuk duduk. "Bismillahirrahmanirrahim ...," pewawancara memulai dengan memperkenalkan diri terlebih dahulu. Tanya jawab mengalir dengan hangat diselingi dengan candaan ringan, tak seperti yang dibayangkan Zidan sebelumnya kaku dan canggung. Hingga sampai pada pertanyaan mengenai persoalan finansial orang tua. Ummi Romeesa menjadi cemas saat orang yang dihadapannya memaparkan kewajiban yang harus dilaksanakan setiap bulan. Zidan pun terlihat pasrah, matanya tertuju pada lembar - lembar kertas yang ada dihadapannya. "Jika dilihat dari nominal yang harus dibayar, rasanya berat, tapi bukannya gratis jika mendaftar lewat jalur tahfiz?" batin Ummi Romeesa, ingin rasanya menanyakan perihal Gratis untuk penghafal Al-Quran, tapi urung dilakukannya, dia lebih baik menunggu penjelasan selanjutnya dari pada banyak bertanya. "Untuk jalur tahfiz, memang kami memberikan kesempatan secara gratis untuk bersekolah di sini dengan harapan generasi yang nantinya akan bekerja di dunia kedirgantaraan adalah mereka yang hafal Al - Qur'an tapi - " Wanita berkacamata ini menjeda ucapannya, dengan rasa was - was Ummi Romeesa dan Zidan menunggu kelanjutannya. "Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi," lanjutnya. "Apa syaratnya?" tanya Ummi Romeesa. "Pertama, kedisiplinan seperti tepat waktu ke sekolah, cara berpakaian dan mengikuti kegiatan ketarunaan di sekolah ini, juga termasuk kehadiran, selanjutnya - " papar si pewawancara hingga selesai. "Jadi kami berharap Zidan sanggup menyelesaikan hafalan Al-Qurannya di kelas XII nanti sebelum tamat." "Insya Allah, Aamiin," ucap Zidan, Ummi Romeesa turut mengaminkan. Kurang lebih tiga puluh menit bertatap muka dengan wanita berkacamata itu, dia memberitahukan bahwa info selanjutnya akan diposting pada website dan akun Fanpage f*******: sekolah dan akhirnya proses wawancara pun selesai. ***Nly*** Panas matahari mulai terasa, mereka mempercepat langkahnya menembus terik menuju jalan raya untuk kemudian naik pete - pete atau angkot untuk pulang ke rumah. "Ummi, enak ya jadi orang kaya. Mau apa - apa tinggal ambil," ucap Zakia yang duduk di depan bersama Ummi Romeesa. Karena Zakia masih kecil, jadi masih muat untuk duduk berdua di kursi depan. Dia memang lebih suka memilih duduk dijok depan jika kosong saat menumpang kendaraan umum, lebih aman dan tak bercampur dengan yang bukan mahrom saat duduk di belakang. "Kok, Zakia ngomong gitu?" "Tuh, buktinya Kak Rayyan, mau daftar tinggal daftar ajah, gak mikir masalah biayanya," Zakia tersenyum membayangkan enaknya punya banyak uang. "Ya, Alhamdulillah. Itu sudah rezekinya Kak Rayyan," "Umm, Aku juga mau jadi orang kaya," celetuk Zakia. "Aamiin, semoga anakku ini rezekinya banyak dan berkah," doa Ummi Romeesa, dan diaminkan oleh Zidan. "Tapi, Ummi. Kok, kita dikasih rezekinya sama Allah gak sama seperti yang lain, punya banyak duit, punya motor, dan mobil. lah kita motor pun tak punya. Katanya Allah Maha adil?" Zakia cemberut, membuat muka terlihat menggemaskan. "Allah SWT memang Mahal Adil," ucap Ummi Romeesa. "Adil - nya Allah dimana, Ummi?" tanya Zakia dengan gestur membuka kedua telapak tangannya. "Allah sudah membagikan banyak nikmat atau rezeki kepada hambanya, ada yang diberikan rezeki berupa kekayaan, ada yang diberi rezeki selalu sehat, ada juga nikmat ketenangan, dan masih banyak lagi nikmat atau rezeki yang sudah diberikan Allah pada hambanya, hambanya saja yang kadang tidak menyadari atau tidak bersyukur," terang Ummi Romeesa menatap buah hatinya dengan tersenyum hangat. Zakia terdiam mendengar perkataan Umminya, dibenaknya mencari - cari rezeki apa saja yang sudah diberikan Allah. "Ada satu nikmat Allah yang paling harus kita syukuri, Zakia tahu gak? coba ditebak!" pinta Ummi Romeesa. "Ehm, apa ya?" Zakia menyerngitkan kedua alisnya. "Punya keluarga yang sayang sama Zakia," jawab bocah yang masih sekolah di ibtidaiyah. "Itu juga termasuk rezeki, tapi ada satu yang paling penting, nikmat Allah yang paling utama tapi banyak orang yang lupa mensyukurinya," pertanyaan Ummi Romeesa membuat Zakia makin penasaran. "Coba deh, Zakia pikir sendiri," ucap Ummi Romeesa. "Pas deh, Ummi, sudah penasaran nih," Zakia nyengir, tak sabar ingin tahu jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan Umminya. "Zakia rajin sholat kan?" "Insya Allah, rajin!" jawab Zakia "Rajin baca Alquran?" "Tiap hari, Ummi." "Puasa di bulan ramadhan?" "Alhamdulillah, bulan Ramadhan tahun ini gak ada yang bolong," terbersit rasa bangga di hatinya. "Nah, Zakia rajin sholat, tiap hari baca Al - Qur'an, bela - belain lapar dan haus di bulan ramadhan, itu semua karena apa?" tanya Ummi Romeesa, menatap hangat kedua bola mata putri kesayangannya. "Karena perintah Allah," jawab Zakia polos. "Kita melaksanakan shalat, baca Al-Quran, tidak makan makanan yang haram, berpuasa karena Allah memberikan kita nikmat, namanya nikmat?" Zakia bergeming menunggu jawaban Umminya. "Nikmat?" "Nikmat iman!" Itulah rezeki yang paling wajib disyukuri, tapi banyak lupa. Coba bayangkan kalau kita gak punya iman, apa jadinya hidup kita? Bisa - bisa kita gak takut lagi berbuat dosa," tutur Ummi Romeesa. "Benar juga ya, Ummi." Zakia menatap Umminya. " Untung ada Ummi yang mengingatkan," tambah gadis kecil itu lagi. "Zakia harus banyak bersyukur, tahu caranya bagaimana supaya banyak bersyukur?" Tanya Ummi Romeesa. "Ucapkan banyak Alhamdulillah," jawab Zakia. "Lalu?" "Tidak mengeluh," "Apalagi?" "Ehm, apalagi ya?" pikir Zakia, jarinya mengetuk pelan pelipisnya. "Caranya agar selalu bersyukur dengan selalu melihat ke bawah," jawab Ummi Romeesa. "Melihat ke bawah? maksudnya Ummi?" tanya Zakia menunduk ke bawah, diusianya yang masih anak SD, dia belum paham banyak bahasa kiasan. "Ada orang yang hidupnya lebih susah dari kita. Saat kita bisa tidur dengan nyenyak, bisa makan setiap hari, masih bisa sekolah. Di luar sana banyak orang yang tak punya tempat tinggal, ada orang yang cari makan saja susah, ada juga yang tidak bisa sekolah. Zakia paham kan?" terang Ummi. "Iya, paham, Ummi," Zakia mengganguk lemah, matanya telah sayu, tampaknya sudah mulai lelah dan akhirnya tertidur di pangkuan Umminya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN