Aku tidak menyangka jika penjemputanku yang dilakukan utusan istana akan semeriah ini. Rombongan kereta kuda membuatku seolah seperti sosok yang begitu dieluk-elukan. Aku berada di kereta kuda yang dikendarai oleh Gustav. Dia yang meminta harus dirinya sendiri yang mengantarku menuju istana.
Aku sendiri tidak membawa banyak barang bawaan, karena aku yakin pakaian-pakaian yang kumiliki tidak ada terpakai. Gaun-gaun milik istana sudah pasti lebih indah lagi. Aku menarik napas panjang, membayangkan akan mengenakan gaun yang merepotkan seperti yang sedang aku gunakan saat ini.
Untuk masalah gaun saja, pihak istana memiliki syarat khusus, sehingga aku tidak berani mengenakan pakaian secara sembarangan. Saat ini aku mengenakan gaun dengan bahan renda yang ditumpuk dan membuat kesan gaun yang mengembang. Warna merah muda juga membuat gaun ini terlihat manis, semoga saja aku tidak terlihat aneh dengan gaun ini. Biasanya saat di rumah, aku jarang mengenakan gaun semewah ini. Bahkan saat di pesta kaum bangsawan juga jarang kulakukan.
"Apa Kakak akan segera pulang setelah mengantarku?" tanyaku pada Gustav dari balik kemudinya. Saat ini di sebelahku ada dua orang pelayan utusan istana, sedangkan di sebelah Gustav juga ada seorang pengawal yang membuat kami berdua seperti tawanan.
"Tergantung di istana nanti. Jika memang memungkinkan, aku akan berada di sana sampai upacara pernikahanmu," sahutnya.
Aku menarik napas panjang, membayangkan bagaimana Ayah dan Ibu saat melepas kepergianku tadi. Semakin dipikirkan, malah semakin membuat perasaanku tidak nyaman.
Aku tidak mengerti kenapa pihak istana bersikeras ingin upacara pernikahan dipercepat. Semuanya terasa sangat terburu-buru sehingga rasanya aku tidak bisa bernapas karenanya.
"Silahkan turun Nona Montgomery," ucap salah seorang pelayan sambil membuka pintu kereta.
"Terima kasih," ucapku. Gustav kemudian turun dari kereta kudanya dan membantuku turun dari kereta. Tadi Ayah, Ibu dan Leon sudah ingin ikut serta, tapi dari utusan istana hanya memperbolehkan satu orang saja yang menemani. Sampai akhirnya Ayah mempercayakan pada Gustav untuk menemaniku.
Terlalu banyak peraturan di istana yang membuat semuanya tidak sebebas gerak orang biasa. Apalagi berita tentang rencana upacara pernikahanku dan Kaisar sudah pasti tersebar ke seluruh penjuru, sehingga saat ini aku sama saja halnya sudah menjadi bagian dari istana.
"Tuan, Nona Montgomery akan bersama kami menuju kastil sebelah barat. Silahkan Tuan ikut bersama kami, karena kastil sebelah barat tidak boleh dimasuki oleh sembarangan orang," ucap seolah pengawal yang menunggu di depan gerbang istana.
"Baiklah," sahut Gustav. Dia memberi kode padaku yang mengatakan jika dia akan meninggalkanku dan ikut bersama pengawal. Aku mengangguk, walaupun sebenarnya sedikit merasa ketakutan karena tidak ada orang yang aku kenal lagi di sini.
"Perkenalkan Nona, aku Beatrice yang akan menjadi pelayan pribadi Nona," ucap seorang wanita yang hampir seumuran denganku. Aku ingat, dia adalah pelayan yang menyambutku di hari pertamaku datang ke istana beberapa hari yang lalu.
"Terima kasih Beatrice," sahutku dan aku pun mengikuti langkahnya menuju kastil sebelah barat seperti yang dikatakan oleh pengawal tadi.
Saat ini aku, Beatrice dan dua orang pengawal sedang berjalan beriringan menuju kastil sebelah barat. Sedangkan Gustav sudah diantar menuju kastil bagian belakang istana. Aku tidak mengerti dengan bagian-bagian dari istana, mungkin setiap bagian memang memiliki tujuan khusus. Sedangkan kata Beatrice, Kaisar sendiri tinggal di bagian utama kastil yang berada di tengah istana.
Dadaku berdebar kencang saat melewati sudut istana. Semuanya serba mewah dan megah sampai mataku tak berkedip menatapnya. Bagaimana bisa aku betah dan menjadi bagian dari istana yang mewah ini?
"Untuk saat ini Nona akan memiliki dua orang pengawal khusus. Dan setelah diangkat menjadi Ratu, pengawal akan bertambah sesuai dengan kebutuhan," jelas Beatrice padaku. Aku mengangguk mengerti padahal sebenarnya ada banyak hal yang ada di pikiranku.
Dua orang pengawal yang bersama kami tadi meninggalkan aku dan Beatrice di depan pintu besar kastil barat.
"Silahkan, Nona. Sebelah sini," ujar Beatrice.
"Ini kamar Nona sebelum upacara pernikahan dengan Yang Mulia," ucap Beatrice sambil membuka sebuah kamar berukuran besar yang seharusnya bisa ditempati oleh sepuluh orang. Aku menahan napas saat memasuki kamar yang akan menjadi kamarku untuk sementara. Ranjang berukuran besar, lemari kayu berukir yang juga berukuran besar dan segala macam perabotan mewah yang lainnya. Mataku sudah terlalu terkejut melihat semua hal di istana ini.
"Apa Nona ingin mandi? Para pelayan akan membantu Nona," tawarnya dan kontan membuat mataku membesar. Bagaimana mungkin hanya untuk urusan mandi saja harus dilayani?
"Tidak, aku bisa melakukannya sendiri," tolakku.
"Tapi itu memang pekerjaan kami sebagai pelayan. Baiklah, aku akan meminta bantuan yang lainnya untuk menyiapkan persiapan mandi Nona," ucapnya seolah tidak menerima penolakan dariku.
"Tunggulah sebentar, Nona," ucapnya meninggalkanku seorang diri. Aku terdiam sambil mataku terus mengedar ke seluruh sudut kamar ini. Kata Beatrice, ini adalah kamar sementaraku, artinya ada kamar lain selain ini yang akan menjadi kamar tetapku. Kamar ini saja sudah sedemikian mewahnya, aku tidak bisa membayangkan bagaimana kamarku yang lainnya lagi. Ibu terlalu berlebihan menurutku.
Pihak istana bahkan tidak mengijinkanku membawa apa pun dari rumah. Mungkin maksudnya agar kondisi istana tetap steril karena mengkhawatirkan penyusup yang akan membawa hal-hal yang tidak diinginkan.
"Silahkan Nona, air hangat untuk mandi telah siap." Beatrice kembali lagi dan menuntunku masuk ke dalam ruangan lain yang berada di dalam kamar ini juga. Sebuah ruang pemandian yang cukup luas membuatku terdiam, bahkan besarnya mungkin lima kali dari ruang pemandian di rumahku.
Sebuah kolam besar dengan uap panas yang beraroma rempah membuah perasaanku sedikit tenang. Sepertinya acara mandiku akan sedikit aneh, apalagi dengan banyaknya para pelayan di ruang ini.
"Ijinkan kami membuka pakaian Nona," ucap salah seorang pelayan yang berambut pendek. Mataku membesar, seperti tidak yakin dengan ucapannya. Buat apa dia membantuku membuka pakaian? Aku bahkan bisa melakukannya sendiri.
"Tidak, biarkan aku saja," tolakku. Pelayan tadi tersenyum dengan ramah dan membuatku tidak berkutik saat tangannya mulai melepaskan pakaianku sehelai demi sehelai. Ibu saja tidak pernah melakukan hal ini padaku lagi sejak aku beranjak remaja.
Aku merasa sangat malu saat seluruh pakaianku sudah terlepas dan pada saat yang sama seorang pelayan melilitkan tubuhku dengan sehelai kain tipis dan kemudian membimbingku menuju pinggir kolam.
Aku sangat menyukai aroma rempah yang masuk ke pernapasanku, membuatku merasa tenang untuk beberapa saat.
"Aroma apa ini?" tanyaku penasaran.
"Ekstrak bunga geranium yang disuling dan diambil minyaknya," sahut Beatrice sambil tersenyum. Aku tidak sadar, jika dari tadi ternya Beatrice telah berada di sebelahku.
"Duduklah, Nona. Kami akan membasuh Nona," ucap salah seorang pelayan dan membuatku semakin canggung karena mereka membuatku seolah seperti barang berharga yang harus diperhatikan oleh banyak orang.
Aku duduk dengan salah tingkah dan membiarkan punggungku dipijat pelan dan usap dengan minyak yang tidak kuketahui minyak apa. Rasanya menenangkan dan membuat pikiranku nyaman.
Punggungku terasa hangat karena usapan dari minyak dan juga pijatan pelannya. Sesekali tubuhku di sapu dengan air hangat sampai membuatku memejamkan mata karena merasa begitu nyaman. Apakah memang seperti ini rasanya menjadi bagian dari istana? Apakah memang semua wanita istana akan dimanjakan seperti ini?
"Apakah rasanya nyaman, Nona?" tanya seorang pelayan padaku dan hanya bisa kujawab dengan anggukan lemah. Aku merasa mengantuk sekaligus sangat nyaman.
"Silahkan turun, Nona boleh berendam di air hangat ini. Kami akan meninggalkan Nona. Panggil saja kami jika butuh bantuan," ucap Beatrice. Dalam waktu sekejam ruang pemandian ini mendadak kosong dan hanya meninggalkan aku seorang diri. Aku saja heran ke mana para pelayan itu mendadak menghilang.
Rasanya begitu janggal, aku tidak pernah mendapat perhatian yang seperti ini, dimanjakan oleh hal-hal sepele membuatku salah tingkah. Aneh, masa untuk hal mandi saja membutuhkan sampai lima orang pelayan untuk membantu melayaniku. Hal yang seharusnya bisa kulakukan seorang diri malah dikerjakan oleh banyak orang.
Ah sudahlah! Aku akan berusaha menikmati semua ini sambil bersiap menunggu hari upacara pernikahanku dengan Kaisar.
Aku hampir saja memejamkan mataku karena aroma rempah yang sangat menenangkan ini, saat suara gemericik air membuatku terkejut. Mataku membesar saat menyadari ada orang lain di dalam kolam besar ini. Bayangannya tertutup oleh kabut tipis dari uap panas air kolam.
Ini bukan tempat pemandian umum, bukan? Kenapa malah ada orang lain yang berada di sini? Apa salah seorang dari pelayan tadi?
"Bagaimana, tempat ini sangat menyenangkan, bukan?" Suara berat itu terdengar sangat jelas di pendengaranku. Tidak mungkin! Bagaimana bisa Kaisar berada di pemandian ini?
Apa yang harus kulakukan dengan keadaanku yang sama sekali tidak mengenakan pakaian seperti ini? Aku lumayan tertolong karena sedang berendam di dalam air. Apa seorang Kaisar juga memiliki kekuasaan untuk menganggu urusan pribadi seseorang, seperti menganggu orang yang sedang mandi seperti ini?
"Ampun, Yang Mulia. Ba...bagaimana bisa Yang Mulia berada di sini?" tanyaku terbata.
"Aku juga lelah setelah berlatih seharian ini bersama para prajurit. Tentu tidak salahnya jika aku berendam air hangat di sini juga, bukan?" tanyanya. Tentu saja salah karena dia berada di sini bersamaku. Bukankah di kastil utama juga sudah pasti lebih bagus dan luas dari sini? Kenapa dia malah mendatangiku?
Mendadak wajahku terasa memanas saat membayangkan jika saat ini tidak ada sehelai pakaian pun yang sedang kukenakan.
Aku bergerak menjauh dari sosok tinggi besar itu. Bagaimana pun dia adalah seorang lelaki, kondisi saat ini sangat berbahaya. Tapi jika dipikirkan, tetap saja tidak ada pilihan bagiku saat berada di hadapan Rhys Logan seperti saat ini.
Saat aku bergerak menjauh, dia malah bergerak mendekatiku.
Rasanya aku masih ingat jika dia pernah mengatakan kami tidak akan bertemu kembali hingga upacara pernikahan. Tapi kenapa yang terjadi kali ini malah sebaliknya? Kenapa dia seolah sedang menghantuiku.
Aku tidak pernah mandi bersama lelaki dewasa seperti saat ini. Jadi wajar jika saat ini yang ingin kulakukan hanya menghindar darinya. Rasanya begitu ketakutan sampai air hangat ini membuat tubuhku menggigil hebat.
"Kemarilah," panggilnya dengan suara penuh ancaman. Apa dia akan memenggal kepalaku jika aku tidak menuruti perintahnya. Aku tidak ingin mendengar panggilannya sampai dua kali, tapi aku juga tak ingin menuruti kemauannya
Karena aku tak kunjung bergerak dari posisiku, dia kemudian bergerak mendekat dan membuat air beriak karena gerakan tubuhnya. Wajahku terasa memucat saat tangan besarnya mencekal pergelangan tanganku dan menarikku mendekat. (*)