DELAPAN: PERTANYAAN

1236 Kata
Embun baru saja terbangun saat jam menunjukkan pukul sepuluh pagi. Dengan langkah malas gadis itu menuju kamar mandinya untuk mencuci muka agar bisa segera bergabung dengan kedua orangtuanya yang biasanya akan duduk santai di depan televisi sambil menonton film apapun itu. Begitulah kebiasaan keluarga Embun saat hari sabtu. Walaupun mereka jarang bisa bertemu dihari senin sampai dengan jum’at karena kesibukan masing-masing, tapi khusus untuk akhir pekan, mereka berusaha untuk meluangkan waktu bersama berada di rumah dan tidak mengerjakan pekerjaan apapun. “Pagi, Maa..Paa..” sapa Embun yang berjalan menuju orang tuanya yang sedang duduk di kitchen stole mini bar yang terhubung dengan Dapur. “Pagi princess Papa. Aduh-aduuh.. Gak kurang siang nih princess bangunnya?” ujar sang Papa menyambut anak semata wayangnya sambil merentangkan tangannya dan disambut pelukan oleh Embun. Pria paruh baya itu mendaratkan kecupan di pucuk kepala anak gadisnya dengan manis. “Ah… belum mandi nih princess Papa, bau rambutnya!” ucap Awan, Papa Embun, yang memberi respon seperti orang membau yang kurang sedap dengan menutup hidungnya. “Waktunya ke salon nih ya kayaknya, udah lama nih Mama gak jalan sama Embun. Pulang malaaam terus!” Tyas berkata sambil ikut memeluk Embun dan mencium pucuk kepalanya. “Emh.. Iya! beneran bau gak enak Pa!” sambil reflek menutup hidungnya dan kembali menuju dapur. “Ih masa’ sih ma? Embun rajin keramas kok!” Embun mengambil rambutnya dan membau beberapa helai rambutnya. “Enggak ih, Mama!! Malu kali Embun ngantor tapi bau!” “Iya dong! Masa anak Mama sama Papa bau! Gak ada di kamus Mama, anak Tyas Mayasari bau. Makanya ini waktunya ke salon nih, sayang. Jangan lama-lama gak ke salonnya. Nanti rambutnya kusut! Calon mantu Mama nanti layu sebelum berkembang,” ucap Tyas sambil melirik Suaminya dengan senyuman tipisnya. “Emang calon mantu Mama apa deh! Layu segala,” ucap Embun dengan mencebik. “Udahlah debatnya! Ayo kamu siap-siap, Sayang. kita beneran mau ke mall. Kamu ke salon dulu sama Mama. Nanti pulangnya kita makan di restoran Jawa favorit kita. Papa kangen makan Rawon,” kata Awan dengan membelai kepala anaknya lembut. “Sarapan dulu ya Pa, Princess laper!!” Embun berkata dengan gerakan mengusap perutnya karena memang lapar. “Ini bubur ayam Embun, gak pake bawang, gak pake kedelai.” Bu Tyas menyodorkan makanan tersebut ke arah putrinya. “Makasih Maa.” Embun langsung menyantap makanan kesukaannya yang sering ia makan jika akhir pekan tiba. -***- Kini ketiganya sudah berada di sebuah mall di Jakarta pusat. Embun berjalan santai dibelakang Mama dan Papanya. Ia menggunakan kemeja oversize bermotif floral yang satu sisinya dimasukkan kedalam denim short pantsnya. Gadis itu berjalan dengan memegang satu sisi tas bermerek miliknya. Jangan tanya bagaimana penampilan mereka. Keluarga tersebut terlihat sangat fashionable saat berjalan bersama. Embun tidak pernah menganggap penampilannya high class atau terlihat seperti orang yang diatas standar orang kebanyakan. Menurutnya, style miliknya adalah mode yang dipakai oleh kebanyakan orang. Ya, tentu saja karena dia berada di salah satu mall elit di kota Jakarta. Wajahnya yang seperti boneka dan badannya yang putih mulus, sangat cocok dengan mode apapun yang dia pakai. Gayanya benar-benar menarik perhatian beberapa pengunjung Mall. Saat mereka akan menuju salon, Embun menemukan sosok yang sepertinya ia kenal sedang berada di restoran bersama dua orang perempuan. Mereka sedang tertawa bersama dan terlihat sangat akrab. Embun merasa dadanya sesak melihat kedekatan itu. Ia memilih segera berlalu sebelum perasaanya semakin kalut. Sepertinya baru kemarin lai-laki itu menggodanya. Kini ia sudah bersama dengan wanita lain disana. Bercanda dengan mesra. Ia ingin bersikap biasa saja, tapi sepertinya ekspresi wajahnya tidak bisa dikontrol lagi. Muka masam menghiasi wajahnya. Gadis itu memilih berlalu dan berusaha fokus pada Mama dan Papanya. Ia mencoba untuk mengalihkan pikirannya dari hal itu karena menurutnya saat ini yang paling penting adalah quality time bersama keluarganya. Setelah beberapa jam berlalu, kini mereka bertiga sudah berada disebuah restoran Jawa yang dimaksud Awan. “Gimana Mbun? Mama sama Papa mau dikenalin kapan nih sama calon mantu?” Tyas berkata sambil memainkan telepon genggamnya. “Apa sih ma, calon mantu gimana? Embun aja gak ada pacar," ucap Embun malas. “Kemarin Papa lihat kamu dijemput laki-laki. Kok dia nggak masuk rumah buat ijin sama Papa mau antar kamu?” ujar Awan sambil mengamati ekspresi putri semata wayangnya dengan seksama. “Nganter doang, Pa. Dia gak ada kewajiban buat lapor Papa. Bukan siapa-siapa Embun juga." “Mau dia pacar kamu, temen kamu, rekan kerja kamu, siapapun itu, harusnya pamit dong sama Papa, Mbun. Gak baim dijemput dijalan gitu," tegur Awan yang terdengar lembut tapi penuh penekanan. “Anggep aja dia supir taksi online, Pa.” Embun masih saja menjawab sambil menampilkan muka datar dan dinginnya. “Heemmh.. mana ada supir taksi online pake mobil gitu. Bukain pintu lagi. Lagi berantem ya? Sebenernya itu siapa, Mbun? Kenalin sama Papa sama Mama dong. Kalo dia gak gentle gitu mending gak usah jemput-jemput kamu lagi deh,” ucap Tyas. “Papa sama Mama mikirnya gak usah kejauhan, iseng doang kali dia. Besok-besok juga gak bakal jemput Embun lagi." Embun kini sudah memasang wajah jutek miliknya demi menghindari obrolan soal laki-laki yang tidak lain adalah Gavin. Gendang telingnya seolah akan pecah jika kedua orang tuanya kembali menyebutkan nama laki-laki itu. “Udah-udah! Ayo makan, deh.Aduh laper ini anak Papa kayaknya, itu kayaknya pesenan kita datang. Biar makan dulu deh si Princess, Galak! Papa takut!!” Awan memasang muka jenaka sambil melihat pelayan yang sepertinya memang membawa pesanan makanan mereka. -***- >Gavin Embun, Kamu ada waktu malam ini? Mau pergi? Embun mendiamkan pesan yang ternyata sudah dikirim sejak beberapa jam yang lalu, saat ia makan malam di restoran. Ia malas untuk membalas mengingat saat menemukan pria itu di mall bersama 2 wanita dimana salah satunya ada Luisa yang memegang pergelangan tangan Gavin dengan terlihat mesra. “Pantes aja Luisa selalu nyesuaiin jadwal Gavin. Ternyata mereka udah akrab! Apa sih gue, kayak anak kemarin sore aja. Bete deh gue sama diri gue sendiri!” Embun mengomel pada dirinya sendiri sambil menatap langit-langit kamarnya. Tiba-tiba mendengar ketukan pintu kamarnya, Embun segera beranjak dan membuka kamarnya. Terlihat mamanya dengan sangat anggun dengan back slit dress berwarna maroon selutut. Mamanya masih terlihat seperti berumur tiga puluh tahunan, padahal tahun depan akan berumur setengah abad. “Mau pergi nih pasti sama Papa?” Embun mendahului percakapan. “Iya dong, mengenang masa muda, kamu mau dirumah aja? Gak keluar? Mau bareng sama Mama?” sambil tersenyum menggoda Tyas mengedipkan matanya. “Gak, makasih! Ya kali Ma! Bukan kayak ibu dan anak nanti keliatan kayak kakak adek.” “Ih, kenapa? lagian ada Papa kamu yang bakalan jagain kamu dari tangan-tangan nakal, Princess. Lebih aman!” Mamanya semakin jahil untuk menggodanya, “Gak deh ma, jagain mama aja bakal ribet sih buat Papa!” sambil mengamati Tyas dari atas hingga bawah. Wanita itu tergelak mendengar jawaban anak satu-satunya itu. “Okaaay..mmmh.. see you later honey. Just sent us a text if you’re not home.” Tyas mencium pipi anaknya dan berlalu. Embun hanya menggelengkan kepalanya dan menutup kembali pintu kamarnya. Ia merebahkan dirinya di kasurnya. Ia memandangi ponselnya dan melihat foto profil Gavin dalam aplikasi pesan. Embun mendengus gusar melihat senyuman manis Gavin yang terpampang di foto profil itu.. Pesona Gavin memang tidak bisa di elakkan. Pasti wanita-wanita cantik seperti Luisa akan tergoda dengan lelaki seperti Gavin. Lengan kekar dan mata Gavin membayangi Embun. Sebelum semakin liar fantasinya dan rasa cemburunya. Embun memutuskan memejamkan matanya, berharap agar pagi segera datang. -***-
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN