Bel berakhirnya pelajaran berdering nyaring. Seluruh siswa sontak mengembuskan napas lega. Begitupun dengan Lessa yang tengah memasukkan semua bukunya yang berserakan di atas meja ke dalam tas. Pelipisnya sedikit basah akibat pelajaran terakhir yang menguras otaknya berpikir keras.
Sebelum meninggalkan kelas, Lessa sempat berucap pamit kepada seluruh teman kelasnya. Kedua kaki pendek Lessa mengayun seorang diri pada koridor sekolah yang ramai. Bibirnya yang mungil mulai bersenandung kecil.
"Lessa ...!"
Lessa menghentikan langkahnya secara mendadak. Tubuhnya yang mungil nyaris saja ditabrak seseorang di belakangnya. Lessa menoleh, sedikit mengerutkan kening saat seseorang berlari ke arahnya.
"Hai, Les!" sapa orang itu dengan senyuman lebar.
"Hai," jawab Lessa ramah, namun kerutan di dahanya belum juga hilang. "Siapa?" tanya Lessa pada akhirnya.
Orang di hadapannya tersentak. Sepasang matanya membulat sempurna. Sepertinya dia terkejut mendengar pertanyaan Lessa barusan.
"Gue Galang, Les. Pacar Lessa," jawab Galang dengan suara yang terdengar serak.
"Hah?" Kini Lessa yang terkejut mendengar jawaban Galang. "Sejak kapan Galang jadi pacarnya Lessa?" tanya Lessa lagi. Hati galang seketika mencelos, bagaikan sebuah tombak runcing panas yang menghujam dadanya. Pertanyaan singkat itu langsung membuat hatinya pecah berkeping-keping.
"Tadi, Les. Waktu di kantin," luruh Galang dengan suara parau. Bagaimana bisa dia terlupakan hanya dengan kedipan mata?
"Tadi Lessa yang mau kita pacaran," lanjut Galang dengan kepala menunduk. Napasnya kian terasa sesak dengan kedua bahu yang turun dengan lemas.
"Oh, iya!" Lessa langsung menepuk jidatnya. "Maaf, Lessa lupa kalau Galang pacarnya Lessa. Otak Lessa suka lupa gara-gara soal kimia yang super sulit tadi. Maaf ya Galang."
Galang langsung mengangkat kepalanya. Bibir tebalnya seketika tersenyum. Namun kedua matanya menatap Lessa dengan sendu. Galang mengangguk, sebelah tangannya terulur untuk mengacak puncak kepala Lessa dengan lembut.
"Makasih udah mau jadi pacarku selama kurang dari empat jam, Les." Galang berkata parau. Galang menarik napas dalam-dalam, lantas mengembuskannya dengan perlahan.
"Maaf, Les. Sepertinya kita tidak cocok untuk berpacaran," lanjut Galang dengan memaksakan bibirnya untuk terus terangkat naik.
Kedua mata Lessa mengerjap melihat wajah Galang yang sendu. "Galang udah gak suka sama Lessa?" tanya Lessa dengan polosnya.
Galang kini tersenyum, bukan karena dipaksa, melainkan sebuah senyuman yang terlihat sangat tulus.
"Suka. Tapi ... Kayaknya kita gak cocok buat pacaran. Lessa gak keberatan kan kalau jadi sahabat Galang?"
Lessa tersenyum. Kepalanya menggeleng kecil. "Enggak kok, Galang. Lessa juga terima kasih buat Galang yang udah mau jadi pacar Lessa. Dan mau beliin Lessa cilok, hehe."
Galang terkekeh. Tangannya kini mencubit pelan pipi Lessa dengan gemas. "Iya, Les. Kalau ada apa-apa hubungin aku aja ya, jangan sungkan."
Kepala Lessa mengangguk lucu, lantas merapikan poninya yang sedikit berantakan.
"Kalau gitu, Lessa pulang dulu ya, Galang," pamit Lessa.
"Hmm. Kamu pulangnya naik apa?"
Bibir Lessa mengatup. Tubuhnya yang mungil bergoyang kesana-kemari sembari menggenggam kedua sisi tali tasnya.
"Lessa ... naik ojek online lagi kayaknya."
"Kalau gitu, pulang bareng aku aja, Les--"
"Lessa pulang bareng gue!"
Kepala Lessa dan Galang serempak menoleh pada suara berat seseorang yang tiba-tiba menyeletuk.
"Nando ...."
"Lo pulang bareng gue, Les!" Nando meraih tangan kiri Lessa, lantas menggenggamnya.
Tubuh Lessa yang mungil otomatis sedikit terseret saat Nando mulai melangkah. Bahkan Lessa sedikit berlari kecil dengan meneriaki nama Nando. Di lain sisi, Galang yang melihat itu semua hanya bisa tersenyum kecut. Menatap sendu kedua punggung yang mulai menjauh dari hadapannya.
•••
Lessa melompat dari motor Nando saat mereka telah sampai di depan rumahnya. Sepasang mata Nando menerawang rumah Lessa yang terlihat sepi.
"Terima kasih, Ndo. Udah anterin Lessa. Meskipun lebih tepatnya, sudah ngulik Lessa!" Lessa memberengut. sementara Nando justru tertawa senang.Tangannya terulur untuk mengambil helm yang Lessa sodorkan.
Kepala mereka berdua serempak menoleh saat mendengar suara motor yang juga berhenti di depan rumah Lessa. Lessa yang tahu siapa orang itu langsung membuka pagar rumahnya dengan cepat.
"Siapa?" tanya Nando penasaran. Apalagi melihat seorang pria tinggi yang baru saja turun dari motornya.
"Kakak, Lessa," jawab Lessa lugas. "Kalau gitu, Nando pulang sana. Lessa mau masuk."
"Lo ngusir gue, Les?"
Mata Lessa mengerjap. "Iya."
"Gak ada basa-basi nawarin masuk, gitu?"
"Gak! Nanti Nando cuma habis-habisin jajanan di toples."
"Jahatnya ...." Nando memberengut dengan wajah yang ditekuk jeleek.
"Udah sana. Muka udah jelekk, gak usah nambah dijelek-jelekin!" perintah Lessa dengan kejam.
"Hmm. Yaudah iya. Gue pulang deh," ucap Nando pasrah. Nando pun menyalakan kembali mesin motornya. Kemudian, berlalu dari sana. Meninggalkan terpaan asap knalpot dan juga debu yang menyapu wajah gadis itu.
°°°
Lessa menuruni anak tangga dari kamarnya yang berada di lantai dua. Kini dengan penampilan yang lebih segar. Langkah Lessa mengayun ringan ke arah dapur. Tersenyum ramah kepada Mira, asisten rumah tangga yang bekerja di rumah ini hampir selama sebelas tahun.
"Lessa, mau bikin roti lagi?" tanya Mira mendekat saat melihat anak majikannya itu sibuk dengan tepung dan mentega.
Lessa menoleh, lantas tersenyum manis.
"Iya, Bi. Lessa bikin roti lagi. Buat Kak Dika. Kak Dika pasti suka sama roti buatan Lessa."
Ya, sejak kemarin, Lessa memang membuat beberapa roti kukus. Selain untuk dimakan sendiri, Lessa juga menyisakan satu buah roti kukus di kamar kakak tirinya. Berharap kakaknya itu menyukai roti buatannya.
Mira yang tadinya tersenyum, kini berubah sendu selepas mendengar penuturan dari Lessa.
"Maaf, Lessa. Tadi waktu Saya beresin kamar Dika, Saya lihat roti buatan Lessa tidak dimakan."
Lessa menghentikan gerakan mengaduk adonan. Sepasang matanya menatap Mira tidak percaya.
"Oh, ya? Ah, pasti Kak Dika tadi gak sempat sarapan. Gapapa, nanti pasti juga dimakan."
Mira tersenyum kecil mendengar Lessa yang terlihat semangat. Mira kembali melanjutkan aktivitasnya untuk menyiapkan makan malam.
Kepala Lessa menoleh. Sudut bibirnya kembali terangkat naik saat melihat Dika keluar dari kamar. Lessa segera berlari, mendekat ke arah Dika yang terlihat sangat rapi, seolah hendak pergi lagi ke suatu tempat.
"Kak Dika ...!" seru Lessa.
"Kak Dika mau ke mana, Kak?" Lessa sedikit berlari kecil menyusul langkah Dika yang panjang. Namun Dika sama sekali tidak merespons Lessa. Bahkan tidak melirik gadis itu sedikitpun. Seolah Lessa tidak terlihat di matanya.
"Kak Dika! Tadi pagi Lessa buatin kakak roti, kenapa gak dimakan?"
Langkah Dika terhenti. Kepalanya menatap Mira yang ternyata juga menatapnya.
"Kamu!" Dika menunjuk Mira dengan sangat dingin. "Buang roti yang ada di kamar ke tempat sampah!"
Tubuh Lessa seketika menegang. Rasa sesak langsung menjalar menggerogoti dadanya. Tanpa sadar, cairan bening mengalir membasahi kedua pipinya, menatap punggung Dika yang pergi begitu saja.
"Kenapa ...."
Lessa berlari menuju kamar Dika yang tidak dikunci. Kedua matanya langsung menatap roti kukus yang ia buat kemarin pagi dengan nanar. Roti itu masih terlihat utuh di atas meja.
"Enak, kok ...." cicit Lessa memakan sedikit roti itu.
"Lessa ...." Mira menyembul dari balik pintu. Berjalan mendekat lantas menyentuh pundak Lessa.
"Rasanya enak kok, Bi. Kenapa Kak Dika mau Bibi membuang roti ini? Padahal kan Kak Dika belum coba rasanya," tanya Lessa menatap Mira yang ia panggil bibi itu degan sendu.
Mira yang melihat raut wajah Lessa langsung mengembuskan napas berat. Sudut bibirnya ia paksakan untuk tersenyum di depan Lessa. Walaupun baru satu minggu Lessa di rumah ini, namun Mira sudah menganggap Lessa sebagai anaknya sendiri.
"Mungkin, Dika tidak suka roti kukus," jawab Mira mencoba menghibur Lessa.
"Kak Dika suka, Kok! Lessa pernah lihat kak Dika makan banyak roti kukus. Pasti Kak Dika juga suka sama roti kukus buatan Lessa!" ucap Lessa sangat yakin.
"Tapi, Les-"
"Kalau gitu, Lessa mau lanjutin bikin roti kukus lagi, Bi! Semoga aja besok Kak Dika mau makan roti Lessa." Lessa menarik ujung bibirnya ke atas.
Sepasang mata Mira menatap sendu punggung Lessa yang mulai menjauh. Kepalanya langsung tertunduk lesu.
"Bagaimana kamu bisa ngerti, Les ...."