Pagi ini Embun bangun membuka mata dengan senyuman. Tubuhnya terasa segar karena tidur nyenyaknya malam tadi. Ia menatap jam di nakas dan segera melangkahkan kakinya ke kamar mandi.
Hari ini adalah hari jum’at dan bebannya untuk akhir bulan telah usai. Embun ingin sekali esok hari segera tiba. Akhir pekan yang selalu dinantikan karena dia bisa merebahkan dirinya seharian penuh.
Tanpa sadar Embun jadi membayangkan jika lelaki yang semalam mengantarnya pulang adalah kekasihnya, ia bisa memastikan bahwa akhir pekannya akan disambut dengan lebih semangat. Senyuman tak henti mengembang dari wajahnya pagi itu akibat bayangan Gavin yang berkelebat di kepalanya.
Seusai mandi, Embun merias wajahnya dengan liptint berwarna merah muda dan memakai sedikit bedak serta perona pipi berwarna merah muda. Sepertinya kebahagiannya dituangkan dalam penampilan hari ini, bahkan Embun juga memakai kemeja merah muda dan rok pensil selutut berwarna khaki yang membuatnya terlihat segar dan ceria.
Seusai berdandan, Embun bergegas turun dari kamarnya menuju ruang makan dan mendapati Papa dan Mamanya sedang sarapan pagi bersama. Mereka terbiasa memilih makan yang mudah untuk dibuat karena memang tidak banyak orang dirumahnya. Apalagi mereka semua bekerja.
“Anak Papa cantik banget deh,” ucap Papanya sambil mengerling pada anak semata wayangnya.
“Papa genit deh!” Embun mengulum senyum.
“Mama gimana? Cantik gak Pa?” Mama Embun mengedipkan matanya ke arah suaminya.
“As always, Darl!” Papanya memberikan cium jauh pada istrinya.
“Aduh, Embun kayaknya kudu buru-buru nih, kayaknya ada yang bakal nelat kantor. Embun pesen taksi online aja ya Ma, Pa. Embun takut telat,” Embun meraih setangkup roti dan buru-buru menelannya serta meneguk s**u dengan singkat dan tidak habis.
“Papa antar Embun, gak akan ada telat untuk hari ini. Pelan-pelan aja sayang makan dan minumnya,” Papanya memperingatkan agar tidak terburu-buru.
“Take your time, Pa!” Embun mengedipkan matanya dan segera mencium pipi Papanya dan menghampiri mamanya untu mencium pipinya.
“Bye guys, see you!” teriak Embun yang sudah melesat ke pintu rumahnya.
baru saja ia keluar dari pintu rumahnya dan sesaat kemudian ia bingung saat mendapati ada mobil mini cabrio berwarna Caribbean aqua terparkir di depan rumahnya. Seorang lelaki yang semalam mengantarnya pulang, keluar dari dalam mobil.
“Hai Embun, ayo aku antar!” senyumnya sudah menghiasi wajahnya yang hari ini terlihat lebih tampan.
“Gavin? Kamu ngapain?" Embun menunjukkan wajah terkejutnya dengan mata berbinar.
“Mau nganter Tuan Putri, ayo keburu macet,” Gavin menatap Embun masih dengan sorot mata berbinar dan senyum yang setia menetap di bibirnya. Tangannya kini sudah membuka salah satu pintu mobil dengan bergaya ala pelayan kerajaan yang mempersilahkan ratu untuk masuk ke dalam kendaraannya.
"Repot banget mesti kesini pagi-pagi."
"Gak kok, kita searah. Bakal repot kalo kamu gak mau. Aku udah sampe sini juga."
Embun nampak menimbang-nimbang kesempatan dihapannya. Wajah Embun terlihat menggemaskan di mata Gavin saat sedang memikirkan sesuatu. Mata Gavin tidak bisa lepas dari wajah Embun.
"Jangan kebanyakan mikir. Udah, ayok!" Gavin menarik pergelangan tangan Embun dengan lembut.
"Eeh.." walaupun Embun nampak kaget, ia sama sekali tidak menepis tangan Gavin.
Gavin meletakkan tanganya tidak jauh dari kepala Embun agar aman saat masuk mobil. Setelah Embun sudah masuk dan duduk dengan manis, Gavin segera menutup mobilnya dan berlari menuju kursi kemudinya.
Dari arah dalam rumah, ternyata Mama dan Papa Embun menatap melalui jendela. Setelah mereka berlalu, kedua orang itu saling menatap dan tersenyum.
“Anak kesayangan Papa udah gede tuh, udah ada yang bakal gantiin tugas Papa kayaknya,” ucap mama Embun sambil tersenyum lebar.
“Semoga dia laki-laki yang bertanggung jawab ya Ma, bisa jaga putri kita kalau memang dia serius dan naksir sama putri cantik kita,” Papa Embun menatap istrinya lekat.
“Kita doakan yang terbaik untuk Embun, biar gak ngurusin kerjaan terus. Pusing mama ngeliatnya,” Mama Embun mengusap punggung suaminya lalu beranjak menuju menuju ke ruang makan.
Papa Embun hanya menggeleng pelan dan membatin, suka gak sadar kalo dia juga bikin pusing kalo udah ngerjain hobinya.
-***-
Mobil yang dikendarai Gavin sudah berhenti di depan lobby kantor Embun.
“Makasih ya Vin, nanti kirim chat aja, gimana caranya bilang makasih buat pagi ini. Sorry, gak bisa lama-lama. Zona drop off.. hehe... See you later!” Embun segera turun dan melambaikan tangannya sambil tersenyum.
Gavin hanya menunjukkan kedua ibu jarinya dengan senyum menawannya dan segera melajukan mobilnya.
Embun memasuki lift dengan muka berseri-seri. Bahkan dia merasa tidak terganggu dengan sesaknya lift di pagi ini. Ia masih tersenyum sampai dengan duduk di kubikelnya.
“Duh, cerah banget nih kayaknya matahari Jakarta pagi ini. Langitnya berasa gak ada polusi. Bisa liat langit yang cerah,” Dea mengatakan sambil bersandar pada meja kubikel milik Embun dan melihat-lihat berkas yang ada di tangannya dengan tersenyum.
“Mbak Dea pagi-pagi sarapannya julid!” Embun berkata dengan mencebik.
“Liat deh, kayaknya seluruh ruangan warnanya pink Mbun! Aduuuh.. mata gueee!!!” Dea berkata hiperbolis sambil menutup matanya.
“Ini pasti ulah grup karyawati nih ngegosip! Ya ampuuun… masih pagi Mbak Deaaaa!!!”
Benar saja, saat Embun membuka grup layanan aplikasi pesan isinya sudah ratusan pesan dengan foto Embun tersenyum manis keluar dari sebuah mobil mini cabrio. Wajahnya memerah karena malu. Ia membaca pesan satu persatu dan semakin membuat wajahnya semakin merah padam karena banyak sekali yang usil menggodanya. Beruntungnya tidak ada pesan yang berisikan cemoohan.
“Embun!” terdengar suara ketus dari Luisa yang langsung menghilangkan senyum Embun di pagi itu.
Dea bergegas kembali ke kubikelnya dan mencoba fokus kepekerjaannya.
“Iya Bu'.”
“Ke ruangan saya sekarang,” Luisa menampilkan wajah dan suara datar dan segera berlalu ke ruangannya.
Embun mengikuti langkah kaki Luisa menuju ke ruangannya. Jantungnya berdegup kencang takut jika ada yang salah. Bahkan pikirannya sudah dipenuhi dengan menghubungkan berbagai macam kemungkinan, karena sejujurnya Embun juga merasa aneh karena ini masih sangat pagi untuk memulai pekerjaan. Layar komputernya saja belum dinyalakan.
Ada apa nih pagi-pagi? Apa si bos ngeliat gue bareng Gavin ya? hah? masa ada hubungannya? Bentar.. gue punya salah apa ya? Jantung Embun sudah tidak beraturan memikirkan kemungkinan dia akan dilabrak bosnya sendiri.
-***-
Embun menatap punggung Luisa, pandangan Luisa yang terpantul dari kaca jendela ruangan yang menampilkan pemandangan kota Jakarta di pagi itu. Matanya terlihat sendu dan wajahnya terlihat sedih.
Mellow banget Bu Luisa, ungkap Embun dalam hatinya. Jantung Embun yang tadinya berdegup takut menjadi tenang dan ikut sedih melihat tatapan sendu Luisa.
Luisa menghembuskan nafas panjang yang dapat didengar Embun.
“Udah bikin rekap buat seluruh kandidat Manajer keuangan dan pelaporan anggaran?” tanya Luisa datar dengan mata yang masih setia menatap pemandangan keluar jendela.
“Sudah bu, kecuali punya Pak Gavin. Kemarin belum sempat saya minta ke Bu Luisa.”
“Saya minta kamu selesaikan secepatnya, dan hubungi Tiara buat offering letter,” Luisa berkata masih dengan muka datarnya dan menyerahkan map hijau.
“Tapi bu! Saya belum selesai bikin hasil rekap Pak Gavin. Kenapa sudah diputuskan?” Embun menatap punggung Luisa dengan lekat.
Luisa dengan cepat menoleh dan menatap lekat kearah Embun dan pandangan tajam.
“Saya yakin kamu kerja disini bukan hanya setahun atau dua tahun. Kamu pasti tahu situasi apa ini?! Laksanakan saja perintah saya. Saya tidak menerima penolakan. Tetap kerjakan laporan Sachdev Gavin dan hubungi Tiara untuk offering,” nadanya dingin dan datar
“Baik bu. Saya permisi.” Embun menunduk dan pergi meninggalkan ruangan Luisa.
Luisa menyentuh keningnya dan memijat pelan. Ia kembali menatap kedepan dan melihat gedung-gedung berjajar dihadapannya. Ia merasa kalut dengan perasaannya sendiri.
“Gimana cara nyadarin Haris bahwa perusahaan ini butuh orang untuk menghindari kehancuran. Sampai kapan perusahaan ini jadi panti sosial buat jalang-jalang yang dia punya.” Luisa menunduk dalam sambil memejamkan mata.
-***-