8. Untuk Yang Mulia

1609 Kata
Rasanya aku hampir menangis saat menyadari apa yang dilakukan Rhys Logan padaku. Dengan kondisi seperti ini, aku merasa sangat tidak berdaya. Ingin kabur pun, tidak tahu harus kabur ke mana. Wajahku terasa memucat saat pandangan matanya mengarah tajam padaku. "Apa luka karena anak panahku sudah membaik?" tanyanya sambil meneliti lenganku. "Su...sudah membaik, Yang Mulia," sahutku dengan suara bergetar. Aku begitu ketakutan sampai tubuhku menggigil karenanya. "Apa airnya kurang hangat?" tanyanya kemudian dengan wajah bingung. Aku menggeleng dengan wajah aneh. Sama sekali tidak pernah terlintas olehku interaksi aneh seperti ini. "Kita akan sering mandi bersama seperti ini, jadi kuharap kau tidak merasa terganggu," ucapnya setelah melepaskan genggaman tangannya di lenganku. Mataku mengerjap beberapa kali saat mendengar ucapannya, kuharap dia tidak akan kembali dari medan perang saja kalau seperti itu keadaannya. "Apa kau sudah siap dengan upacara besok?" tanyanya tiba-tiba. Sebenarnya aku sendiri saja bingung apa sebenarnya yang harus aku siapkan? Aku bahkan tidak membawa apa pun saat dijemput menuju istana. "Ten...tentu saja sudah siap, Yang Mulia," sahutku kembali gugup. "Kedengarannya tidak sesuai seperti yang kau ucapkan," balasnya seperti sedang menyinggungku. Tangannya kemudian terangkat dan mengusap wajahnya sehingga basah oleh air. Aku menahan napas melihat gerakan yang dilakukannya. Aku baru menyadari ternyata Kaisar memiliki tubuh yang sangat bagus. Lengannya besar dan berotot, dadanya bidang dan...ah! Apa yang sedang aku pikiran? Wajahku mendadak terasa memanas dan membuatku segera memalingkan wajahku darinya. Ke mana para pelayan? Kenapa mereka meninggalkanku lama sekali seorang diri seperti ini? "Kau lebih cocok melepaskan rambutmu seperti ini daripada mengikatnya," komentarnya. Aku baru tahu jika seorang Kaisar juga senang mengomentari hal sepele seperti ini. Tangan besarnya kemudian bergerak pelan dan menguraikan rambutku yang berada di dalam air. Rasanya saat ini aku benar-benar ingin pura-pura mati saja karena terlalu tegang. "Tapi kau jadi terlihat berbeda saat berburu tempo hari, aku hampir saja tidak mengenalmu jika tidak melihat warna rambut dan matamu yang berbeda dari yang lainnya," ujarnya. Apa maksudnya mata dan rambut coklatku membuatnya bisa dengan cepat mengenaliku? Tangannya kemudian bergerak lagi menyentuh pundakku yang terbuka. Aku menenggelamkan tubuhku lebih dalam lagi di dalam air karena merasa sangat terancam sekaligus malu. Tidak ada sehelai kain pun yang menutupi tubuhku saat ini, wajar saja jika aku merasa begitu canggung dan terancam. "Kau bisa memijat punggungku seperti ini, bukan?" tanyanya sambil memberi contoh dengan gerakan memijat pelan punggungku. Pijatannya terasa lembut dan nyaman. Ah! Tapi kenapa aku yang dipinta untuk memijatnya? Kenapa tidak disuruhnya sana para pelayannya yang berjumlah sangat banyak itu? "Lakukanlah," pintanya sambil membalikkan tubuhnya. Aku terdiam beberapa saat sampai tidak yakin dengan penglihatanku. "Maaf Yang Mulia, hamba merasa tidak pantas," ucapku takut-takut. "Apa yang membuatmu merasa tidak pantas?" tanyanya. Dari nadanya terdengar jika dia sangat kesal dengan ucapanku tadi. "Karena...karena...." Aku kemudian mengigit bibirku karena kebingungan dengan jawabanku. "Karena Yang Mulia adalah seorang Kaisar sedangkan hamba hanyalah rakyat biasa. Menyentuh Yang Mulia seperti ini rasanya sungguh tidak pantas untuk hamba," ucapku akhirnya. Kaisar melirikku dan selang beberapa saat kemudian dia tertawa dengan hebatnya. Aku mundur karena merasa suara tawanya sungguh mengancamku. "Baiklah jika kau merasa tidak pantas," ucapnya dan seketika membuatku merasa lega. Aku berharap setelah mengucapkan kalimatnya, dia akan segera beranjak dari pemandian ini. Karena aku sendiri tidak bisa kabur dari tempat ini. Bayangkan saja, bagaimana caranya aku melarikan diri tanpa mengenakan sehelai pakaian pun seperti ini. "Tapi jangan harap aku akan melepaskanmu saat kau telah menjadi Ratu nanti," ucapnya dan seketika membuatku merinding. "Saat itu kau sudah pantas buatku, bukan?" sambungnya lagi dan kemudian beranjak dari kolam pemandian. Aku menutup mataku saat sosoknya beranjak meninggalkanku. Aku benar-benar tidak mau melihat pemandangan yang pasti akan membuat mataku terasa tidak nyaman. Aku mohon bersihkan kepalaku dari hal-hal yang seharusnya tidak kubayangkan saat ini. Aku bernapas lega saat menyadari jika Kaisar telah benar-benar pergi dari ruang pemandian ini. Rasanya begitu lega sampai napasku terasa sangat lega. "Nona, bagaimana? Apakah sudah selesai?" tanya Beatrice dan membuatku tersentak kaget. Di mana para pelayan bersembunyi? Kenapa mereka bisa tiba-tiba muncul di hadapanku tanpa aku ketahui pasti keberadaannya. "I...iya, sudah," jawabku gugup. Rasa kaget karena kemunculan Kaisar yang tiba-tiba masih menyisakan perasaan tidak tenang dan membuatku merasa tegang. "Tunggulah, kami akan membersihkan dan mengeringkan Nona," ucapnya. Jika aku saka diperlakukan seperti ini, bagaimana mereka memperlakukan Kaisar? Apakah sama? Membayangkannya saja membuatku malu. "Kulit Nona terlihat bagus sekali, putih dan bersih," puji Beatrice saat dia sedang mengoleskan beberapa tetes minyak dari biji bunga hibisia yang bisa melembutkan kulit dan membuatnya terlihat sehat. "Terima kasih," balasku sambil tersenyum. Padahal tidak banyak hal berarti yang kulakukan untuk merawat diriku. "Yang Mulia pasti akan merasa senang mendapatkan calon Ratu yang secantik Nona," ujat Beatrice lagi. Sesaat di kepalaku seperti dipenuhi berbagai macam pertanyaan. "Apa sebelumnya tidak pernah ada seorang pun yang calon Ratu yang datang ke istana?" tanyaku hati-hati. Beatrice tidak langsung menjawab pertanyaanku, dia tersenyum sambil menatapku. "Kebanyakan lamaran dari istana sudah ditolak sebelum calon Ratu diundang ke istana," sahutnya. Keningku berkerut memikirkan sesuatu. "Artinya Nona adalah yang pertama menempati kasti barat ini," ucap lagi. Mendengar penjelasan dari Beatrice tadi entah kenapa aku menjadi bingung dengan diriku sendiri, apa aku harus senang atau malah sedih dengan kenyataan ini. "Ternyata pilihan istana tidak salah, Nona seperti yang aku pikirkan," ucapnya. Beatrice kemudian mengeringkan rambutku dengan kain kering. Setelah dipastikannya jika aku telah kering, dia mengenakan sehelai pakaian padaku. Pakaian yang seperti jubah menutup seluruh tubuhku dengan baik. Aku mencium aroma bunga hibisia begitu menyengat dari tubuhku. "Besok pagi, aroma hibisianya akan semakin berkurang dan seolah mengeluarkan aroma alami dari tubuh," ucap Beatrice seolah membaca isi pikiranku. Aroma hibisia yang manis membuat tubuhku seperti perpaduan aroma permen dan roti yang baru saja keluar dari pemanggangan. "Yang Mulia sangat menyukai aroma hibisa, karena itu aku membalurnya ke seluruh tubuhmu," jelas Beatrice. Keningku berkerut memikirkan ucapan Betrice. Jika Kaisar memang menyukai aroma hibisia, kenapa tidak dibalurkan ke seluruh tubuhnya saja? "Sudah cukup, Nona. Sekarang kau harus kembali ke kamar dan beristirahat dengan cukup. Aku akan mengantar makan malam untukmu sebelum malam menjelang, karena seorang kau harus berpuasa saat bulan menampakkan wujudnya hingga saat matahari terbit besok," katanya. "Tidak boleh makan ataupun minum?" tanyaku. Beatrice mengangguk dan aku malam memikirkan tidak bisa menahan diri untuk makan saat malam tiba. "Tenanglah, Nona Ilona. Itu hanya beberapa jam, kamu pasti akan bisa melewatinya," ucapnya sambil tersenyum. "Apa tujuannya?" tanyaku penasaran mengingat aku sama sekali belum pernah melakukannya. "Agar aura kecantikanmu terlihat berbeda," jawan Beatrice setengah berbisik. "Nona Ilona sudah terlihat sangat cantik saat ini, dan besok pagi setelah melewati ritual tidak makan dan minum apa pun, kau akan terlihat semakin bersinar dan membuat siapa pun akan terpesona karenanya. Terutama Yang Mulia, dia pasti akan jatuh cinta padamu," lanjutnya sambil tertawa kecil. Aku bergidik ngeri membayangkan jika seorang yang kejam seperti Rhys Logan akan jatuh cinta padaku. Bahkan terpikirkan dalam mimpi pun tidak. "Aku akan menemanimu malam ini agar kau bisa melewatinya dengan mudah," ucap Beatrice. Aku rasa Beatrice memiliki kemampuan untuk membaca pikiran seseorang. Dari tadi dia seperti tahu apa yang aku pikirkan. Baru saja aku membayangkan akan membatalkan puasaku dengan diam-diam makan ataupun minum, agar aura yang tidak kumengerti itu tidak perlu muncul. Nyatanya Beatrice malah akan menemaniku malam ini. Itu artinya aku tidak bisa mencuri makan. Mataku mengerjap beberapa kali, agar terlihat seperti sangat memahami ucapannya. Ini baru permulaan, bahkan aku belum resmi menjadi Ratu. Bagaimana selanjutnya, rasanya aku sendiri tidak berani membayangkannya. Beatrice kemudian memintaku untuk duduk di sudut tempat tidur, sedangkan dia membantu untuk menguraikan rambutku dan memercikkannya dengan cairan yang terasa begitu wangi di indra penciumanku. "Apa ini?" tanyaku penasaran. Dari tadi sepertinya Beatrice tak henti-hentinya membalurkan entah apa yang tidak kuketahui dari rambut hingga kakiku. "Ini minyak bunga mawar, baik untuk rambut dan akan meninggalkan aroma wangi yang tak akan hilang hingga beberapa hari," jelasnya. "Ta...tapi buat apa semua ini?" tanyaku bingung. Beatrice terlihat mengulum senyumnya sebelum menjawab pertanyaanku. "Tentu saja semua ini agar Yang Mulia merasa senang," ucapnya. "Senang?" tanyaku bertambah bingung. Semua ritual yang dilakukan oleh Beatrice padaku semata-mata untuk keperluan Kaisar Rhys Logan. Aku tidak mengerti dengan semua ini? "Iya, agar Yang Mulia Kaisar merasa senang memiliki istri seperti Nona," jawabnya. Aku tidak bertanya lagi, karena aku yakin semua pertanyaanku akar berakar pada Kaisar. Jadi cukup aku pendam sendiri saja semua rasa penasaranku. Setelah memastikan semua keperluanku sudah selesai dikerjakannya, Beatrice kemudian pamit karena akan mengambil makan malam yang terlalu awal buatku. Sejenak aku menatap pantulan wajahku di cermin besar yang berada tepat di depan tempat tidurku, tidak ada yang berbeda denganku. Bagaimana bisa saat besok pagi auraku akan terasa berbeda? Ada-ada saja. Beatrice datang tak lama kemudian. Dia membawa senampan besar makanan yang isinya penuh dengan sayur dan buah-buahan. Sisanya sepotong kecil daging domba, dan beberapa iris kentang. Apa mereka memang sengaja menyiksaku dengan memberikan makanan seperti ini? Jika seperti ini, tentu saja saat tengah malam nanti aku akan kelaparan. "Makanlah daging dan kentang terlebih dahulu, setelah itu baru sayur dan buah-buahannya," ucap Beatrice. Aku menatapnya selama beberapa detik, seolah tidak yakin jika inilah makanan terakhir yang kumakan sampai besok pagi. "Memang seperti inilah makanan untuk calon pengantin, bukan hanya berlaku untuk kalangan istana. Rakyat biasa juga melakukan hal seperti ini menjelang hari pernikahan mereka," jelas Beatrice. Mataku memang tidak bisa berbohong karena melihat nampan yang dibawanya dengan wajah kebingungan. "Hanya hari ini saja, untuk selanjutnya Nona bebas makan apa pun, asal tidak berlebihan. Karena kesehatan dan penampilan adalah hal yang terpenting untuk seorang Ratu," sambungnya. "Setelah upacara pernikahan, Nona akan pindah ke kastil utama dan jika Yang Mulia berkenan, mungkin akan menempati kamar yang sama dengannya." "Karena itu Nona Ilona harus bisa mengambil hati Yang Mulia agar tidak ada wanita-wanita lain yang akan menjadi selir Yang Mulia," ucapnya dan membuatku menjadi ketakutan. (*)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN