Kisah Dimasa Lalu

1339 Kata
Flashback on: 5 Tahun yang lalu. "Sialan! Dia lupa atau pura-pura lupa? Masa hari sepenting ini dia lupa?" gerutu Syaren di atas ranjang seraya memainkan handphonenya, ia menyentuh layar persegi yang di genggamnya itu ke atas dan kebawah. Beberapa menit kemudian. Tok tok tok Seseorang mengetuk pintu kaca balkon kamarnya, Syaren sontak langsung melihat ke arah kaca lalu beranjak turun dari ranjang dan berjalan ke arah pintu kaca menuju balkon itu. Tap tap tap Ceklek "Rafa? Kamu ngapain?" tanya Syaren kaget saat Rafa berdiri di depan pintu kaca. "Kenapa chat aku gak kamu bales? Dan kenapa telfon aku gak kamu jawab? Kamu masih marah?" tanya Rafael. "Handphone aku lowbat!" ucap Syaren berbohong, padahal sejak tadi ia hanya malas menanggapi pesan yang isinya tak penting. "Kamu kok bisa naik? Kamu manjat?" tanya Syaren. "Aku bukan spiderman! Ya aku naik tanggalah" jawab Rafael. Grep Syaren menutup mulut Rafael. "Jangan terlalu keras ngomongnya, papa aku udah pulang! Kalo tau kamu ada di sini, dia bisa ngamuk!" Rafael melepas tangan Syaren di mulutnya. "Aku udah tau." "Ya udah ... kamu pulang sana! Ngapain pake kesini segala!" ucap Syaren. "Aku bersusah payah naik ke atas sini untuk mengucapkan selamat ulang tahun tapi sikapmu malah seperti ini? Ckk!" Rafael berdecak kesal. "Ya udahlah ... aku pulang!" ucap Rafael berbalik. "Hmmm jangan." Syaren meraih tangan Rafael cepat, ia tersenyum manis dan menggenggam tangan kanan Rafael. "Aku pikir kamu lupa." "Enggaklah ... masa iya aku lupa sama ulang tahun kamu, ulang tahun kita kan cuma beda sebulan, bulan depan awas kalau kamu lupa." ucap Rafael. "Ckk! Enggak! Udah ... hadiahnya mana?" tanya Syaren mengulurkan kedua tangan meminta. "Besok yaa ... di sekolah." "Janji ya? Awas aja kalo enggak, aku gak mau kenal lagi sama kamu." ancam Syaren. "Iyaa ... kado biasanya besok." ucap Rafael. "Hm? Maksudnya?" tanya Syaren tak mengerti. Rafael mengambil kotak berukuran persegi panjang dari saku belakang celananya lalu memberikannya pada Syaren. "Ini apa?" tanya Syaren. "Buka aja." jawab Rafael. Syaren membuka kotak itu dan langsung membulatkan mata kaget menatap Rafael setelah melihat benda yang ia inginkan berada di tangannya. Sebuah kalung perak dengan inisial S dan R. "Sengaja aku minta dua huruf, S untuk kamu dan R untuk aku." ucap Rafael. "Raraf." ucap Syaren memeluk Rafael. "Aku sayang sama kamu, kamu emang sahabat aku yang paling baik." ucap Syaren kembali berdiri tegak. "Sya? Ada yang mau aku omongin sama kamu." "Ngomong apa? Ngomong aja." ucap Syaren dengan mata fokus sembari melihat kalung yang Rafael berikan. "Aku sayang sama kamu." "Iya ... aku juga sayang kok sama kamu, Raf." jawab Syaren masih fokus pada kalung itu. "Bukan sayang sebagai sahabat, tapi lebih dari itu." ucap Rafael lagi. "Hm?" syaren menatap Rafael. "Aku suka sama kamu." "Jangan bercanda." ucap syaren tertawa sembari memukul pelan bahu Rafael. "Aku serius, aku gak tau sejak kapan perasaan itu ada, tapi aku beneran suka sama kamu, bukan sebagai sahabat tapi lebih dari itu." "Raf? Kamu gak lagi bercanda kan?" tanya Syaren menatap pria di hadapannya dengan sangat serius. "Aku serius, Sya, aku ga becanda! Aku beneran suka sama kamu, aku ga tau sejak kapan aku menyimpan rasa seperti ini, tapi aku marah dan aku gak suka kalo para lelaki itu ganggu kamu, apalagi mereka sampai berani menyatakan cinta padamu." ucap Rafael. Syaren diam tak berucap. 'Apa dia sedang menyatakan cintanya padaku?' batin Syaren berucap. Hening_ "Oke ... diamnya kamu buat aku ngerti kok apa jawabannya," ucap Rafael. "Kamu hanya menganggap aku sebagai sahabat kan? Kita tumbuh besar sama-sama, aku ngerti kok, Sya, mana mungkin kamu suka sama aku, ucapan aku yang barusan jangan di pikirin. Aku tetap sahabat kamu, jangan berubah meski aku udah bilang kaya gini sama kamu yaa ...." ucap Rafael. Syaren masih diam tak berucap. 'Ini bukan prank kan? Dia benar menyatakan cintanya padaku?' ucap Syaren di dalam hati. "Ya udah, aku pulang yaa ... besok aku jemput seperti biasa, dahh ...." pamit Rafael berbalik dan berjalan ke arah pagar balkon. Tap tap tap Rafael menaiki pagar balkon kamar Syaren hendak turun. "Aku juga suka sama kamu dan sepertinya sayangku padamu bukan sebagai sahabat tapi juga lebih." ucap Syaren cepat. Rafael sontak langsung menoleh ke arah Syaren dan tak lagi berniat memanjat pagar hendak turun, ia berbalik dan menatap Syaren. "Kamu bilang apa?" tanya Rafael. "Aku suka sama kamu, Raf, aku cemburu dan aku juga gak suka kalo liat kamu ngobrol sama perempuan lain" ucap Syaren. "Aku menolak cinta Edwin karena aku menyukaimu." "Kamu serius? Kamu gak bercanda kan?" tanya Rafael kembali mendekati Syaren. "Kalau ucapanmu yang tadi serius yang aku juga serius." jawab Syaren. "Jadi?" tanya Rafael. "Apa?" "Kita pacaran?" tanya Rafael. Syaren tersenyum malu. "Pakein." ucap Syaren memberikan kado ulang tahun yang Rafael berikan tadi, meminta Rafael agar memasangkan kalung itu di lehernya. Rafael balas tersenyum, ia mengambil kalung itu dan memakaikannya di leher Syaren. Tok tok tok "Kak? Kak Syareeen." teriak Daniel. "Papa suruh turun, makan dulu." teriaknya lagi. "Aku harus turun," ucap Syaren panik. "Aku pulang." ucap Rafael, ia mengelus pipi Syaren dan berbalik, kembali berjalan ke arah pagar dan memanjat pagar itu lalu turun melalui tangga. "Hati-hati." ucap Syaren melihat Rafael yang sedang turun, ia lalu berbalik dan berjalan ke arah pintu. *** Tap tap tap Syaren berjalan ke arah meja makan, sudah ada sang ayah, ibu, kedua adik kembarnya dan sepupunya juga di meja makan. "Lama banget, abis ngapain?" tanya Darren, sang ayah bertanya dengan mata yang menyipit tajam. "Hmm? Mmhh ... ngerjain PR." jawab Syaren berbohong. "PR apa?" tanya Darren. "Matematika." jawab Syaren asal. "Ngerjain PR atau telfonan sama Rafael lagi?" tanya Darren. "Papa kenapa sih? Terserah Syaren lah mau telfonan atau enggak, kenapa Papa yang ribet? Mama aja kalem kok." sahut Syaren. "Udah pinter ngejawab yaa sekarang." ucap Darren lalu menatap sang istri yang duduk di samping kanan meja makan. "Kamu liat anak kamu, kalau orangtua ngomong bukan di dengerin malah ngejawab terus." "Udah! Mau makan aja ribut." ucap Nadisya, "Kalian makan." ucap Nadisya lagi pada Syaren, Daniel, Dazriel, dan Alfian. Beberapa menit kemudian. Tap tap tap "Loh kok Papa sendirian? Mama sama adek mana?" tanya Alfian saat melihat sang ayah berjalan sendirian tanpa ada sang ibu di sampingnya. "Mama masih di rumah oma, lusa baru pulang." jawab Alfa lalu melihat ke arah Syaren. "Syaren." panggil Alfa. "Hm?" Syaren menatap Alfa. "Kenapa?" "Rafael apa kabar?" tanya Alfa. Syaren menatap sang ayah lalu kembali menatap pamannya. "Baik ... dia baik kok." ucap Syaren. 'Ckk! Sial! Dia pasti ketauan.' batin Syaren berucap. "Di sekolah kalian pasti ketemu setiap hari kan?" tanya Alfa. "Jelas ketemu setiap hari, orang mereka satu kelas, satu meja pula." ucap Alfian. "Alfian!" ucap Syaren menggertakkan gigi pada adik sepupunya itu lalu menatap sang ayah. "Dia bohong, Paa." "Yang bohong kamu atau Alfian?" tanya Darren. "Hmm? Mmhh ... Syaren udah kenyang, PR Syaren juga belum selesai, Syaren ke kamar dulu yaa? Daahh ...." pamit Syaren bangun dari duduknya dan berjalan cepat menaiki anak tangga menuju kamarnya, sebelum semua semakin rumit lebih baik ia pergi lebih dulu. Pffttt Alfa tertawa pelan saat keponakannya itu malah pergi dan menghindar dari pertanyaannya. "Daniel juga udah kenyang, Daniel ke kamar duluan yaa." pamit Daniel berdiri dari duduknya dan berbalik pergi meninggalkan meja makan. "Kakak ikut." ucap Alfian mengikuti Daniel dan merangkulnya berjalan kearah kamar mereka. "Aku juga," Dazriel ikut mengejar saudara kembar dan kakak sepupunya. "Kayanya kamu sama Rafli bakal besanan deh." ucap Alfa yang kini sudah duduk di samping kiri meja makan, ia menatap sang kakak dengan senyuman. "Cih! Ga akan mungkin!" ucap Darren. "Lagian kamu lupa apa sama yang udah dia lakuin sama kamu?" "Enggaklah! Gak akan pernah lupa, tapi itu hanya masa lalu kan? Aku udah maafin dia." ucap Alfa. "Buah itu jatuh gak akan jauh dari pohonnya Alfa!" ucap Darren. "Tapi Diandra kan baik, yaang." Nadisya ikut berbicara. "Diandra emang baik, tapi Rafli? Anak laki biasa mirip bapaknya!" "Kebiasaan! Selalu gitu sama orang." ucap Nadisya. "Terserah aku lah!" jawab Darren. *** Syaren berbaring di atas ranjang seraya terus memegang kalung di lehernya, ia berbalik memutar tubuh berbaring menyamping, melihat foto dirinya dan Rafael. "Hmm ... kamu gemesin!" Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN