LEVEL 7

2256 Kata
Hiruk pikuk kota Seoul begitu ramai siang itu. Kendaraan berseliweran di jalan raya, begitu pun dengan orang-orang hilir mudik berjalan kaki memenuhi trotoar, menjadikan suasana kota Seoul semakin meriah.  Irene ada di antara ribuan orang yang sedang berjalan kaki di trotoar tersebut. Irene menggulirkan bola matanya menatap ke sekelilingnya. Sesekali dia mendongak ketika tatapannya tertuju pada gedung-gedung pencakar langit yang berdiri kokoh di tempatnya berada.  Dia keluarkan smartphone miliknya dari dalam tas, dan mulai memotret beberapa pemandangan yang menurutnya patut untuk diabadikan. Senyuman tak pudar dari bibirnya, dia tampak senang meskipun beberapa jam yang lalu dia sempat dibuat kesal oleh suaminya.  Langkahnya terhenti dan tatapannya terpaku sejenak, ketika tanpa sengaja dia melihat sepasang kekasih sedang berjalan di depannya. Sepasang pria dan wanita itu sedang bergandengan tangan dengan mesranya. Si wanita bercerita dengan raut ceria pada prianya, begitu pun dengan si pria tampak antusias menanggapi celotehan kekasihnya. Mereka terlihat saling mencintai, membuat di dalam hatinya Irene merasa iri melihatnya. Dia juga selalu ingin bisa berjalan-jalan sambil bergandengan mesra dengan pria yang dicintainya. Akan tetapi hal tersebut nyaris tak pernah dilakukannya.  Dia memang memiliki paras yang cantik, tak terhitung pria yang mencoba mendekatinya sejak dia duduk di bangku SMP. Namun, Irene selalu menutup dirinya jika menyangkut dengan pria. Dia sama sekali tidak pandai melakukan interaksi dengan sosok makhluk bernama pria.  Pernah sekali-kalinya dia berpacaran ketika duduk di bangku kelas X. Bukan karena dia jatuh cinta pada pria itu, melainkan karena pria itu sangat populer di sekolahnya. Dia seorang ketua OSIS yang tampan juga keren. Tentu dia pun cerdas sehingga dia digilai para gadis di sekolahnya. Tanpa diduga dia menyatakan perasaannya pada Irene, meminta Irene menjadi kekasihnya. Irene tak sebodoh itu hingga dia menolak pria populer seperti sang ketua OSIS. Alhasil untuk pertama kalinya dalam hidup, dia pun mulai berpacaran.  Namun, naasnya pengalaman pertamanya berpacaran tersebut menjadi hubungan asmara tersingkat dalam hidupnya. Bagaimana tidak singkat, belum genap satu minggu hubungan mereka, sang ketua OSIS memutuskan hubungan mereka. Penyebabnya adalah Reiki. Sejak saat itulah Irene mulai membenci Reiki. Sialnya pria yang dibencinya itu sekarang justru menjadi suaminya.  Irene belum pernah merasakan yang namanya jatuh cinta. Perasaan tabu itu baru dirasakannya setelah dia berprofesi sebagai model dan bertemu dengan Ramses. Ramses merupakan cinta pertamanya. Namun betapa tidak beruntungnya Irene karena Ramses ternyata sudah memiliki kekasih.   Mustahil dia bisa berjalan-jalan dengan pria yang sudah memiliki kekasih bukan? Ramses... manager sekaligus pria yang disukainya sudah memiliki seorang kekasih, dan Irene selalu merasa hatinya sesak jika mengingat kenyataan tersebut.  “Jalan-jalan ke mana lagi, ya?” gumamnya seraya dia palingkan pandangannya dari sepasang pria dan wanita tadi.  Setelah itu Irene memutuskan untuk mengunjungi beberapa tempat wisata yang terkenal di Seoul dengan menaiki taksi. Tempat pertama yang dikunjunginya adalah Gyeongbokgung Palace. Sebuah Istana yang sudah dibuka sejak tahun 1395 dan merupakan Istana terbesar dari lima istana besar yang dibangun pada Zaman Dinasti Joseon.  Irene tampak sumringah selama berkeliling di dalam Istana. Banyak peninggalan bersejarah yang bisa dilihatnya di dalam Istana. Banyak pengunjung di dalam Istana tersebut sehingga suasana menjadi cukup ramai. Irene tak hentinya memotret pemandangan di dalam Istana yang menurutnya indah.  Dia pun mencoba mengenakan Hanbok, pakaian tradisional Korea yang kebetulan memang disewakan untuk pengunjung. Irene tampak cantik setelah mengenakan hanbok tersebut. Hanbok berwarna soft pink yang terlihat serasi dengan kulit putih dan tubuh rampingnya. Seperti pengunjung lain yang juga penasaran mengenakan hanbok, Irene meminta agar dirinya difoto selama mengenakan hanbok tersebut. Irene berpose seperti biasa dia berpose ketika sedang menjalankan profesinya sebagai model di depan kamera.  “Waah, bagus, bagus,” gumamnya riang, ketika dia melihat dirinya yang mengenakan hanbok tampak mengagumkan di dalam foto tersebut.  Selama berjalan-jalan di dalam Istana, Irene merasa pikirannya sangat ringan. Semua masalah yang mengganggunya belakangan ini seolah dienyahkan oleh keindahan pemandangan Istana. Dia lupakan sejenak kesedihannya, dia ingin menikmati indahnya hidup untuk saat ini.  Kurang lebih Irene menghabiskan waktunya berjalan-jalan di dalam Istana selama 3 jam. Setelah puas, dia memutuskan mengunjungi tempat yang lain.  Kali ini Namsan Tower yang menjadi tujuannya. Dia menikmati keindahan kota Seoul dari atas menara. Meskipun matahari sudah tenggelam dan langit sesaat lagi akan menghitam, sama sekali tak mengganggu kesenangan Irene. Jika boleh jujur, Irene tidak ingin pulang ke hotel dimana dia akan bertemu lagi dengan pria menyebalkan yang sialnya telah resmi menjadi suaminya. Irene berdecak kesal setiap kali wajah Reiki terlintas di kepalanya. Cepat-cepat dia enyahkan bayangan wajah Reiki, dia memutuskan untuk menghibur dirinya lagi dengan menaiki kereta gantung. Dia ingin pergi ke puncak menara.  Di dalam kereta gantung, tak hentinya Irene berdecak kagum menyaksikan keindahan pemandangan sekitarnya jika dilihat dari ketinggian. Kembali dia abadikan momen indah tersebut dengan kameranya.  Sesampainya di atas menara, Irene tersenyum tipis menyaksikan beberapa pasangan yang tengah memasang sebuah gembok di antara banyaknya gembok yang dipasang di tembok. Selain tempat wisata yang paling banyak dikunjungi, Namsan Tower juga menjadi tempat yang romantis untuk pasangan kekasih.  Irene memperhatikan dengan seksama ketika ada sepasang kekasih yang tengah menulis nama mereka di secarik kertas yang sudah terpasang di sebuah gembok. Kemudian gembok itu dikunci sedangkan kuncinya sendiri mereka lemparkan begitu saja.  “Ram, andai aja kita juga bisa nulis nama kita di gembok. Mungkin kita akan beneran jadi pasangan untuk selamanya. Kapan lo putus sama cewek lo, Ram?” gumamnya seraya mendesah lelah. Irene memang pernah mendengar mitos yang mengatakan jika memasang gembok yang bertuliskan nama sepasang kekasih pada gemboknya di Namsan Tower, maka sepasang kekasih itu akan hidup bersama selamanya, tidak akan pernah terpisahkan.  Irene menghampiri ribuan gembok yang terpasang di tembok. Menyentuhnya dan melihat nama yang terukir di masing-masing gembok. Meskipun Irene tidak tahu arti ukiran nama yang tertulis disana karena tulisannya sebagian besar menggunakan huruf Hangul, tapi bibirnya tetap menyunggingkan seulas senyum ketika melihatnya. Entah mengapa dia bisa merasakan harapan dari setiap pasangan kekasih yang memasang gembok dengan nama mereka di menara itu.  “Semoga suatu hari nanti gue bisa kesini juga sama cowok yang emang ditakdirkan jadi jodoh gue,” ucapnya lirih. Dia pun memalingkan pandangannya dari tumpukan gembok, beralih menatap indahnya kota Seoul yang dihiasi lampu pada malam hari.  Cukup lama Irene berdiri mematung di puncak menara. Mengabaikan semilir angin yang menyibakkan rambut panjangnya.  Satu-satunya alasan yang membuat Irene akhirnya memutuskan untuk pergi dari sana hanyalah perutnya yang mulai meraung minta diisi.  Meski masih betah menikmati pemandangan kota Seoul dari puncak menara, Irene tetap melangkah kembali menaiki kereta gantung. Kali ini tujuannya adalah turun ke bawah.  Di dekat menara, dia menemukan banyak restoran kecil. Dia masuk ke salah satu restoran dan memesan cukup banyak ayam goreng ditemani Soju sebagai minumannya. Dia belum pernah meminum minuman beralkohol seumur hidupnya, namun entah kenapa malam itu dia ingin menghangatkan tubuhnya yang terasa dingin dengan soju. Dia melakukan tindakan yang ceroboh, sama sekali tidak mengantisipasi kemungkinan dia akan mabuk karena meminumnya.  Dengan lahapnya dia memakan tumpukan ayam goreng yang terhidang di mejanya. Beberapa pria menatap ke arahnya, bahkan ada beberapa dari mereka yang mencoba mendekatinya. Namun Irene berhasil mengusir mereka, dia tak ingin kesenangannya diganggu oleh siapa pun, apalagi oleh pria-pria tak dikenalnya.  Irene mulai menenggak soju yang sudah dia tuangkan pada gelasnya. Sedikit demi sedikit dia minum soju itu hingga tanpa sadar dia telah menghabiskan beberapa botol.  Irene yang sepertinya sudah mabuk, mulai meracau-racau tak jelas. Terkadang nama Reiki terlontar dari mulutnya disertai u*****n-u*****n kasar yang mengiringinya. Orang-orang yang berada di dalam restoran, tertawa mendengarkan racauan Irene, meski sebenarnya mereka tak paham dengan perkataan Irene karena dia berbicara dengan bahasa Indonesia. Tapi tetap saja penampilan Irene yang berantakan disertai mulutnya yang terus meracau sukses membuat orang yang melihatnya merasa geli hingga tak sanggup manahan tawa.  Di tengah-tengah kesadarannya yang mulai meredup, Irene menatap sosok seorang pria yang sedang berdiri menjulang di hadapannya. Dia memicingkan kedua matanya untuk melihat wajah orang itu dengan lebih jelas.  “Ngapain lo ke sini? Pergi sana dasar Mr. Gamer belagu. Gue gak mau lihat muka lo. Lo jelek, lo nyebelin!” bentaknya ketika meyakini sosok yang berdiri di depannya adalah Reiki. Dan ya... memang benar sosok itu adalah Reiki.  Dia khawatir karena Irene belum juga kembali ke hotel. Beruntung dia sudah mengantisipasi hal seperti ini akan terjadi, karena itu dia sempat mengaktifkan GPS di smartphone Irene. Itulah sebabnya dia tahu dimana Irene berada saat ini.  “Lo mabuk, ya? dasar cewek norak,” sahut Reiki. Dia memapah tubuh Irene yang sempoyongan seolah akan ambruk dengan mudahnya jika Reiki tidak menopang tubuhnya.  “Lo nyusahin tahu gak. Ada di negara orang bukannya seneng-seneng, lo malah numpang mabuk,” tambahnya, menggerutu tepat di depan telinga Irene. Namun, Irene yang sudah terlanjur mabuk, sama sekali tidak mempedulikan ucapan Reiki. Mulutnya tak hentinya meracau tak jelas.  Dengan susah payah, akhirnya Reiki berhasil memasukan Irene ke dalam taksi. Mereka duduk di kursi belakang dengan kacaunya karena Irene tak hentinya memberontak. Irene bahkan memukuli d**a Reiki ketika setengah sadar dia menyadari Reiki sedang duduk di sampingnya.  “Heeh... Mr. Gamer belagu, lo mau bawa gue kemana?” tanya Irene dengan kedua mata sendunya. “Pulang ke hotel, emangnya lo pikir mau kemana lagi?” jawab Reiki cuek, dia memegangi kedua tangan Irene yang mengepal. Lama-lama dadanya terasa sakit karena terus dipukuli Irene. “Haah... ke hotel? Lo mau perkosa gue ya di hotel?” tanya Irene masih setengah sadar. Reiki mengernyitkan dahinya tak suka mendengar tuduhan Irene padanya. “Iya, gue mau perkosa lo, puas!” sahutnya. Sebenarnya dia hanya asal bicara karena kesal pada Irene yang selalu berpikiran negatif tentangnya.  Namun, reaksi Irene setelah itu, sukses membuat Reiki geragapan.  “Kyaaaaaaaaaaaaaaa! Tolong, tolong, cowok ini punya niat jahat, dia pengin perkosa gue. Toloooong!!!” teriak Irene dengan kencangnya di dalam taksi. Sang sopir taksi menoleh ke arah mereka dengan tatapan penuh tanya kentara jelas di wajahnya. Cepat-cepat Reiki membekap mulut Irene, dia juga memeluk tubuh Irene seerat mungkin karena istrinya yang sedang mabuk itu terus meronta-ronta. Reiki tersenyum kikuk pada sang sopir, meyakinkan padanya bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan.  “Arrgghh!” pekik Reiki ketika merasakan sakit pada tangannya karena Irene menggigit tangannya yang dia gunakan untuk membekap mulutnya. Seketika mulut Irene pun kembali bebas dan siap melontarkan teriakannya lagi. “Toloooong! Help me, he want to r**e me!!!” teriaknya lagi. Dan saat itulah si sopir taksi menghentikan mobilnya. Dia menatap penuh curiga pada Reiki.  “Don’t worry, she is my wife. She is drunk. Hurry up, please,” ucap Reiki, dengan senyuman yang tak luntur dari bibirnya. Si sopir pun tampaknya percaya setelah mendengar penjelasan Reiki. Dia kembali melajukan mobilnya menuju hotel tempat Reiki dan Irene menginap.  Sesampainya di hotel, Reiki membekap mulut Irene sepanjang perjalanan menuju kamar mereka. Reiki membawa Irene ke kamar yang dipesankan oleh orangtuanya untuk mereka. Tanpa sepengetahuan Irene, dia sudah memindahkan koper Irene ke kamar mereka. Dia sudah bertekad akan memaksa Irene untuk tidur di kamar yang dipesankan orangtuanya untuk mereka.  Sebenarnya hotel yang mereka tempati merupakan cabang hotel milik keluarga Altezza. Reiki bisa menebak orangtuanya akan tahu jika mereka tidur berbeda kamar, karena itulah tak peduli meskipun Irene akan mengamuk nantinya, dia tetap membawa Irene ke kamar mereka.  Setibanya di kamar mereka, Reiki bermaksud merebahkan Irene di tempat tidur. Namun sesuatu yang mengejutkan kembali terjadi ketika Irene tiba-tiba muntah. Menjijikannya muntahannya mengenai pakaiannya dan juga pakaian Reiki.  “Sial, menjijikan. Mana bau banget lagi,” gerutu Reiki, dengan hidung mengernyit tampak jijik. Dia memapah Irene dan membanting tubuhnya dengan sekali hentakan ke atas kasur. Irene sendiri kini sudah benar-benar kehilangan kesadarannya. Mulutnya terkatup rapat, dia sudah berhenti meracau.  “Lo cewek norak bisanya cuma ngerepotin.” Dia kembali menggerutu seraya kedua kakinya melangkah menuju lemari. Dia ambil sepasang pakaian ganti dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri.  Awalnya Reiki ingin tidur di sofa setelah selesai membersihkan dirinya dan mengganti pakaiannya. Namun dia merasa iba ketika melihat sosok Irene yang telentang di atas kasur dengan pakaiannya yang kotor oleh muntahannya.  “Ck, nyusahin banget sih ni cewek.” Dia kembali menggerutu, toh tetap saja dia menghampiri koper Irene. Dia ambil sepasang piyama tidur milik Irene. Dia juga mengambil handuk kecil yang sudah dia basahi dengan air di kamar mandi. Dia merasa kasihan melihat Irene dan bermaksud untuk membersihkan tubuh Irene serta menggantikan pakaiannya.  Dengan ragu-ragu, dia buka kaos Irene yang sudah penuh dengan muntahannya sehingga tubuh Irene bagian atas pun kini terpampang jelas di depan matanya. Dia teguk salivanya susah payah melihat tubuh Irene yang hanya terbalut bra hitam. Walau bagaimana pun dia tetaplah pria normal yang bagian tubuh tertentunya akan menegang menyaksikan pemandangan indah di depannya. Dia jelas berbohong ketika mengatakan tidak akan tergoda meskipun Irene telanjang di depannya.  “Gue harus tetep waras. Reiki, lo harus tetep waras. Walaupun dia istri lo, tapi lo harus penuhi janji lo sama dia,” gumamnya, mengingatkan dirinya sendiri pada janji yang sudah dia ucapkan pada Irene sebelum mereka menikah. Dia basuh wajahnya dengan air dingin sebelum kembali menghampiri Irene.  Tangan kanannya yang memegang handuk basah terulur ke depan untuk membersihkan tubuh Irene yang basah karena muntahannya. Dengan telaten dia membersihkan tubuh Irene, mencoba menahan mati-matian keinginan gilanya yang tak hentinya berseliweran di dalam kepalanya.  Reiki hendak memakaikan piyama pada Irene. Namun naasnya niatnya tak berjalan mulus, tak seperti mulusnya kulit Irene. Tiba-tiba saja Irene menarik tangan Reiki, sontak membuat Reiki jatuh ke depan menimpa Irene.  Reiki mencoba bangkit dan menjauhkan dirinya dari Irene, namun usahanya gagal ketika Irene dengan kurang ajarnya memeluk lehernya dan menarik Reiki sekuat tenaganya sehingga pemuda itu pun jatuh menindih tubuh Irene.  “H-Hei, lepasin!” Reiki berusaha melepaskan pelukan Irene di lehernya. Namun semakin dia memberontak semakin Irene mengeratkan pelukannya. Rontaan Reiki berhenti ketika tatapannya tanpa sengaja bersinggungan dengan bibir ranum Irene yang sedikit terbuka. Mengundang keinginan di benak Reiki untuk mengecup bibir itu. Tanpa sadar Reiki memajukan wajahnya, mendekatkan bibirnya dengan bibir ranum milik Irene.  Perlahan namun pasti bibir Reiki semakin mendekati bibir Irene, hingga... gumaman Irene sukses membuat Reiki mendapatkan kesadaran dan kewarasannya kembali.  “Ram, gue suka sama lo. Gue cinta sama lo, Ramses,” gumam Irene, dengan kedua matanya yang masih terpejam. “Jadi cowok yang lo suka itu namanya Ramses. Sori, gue bukan Ramses,” sahutnya seraya dia menggulingkan dirinya ke samping. Reiki pun merebahkan tubuhnya di samping Irene, dia tutup kedua matanya dengan lengannya, mencoba menormalkan kembali detak jantungnya yang sempat menggila.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN