bc

Lelaki di Balik Pintu 45

book_age18+
1
IKUTI
1K
BACA
revenge
dark
HE
friends to lovers
badgirl
kickass heroine
boss
stepfather
single mother
heir/heiress
drama
sweet
bxg
serious
city
office/work place
civilian
like
intro-logo
Uraian

Kayla Arindya hanyalah karyawan magang biasa.

Tapi hidupnya berubah saat secara tak sengaja dikirim ke Lantai 45—lantai misterius tempat CEO Rayan Evandro bekerja secara pribadi.

Rayan bukan sekadar pemilik perusahaan raksasa.

Ia adalah pria yang tak pernah kalah, tak pernah salah, dan tak pernah membiarkan siapa pun masuk terlalu dekat.

Sampai Kayla datang… dan wajahnya mengingatkan Rayan pada seseorang yang telah lama mati—Liana.

Kayla mencoba menjaga jarak.

Tapi Rayan justru menariknya lebih dalam, bukan dengan cinta, tapi dengan obsesi yang tak terdefinisi.

Setiap langkah membawa Kayla semakin dekat pada rahasia besar keluarga Evandro—dan pada tragedi cinta yang belum pernah benar-benar berakhir.

Di balik kemewahan, ada luka yang tak pernah sembuh.

Di balik kekuasaan, ada pria yang kehilangan arah.

Dan di balik pintu lantai 45… ada cinta yang belum tahu apakah ia akan menyelamatkan, atau menghancurkan.

Tapi ketika seorang wanita muncul dan mengaku hamil anak Rayan, segalanya berubah.

Skandal pecah. Media menyerang. Perusahaan nyaris runtuh.

Dan Kayla harus memilih: tetap di sisi pria yang bahkan ia sendiri belum sepenuhnya kenal… atau pergi sebelum cinta itu berubah jadi luka yang sama seperti dulu.

Jika kamu jatuh cinta pada seseorang yang belum sembuh dari masa lalunya… haruskah kamu bertahan, atau justru menyelamatkan dirimu sendiri?

chap-preview
Pratinjau gratis
Gadis Biasa di Menara Orang Hebat
Langkah-langkah kecil itu terhenti di hadapan bangunan pencakar langit setinggi langit Jakarta. Evandro Corporation berdiri menjulang, angkuh seperti raja besi yang tak bisa digulingkan. Gedung kaca itu memantulkan cahaya pagi hingga terasa seperti cermin raksasa yang menunjukkan betapa kecilnya manusia di hadapannya. Di trotoar, lalu-lalang manusia berpakaian jas rapi dan sepatu mengilap berjalan cepat dengan ponsel menempel di telinga. Semuanya tampak tahu tujuan masing-masing, sementara seorang gadis dengan blazer lusuh dan map plastik bening berdiri canggung di pinggir lobby, seperti semut yang tersesat di tengah arak-arakan gajah. Namanya Kayla Arindya. Usianya dua puluh tiga, dan hari itu adalah hari paling penting dalam hidupnya—wawancara magang di perusahaan terbesar dan tersohor di Indonesia. Evandro Corp bukan hanya impian para lulusan terbaik kampus elite, tapi juga surga prestise yang bahkan sekadar magang pun bisa mengubah masa depan. Tangannya menggenggam map berisi CV, transkrip nilai, dan surat lamaran yang warnanya mulai pudar. Nafasnya pendek, bukan hanya karena gugup, tapi juga karena ia sudah setengah berlari dari halte TransJakarta menuju gedung ini. Sementara jantungnya berdetak kencang, pikirannya berusaha mengusir bayang-bayang tentang rumah sempit di pinggiran Depok tempat ibunya terbaring lemah di ranjang tua. Sejak ayahnya meninggal dua tahun lalu karena kecelakaan konstruksi, Kayla mengambil alih banyak hal di rumah—termasuk cita-cita yang harus ditukar dengan realita. Magang ini adalah harapan. Jika berhasil masuk dan bekerja tetap di sini setelah lulus, gaji yang ditawarkan bisa menutupi biaya pengobatan ibunya dan membiayai adik semata wayangnya yang baru masuk SMP. Maka ketika Evandro Corp mengirim email panggilan wawancara, Kayla hampir tak percaya. Tapi berdiri di depan gedung raksasa ini, semuanya terasa lebih seperti mimpi yang terlalu tinggi. Langkah kakinya akhirnya masuk ke dalam lobby, dan seketika udara dingin dari AC menyapu tubuhnya yang sedikit berkeringat. Lantai marmer putih mengilap seperti kaca, memantulkan lampu-lampu gantung kristal di langit-langit. Di sisi kiri, sebuah air mancur indoor mengalir tenang dengan patung singa emas berdiri gagah di tengahnya. Papan digital menyala biru dengan daftar tenant dan jadwal meeting yang berubah tiap detik. Semua terlihat canggih, modern, tak menyisakan ruang untuk keraguan atau kelambanan. Kayla menelan ludah. Waktu menunjukkan pukul 08.47, dan wawancaranya dijadwalkan pukul 09.00. Ia berjalan mendekati meja resepsionis, tetapi antrean di sana dipenuhi pria-pria bersetelan jas mahal. Ia berdiri sebentar, menunggu giliran, namun tak kunjung dipanggil. Resepsionis terlihat sibuk melayani telepon dan melirik ke layar komputer dengan wajah tegang. Satu per satu pegawai masuk lewat gerbang otomatis yang terbuka hanya dengan kartu akses. Kayla mencoba menyelip, namun security hanya memandangnya dingin, tak sedikit pun menawarkan bantuan. “Maaf, untuk tamu harap registrasi dulu,” ujar petugas satpam tanpa menoleh. “Registrasi di mana, ya?” Kayla mencoba bertanya. “Lihat di aplikasi, Mbak. Bisa daftar lewat visitor app.” Aplikasi? Kayla tidak tahu menahu soal itu. Tidak ada informasi semacam itu di email panggilan wawancara. Ia segera mengeluarkan ponsel dan mencoba mencari nama aplikasi yang disebut, namun koneksi internet lambat, dan layar loading berputar-putar tanpa hasil. Panik mulai merambat ke tengkuk. Waktu terus berjalan. Tak ada yang memperhatikan seorang gadis yang berdiri gelisah di pojok lobby dengan map kusam dan tatapan bingung. Orang-orang berlalu begitu saja. Semuanya tampak terlalu penting untuk terganggu. Di antara kerumunan, matanya menangkap satu sosok berbeda—seorang pria tua berjas abu-abu yang duduk sendirian di kursi tunggu pojok ruangan. Rambutnya perak, tersisir rapi ke belakang, wajahnya tenang dan bersih, dengan tongkat kayu bersandar di lutut. Tidak ada ponsel di tangannya, tidak ada laptop di pangkuannya. Ia hanya duduk sambil memperhatikan orang-orang berlalu. Kayla mendekat perlahan. Tidak ada pilihan lain. “Permisi, Pak,” sapanya dengan nada sopan, meski suara sedikit bergetar. Pria tua itu menoleh pelan. Senyumnya tipis namun ramah. “Ya, Nona?” “Maaf, saya… saya dapat panggilan wawancara magang hari ini. Tapi saya tidak tahu harus ke mana. Aplikasi yang disebut tidak bisa saya buka, dan resepsionis terlalu sibuk…” Pria itu mengangguk pelan. Matanya yang tajam menatap wajah Kayla dengan ketertarikan yang tak dijelaskan. “Namamu siapa?” “Kayla. Kayla Ariandya.” “Divisi apa?” “Divisi Keuangan, Pak.” Pria itu terdiam sejenak. Matanya melirik ke arah lift di sisi kanan ruangan, lalu kembali menatap Kayla. “Kau datang tepat waktu. Sebentar lagi jadwal mereka mulai. Ayo, ikut aku.” Tanpa banyak berkata, pria itu bangkit dari kursinya, mengambil tongkat, dan berjalan menuju lift. Kayla mengikutinya dengan bingung. Beberapa pegawai yang berpapasan menatap ke arah pria itu dengan ekspresi terkejut, bahkan sedikit panik. Namun tidak ada yang berani menghentikannya. Mereka masuk ke dalam lift. Pria itu menekan tombol lantai 20. Sepanjang perjalanan, Kayla hanya bisa menunduk, merapikan napas, dan mencoba menahan gemetar di tangan. Ia masih belum tahu siapa pria ini sebenarnya, tapi sesuatu dalam dirinya mengatakan bahwa beliau bukan orang sembarangan. Begitu pintu lift terbuka, seorang wanita muda berpakaian rapi langsung menyambut mereka dengan ekspresi tercengang. “Pak Adrian?” Pria tua itu hanya mengangguk. “Ini calon peserta magang untuk divisi keuangan. Tolong siapkan ruang wawancaranya,” ujarnya tenang. Kayla membeku. Pak… Adrian? Ia menoleh pelan ke pria di sampingnya. Seakan baru sadar. Adrian Evandro. Pendiri Evandro Corp. Pemilik perusahaan raksasa ini. Ayah dari Rayan Evandro yang terkenal sebagai CEO termuda dan paling ditakuti di industri finansial Asia Tenggara. Wajah-wajah di ruangan tampak terguncang. Beberapa petugas HR saling bertukar pandang. Seorang pria berkacamata segera menarik Kayla masuk ke ruang meeting kecil dengan meja panjang dan layar LED besar. “Silakan duduk, Nona Kayla,” kata staf HR itu. “Kami akan mulai wawancara. Dan… Pak Adrian memutuskan untuk duduk bersama hari ini.” Adrian hanya duduk tenang di ujung meja, menyandarkan tongkat di dinding, dan melipat tangan di pangkuan. Pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan—tentang latar belakang keluarga, motivasi kerja, cita-cita, dan pandangan tentang etika kerja. Kayla menjawab dengan suara pelan, tapi jelas. Ia tidak bisa menyembunyikan bahwa ayahnya hanya buruh bangunan dan ibunya sedang sakit. Ia tidak mencoba mengganti kenyataan itu dengan kebohongan, dan ketika ditanya soal mengapa ia ingin bekerja di Evandro Corp, jawabannya membuat semua yang hadir diam sejenak. “Karena saya percaya, perusahaan besar bukan hanya dibangun oleh orang-orang hebat, tapi juga oleh orang biasa yang tidak menyerah.” Pak Adrian tersenyum. Untuk pertama kalinya, senyuman itu bukan basa-basi, tapi tulus, bahkan terlihat bangga. Wawancara berakhir tiga puluh menit kemudian. Para pewawancara berterima kasih dan mempersilakan Kayla menunggu pengumuman melalui email. Namun saat semua orang bersiap bubar, Adrian Evandro berkata pelan namun tegas, “Perusahaan ini butuh lebih banyak orang seperti dia.” ⸻ Dua hari kemudian, sebuah email datang. Kayla diterima magang di Divisi Keuangan, diminta hadir minggu depan untuk briefing awal dan pelatihan sistem internal. Hari pertama, ia datang lebih pagi, mengenakan blazer baru hasil pinjaman dari tetangga. Satu tangan menggenggam map, satu lagi membawa air minum dalam botol plastik. Wajahnya cemas, namun matanya bersinar. Ia diterima bukan karena koneksi atau nama belakang, tapi karena sesuatu yang tumbuh dari dalam dirinya sendiri. Namun hari itu juga, sebuah kesalahan kecil mengubah segalanya. Seorang staf tergesa lewat, memberikan map cokelat sambil berkata, “Tolong bawa ini ke ruang pelatihan. Pak Timo minta segera.” Tanpa curiga, Kayla mengangguk dan berjalan menuju lift, menekan tombol berdasarkan petunjuk dalam map. Lantai 45. Ia baru sadar sesuatu aneh ketika pintu lift terbuka, dan lorong di hadapannya gelap, hening, dan terasa terlalu mewah untuk ruang pelatihan biasa. Lantai dilapisi karpet tebal, dinding dihias lukisan mahal, dan di ujung lorong, ada satu pintu besar berwarna hitam legam… tertutup rapat. Jantung Kayla berdebar. Langkahnya pelan. Pintu itu tidak memiliki tanda apa pun, namun pancaran aura dari baliknya membuat tengkuk merinding. Ia tak tahu… bahwa di balik pintu itu, nasibnya akan berubah selamanya.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

TERNODA

read
198.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.8K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.4K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.7K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
59.8K
bc

My Secret Little Wife

read
132.1K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook