Wajah Zidan tampak murung, kepikiran omongan ibu temannya, Ibunya Rayyan.
Dilema menghinggapi benak dan hatinya. Entah kenapa dia begitu jatuh cinta pada sekolah semi ketarunaan itu, namun di sisi lain tak ingin membebani Umminya.
"Ummi," panggil Zidan.
"Kok, mukanya gitu?" tebak Ummi Romeesa melihat Zidan tak bisa menyembunyikan kegalauannya.
"Zidan berubah pikiran, Ummi. Mau masuk pondok Al - Asri saja. Di situ kan gratis, Insya Allah saya berusaha untuk lulus tes masuk di pondok itu. jadi tak perlu Ummi pikirkan biayanya.
" Zidan tertunduk tak sanggup menatap Ibu yang telah melahirkannya.
"Jangan pikirkan omongan orang, Insya Allah, Ummi masih mampu membantu Zidan mewujudkan cita-cita sesuai keinginanmu," tebak Ummi. Zidan berubah pikiran karena omongan tetangga sebelah.
"Tapi Umm," sela Zidan,
"Satu lagi, kamu memang mendaftar di sekolah itu lewat jalur tahfiz agar biaya yang harus dikeluarkan tidak banyak seperti pembayaran pada umumnya tapi bukan berarti kita berharap yang gratisan terus, ingat tangan di atas akan selalu lebih baik dari pada tangan di bawah.
Sekali pun nanti SPP mu gratis, kalau Ummi punya rezeki saya berniat menyumbang ke yayasan itu," terang Ummi Romeesa panjang lebar, dia tak mau anaknya bermental gratisan atau bermental miskin meskipun keadaan ekonomi keluarganya masih pas - pasan.
"Iya, Ummi maafin Zidan," sesal anak lelakinya.
"Ya sudah ke mesjid gih, hampir maghrib tuh." Jari Ummi Romeesa menunjuk ke arah jam dinding.
"Ingat, besok jadwal tes wawancaranya jam delapan." Tambah Ummi lagi.
Sambil menunggu pelanggan yang datang maupun lewat pesan on line, Romeesa menyentrika pakaian Zidan yang akan dipakainya besok.
Lafadz istighfar tak berhenti terucap di lidahnya, memperbanyak mengucapkan Astagfirullah akan mempermudah datangnya Rezeki.
Jasa laundry-nya buka sampai jam sepuluh malam.
Lingkungan tempat tinggalnya sekarang memang cukup aman dan nyaman, tak seperti di rumah kontrakan sebelumnya, harus tutup menjelang maghrib.
Lingkungan tempat tinggalnya yang dulu tak ramah, anak - anak muda yang suka nongkrong dan mabuk-mabukan membuatnya khawatir apalagi hanya tinggal bertiga dengan anak - anaknya yang masih kecil.
Belum godaan dari bapak - bapak yang tak ada akhlak dan cibiran tetangga karena statusnya tanpa suami.
Mungkin ini semua hikmah dari cobaan yang dialami Romeesa, ketika rumahnya yang di kampung kebakaran dan di saat yang sama rumah kontrakannya yang di kota kebanjiran.
Nelangsa tentu saja, semua harus dibangun kembali dari nol, namun dengan ittaqillah Romeesa yang kuat, dia percaya harta benda hanyalah titipan yang bisa diambil sewaktu-waktu oleh pemilik-Nya dan akan digantikan dengan yang lebih baik.
Selama tinggal di kontrakan yang baru yang berlingkungan pesantren, komplek ini memang di kelilingi banyak pondok yang menghafal dan mendalami Al Qur'an.
Suasananya memang berbeda jika selalu dekat dengan Al Qur'an, hidupnya merasa lebih tenang.
Pergaulan anaknya pun juga lebih baik, apalagi Zidan dipercayakan menjadi Muadzin dan membantu belajar mengaji anak - anak di mesjid dekat rumah.
***
[CLOSED sampai siang. Harap Maklum! ditambah dengan emot senyum]
Sebuah tulisan tangan dengan spidol di atas kertas HVS ditempel depan pagar.
"Semoga langganan laundry tak kabur ke tempat lain."
" Astagfirullah, huh kebiasaan, mikir apa saya barusan. Rezeki sudah diatur, tertakar dan tak mungkin tertukar," gumam Romeesa menyesal.
Lalu bergegas kembali masuk ke dalam rumah.
Zakia dan Zidan sudah selesai sarapan, setelah memastikan semua jendela sudah terkunci, Ummi Romeesa mengajak anak - anaknya duduk di sebentar di sofa.
"Zidan, sebelum berangkat berdo'a dulu dan bayangkan kamu lulus dan menjadi salah satu siswa di sekolah favorit itu," pinta Romeesa.
"Bismillahi tawakkaltu walahaula wa lakuwwataillabillah," ucap Ummi Romeesa dan anak-anaknya sebelum keluar rumah.
Tes wawancara Zidan pukul delapan, Zakia turut serta dibawa karena hari sabtu sekolahnya libur.
Ummi Romeesa tak mau meninggalkan putri solehahnya seorang diri di rumah, padahal Zakia sudah bisa menggantikan Umminya menerima pakaian kotor dari pelanggan atau sekedar menunggu pelanggan yang datang.
Namun dari pada kepikiran, mending Zakia kubawa serta, dia juga tak bersekolah di hari sabtu.
"Tumben, Laundry-nya tutup, padahal aku mau minta tolong dicuciin soalnya mesin cuci di rumah lagi rusak," cegat Bu Fauziah depan pintu pagar dengan membawa sekantong besar pakaian kotor.
"Iya, lagi tutup. Soalnya mau ke sekolahnya Zidan buat tes Wawancara," jawab Romeesa mengunci pagar, kedua sudut bibirnya melengkung ke atas, rona bahagia terpancar dari wajahnya yang manis.
"Oh gitu!" Bu Fauziah santai dan berusaha menyembunyikan kegalauannya karena Rayyan tak lulus tes ke tahap berikutnya.
"Mari - " Romeesa hendak pamit, namun lagi - lagi Bu Fauziah melontarkan pertanyaan.
"Yakin?, rezeki, kok, ditolak! pamali loh," tambahnya.
"Gak ditolak, Bu. Entar siang saya jemput cuciannya, gimana?" Jawab Romeesa, tawaran Bu Fauziah memang menggiurkan tapi dia yakin.
Tapi kalau memang sudah rezeki tak akan kemana, yang paling penting sekarang adalah Zidan.
"Loh, maunya cuci ekspres. Soalnya mau dipake entar malam," Bu Fauziah nyengir, beralagak ramah.
"Maaf ya Bu, tapi memang sekarang lagi gak bisa. Soalnya tes wawancaranya harus bareng dengan wali atau orang tua," Romeesa menarik tangan Zakia dan Zidan mengikutinya.
Langkah kakinya dipercepat, segera menjauh dari tetangganya itu.
"Sok banget sih, kayak sudah kaya aja! nolak rezeki!" umpat Bu Fauziah, menatap kesal karena merasa diabaikan Romeesa.
"Tiit," suara Klakson mobil berhenti sejenak di dekat Bu Fauziah.
"Ma, jalan dulu ya, cuma bentar kok, Assalamu'alaikum," ucap Rayyan dari balik jendela mobil.
"Ehm, hati - hati! waalaikumsalam," sahut Bu Fauziah, meski perasaannya masih kecewa dengan Rayyan karena tak lulus masuk SMK Penerbangan.
Rayyan menepikan mobilnya saat melihat Zidan dan ibunya serta adiknya berjalan menuju gerbang komplek, lagi - lagi dia menawarkan tumpangan.
"Mau pada ke mana?" tanya Rayyan santun pada mereka bertiga.
"Mau ikut tes wawancara, kamu gimana?" sahut Zidan.
"Saya antar ya?" Rayyan menawarkan bantuan.
"Gak usah repot - repot, nak. Kami naik angkot saja." Ummi merasa tidak enak, apalagi sosok Bu Fauziah masih berdiri di sana berkacak pinggang dengan muka jutek dan mulut masih ngedumel gak jelas.
"Gak repot, kok. Tante. Kapan lagi saya bisa bantu?" ucap Rayyan penuh harapan.
Ummi Romeesa dan Zidan masih ragu dan melihat satu sama lain, sementara di depan rumahnya Bu Fauziah masih berdiri dengan wajah dongkol level paling tinggi.
Rayyan lalu membuka pintu mobil.
"Gak usah dipikirin omongan mama saya," ujar Rayyan santai, seolah menerka isi kepala Ummi Romeesa dan anak-anaknya.
"Beneran kamu gak lulus ke tahap tes wawancara?" tanya Zidan membuka percakapan saat mobil mulai melaju.
"Belum rezeki," pasrah Rayyan.
"Sebenarnya saya pengennya masuk SMK lain tapi mama saya maunya daftar ke SMK Penerbangan," Ujar Rayyan seolah curhat.
"Pasti mama kamu punya alasan kenapa harus masuk SMK penerbangan," ucap Ummi Romeesa yang duduk di jok belakang bersama Zakia.
"Iya sih, tante. Mama gak mau aku pergi lama dan pulangnya sekali setahun.
Katanya gak sanggup berpisah lama-lama," ujar Rayyan tersenyum, tak ada rasa sedih terbersit sedikit pun di wajahnya karena tidak lulus tes.
"Bisa jadi pilihan orang tuamu lebih baik dari pilihan kamu sekarang," ucap Ummi Romeesa dengan bijak.
Teringat sebuah ayat Al Qur'an, persisnya dia tidak begitu hafal, yang artinya
[ boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.Q.S Al-Baqarah ayat 216 ].
"Masih ada kesempatan, kok!" seru Zidan.
"Ah, masa sih?"
"Iya, setelah tes ini dibuka gelombang kedua. Daftar aja Bro, kali ini pasti lulus!"
"Iya, deh. Semoga Mama senang dengarnya,"
"Mama kamu pasti punya pertimbangan lain, kenapa dia mau kamu daftar SMK Penerbangan.
Bisa jadi karena daerah kita dekat Bandara jadi peluang untuk bekerja di sini pasti lebih besar," lanjut Romeesa.
Bandara Sultan Hasanuddin Sulawesi - Selatan memang terletak di daerah Maros.
"Betul banget tuh, tante. Kok, aku gak kepikiran ya?
" Rayyan makin bersemangat untuk kembali mendaftar.
"Apalagi SMK Penerbangan satu-satunya di sini, ya tampil beda lah, bukan cuma penampilannya ajah yang keren tapi juga mata pelajarannya." tambah Zidan, membuat Rayyan makin antusias.
"Emang pelajaran apa saja?"
"Pastinya lain dari yang lain."
"Apa ajah?" Rayyan makin penasaran.
" Di situ kita belajar tentang perawatan atau perbaikan rangka dan mesin pesawat, keren kan?"
"Wah, bener, Keren! beda dari yang lain."
"Saya sekalian deh ambil formulir lagi,"
"Yang paling penting, di sekolah itu kegiatannya religius banget. Sebelum Belajar sholat Dhuha dulu, biasanya berjamaah."
Rayyan mengangguk - angguk mendengar Zidan bertutur.
"Lalu literasi Al - Qur'an, ada kok postingannya. Kadang juga akun Facebooknya live, " lanjut Zidan.
"Nah ada lagi yang tak ada di sekolah lain."
"Apa tuh, Bro?" Rayyan memasang kuping.
"Bagaimana melatih mental dan mengasah kemampuan berbicara kita di depan umum,"
"Wow, berdiri depan kelas aja sudah grogi," mereka kembali tertawa.
"Setelah ba'da sholat dhuhur, ada tauziah."
"Ceramah maksudnya?"
"Ya, semacam itulah tapi durasi waktunya lebih singkat, orang biasa bilangnya kultum, kuliah tujuh menit."
"Yang ceramah siapa? Ada ustadz gitu?"
"Bukan!"
"Trus siapa dong?"
"Yang ceramah itu, ya siswa - siswinya. Bergilir setiap hari, sudah ada jadwalnya."
"Ah, yang bener? berdiri depan kelas dan diam ajah sudah gemeteran, lah ini disuruh bawa ceramah," Rayyan menggaruk kepala.
"Ya disitulah kelebihannya, mental kita dilatih untuk berani berbicara di depan orang banyak, sekalian menambah ilmu agama. Jadi salah satu metodenya ya dengan ceramah atau tauziah itu,"
"Ehm, hebat juga ya." Rayyan makin tertarik.
"Oh ya, siap - siap ya Bro, jadi inspektur upacara,"
"Hah? Inspektur Upacara?"
"Iya, di SMK ini siswa juga jadi inspektur upacara,"
"Yang pernah sih, jadi pemimpin upacara. Gimana rasanya ya jadi Inspektur upacara. Apalagi saat membawakan amanat, ngomong apa ya?"
"Tenang, Bro. Pasti diajarin tuh, kalo orang lain bisa, masa kita tidak bisa." ucap Zidan bersemangat.
Ummi Romeesa yang mendengar percakapan mereka bangga, ternyata Zidan tak hanya sekedar ikut - ikutan, sudah ditelusuri rupanya sekolah yang sangat dia favoritkan.
"Dan bukan itu saja, Kalau Latihan baris berbaris sudah pasti, ekstrakurikuler pun tak kalah keren, juga ada Perguruan bela diri Tapak Suci," tambah Zidan.
"Sepertinya kamu sudah tahu banyak tentang sekolah itu!"
"Iya, saya follow akun Facebooknya [ SMK Penerbangan An - Nas Mandai Maros], kegiatannya selalu mereka posting."
"Ok, entar aku follow juga,"
"Di sana banyak juga loh siswanya yang dari luar daerah, tentunya yang datang dari jauh ada yang tinggal asrama atau boarding school, ada juga yang nge kost dekat sekolah,"
"Wah, makin banyak teman dong!"
"Pastinya,"
"Iya juga, kalo masuk sekolah umum, pasti teman-teman itu - itu aja, mulai sejak SD, SMP sampai jadi kakek - kakek temannya itu - itu saja! " kelakar Rayyan.
"Ah gak gitu juga kali," Rayyan dan Zidan terbahak-bahak, Ummi Romeesa dan Zakia tersenyum hangat melihat keakraban mereka.
"Sudah hampir sampai, sudah banyak peserta yang lain," Ucap Zidan.
"Semoga sukses ya Bro. Do'ain ya tante, saya lulus di gelombang kedua," Pinta Rayyan menoleh ke Ummi Romeesa.
" Aamiin, InsyaAllah, pasti tante do'akan, kali ini harus yakin kamu pasti lulus di gelombang kedua." ujar Ummi Romeesa