Namun ia tidak menemukan siapapun di dekat jendela itu. Valgar menarik napas panjang dan berusaha untuk menenangkan dirinya. Ternyata apa yang dialaminya tadi sama sekali tidak nyata.
Ia memandangi Ibu dan Ayahnya secara bergantian seraya berkata.
‘’Aku hanya bermimpi.’’
‘’Mimpi burukmu ini pasti disebabkan oleh jendela kamarmu yang terbuka. Bukahkah Ayah sudah mengatakan padamu berulang kali untuk selalu menutup jendela di malam hari?’’ Johnson menutup jendela yang terbuka itu.
‘’Aku lupa, Yah.’’
‘’Tidurlah lagi, Nak.’’ Ucap Adeline seraya menyelimuti tubuh Putranya itu.
Valgar mencoba untuk tidur kembali.
Saat memastikan bahwa putranya benar-benar sudah terlelap, barulah Johnson dan Adeline mematikan lampu dan meninggalkan Valgar sendirian.
‘’Sayang. Minta Tara untuk selalu memastikan jendela kamar anak kita selalu tertutup setiap malam.’’ pinta Johnson.
‘’Baiklah.’’
Di kamarnya. Tara sedang menghubungi kedua saudaranya. Rena dan Nata.
‘’Tara, apa majikanmu selalu bersikap baik padamu?’’ tanya Rena.
‘’Kau tidak perlu khawatir. Karena mereka sangatlah baik,’’ Ujarnya dengan bangga. ‘’Tapi aku yakin sekali, bahwa di tempatmu bekerja tidak ada Tuan Muda yang setampan Putra Bossku.’’
‘’Siapa bilang? Keluarga Davis memiliki seorang Putra yang sangat tampan dan juga seorang Nona Muda yang sangat cantik. Di apartemen ini, majikanku sangatlah terkenal.’’ Rena mengedipkan matanya pada Nata yang berada di sampingnya.
‘’Ah, yang benar?’’
‘’Tentu saja.’’
Saat Tara sedang asik mengobrol, Adeline datang mengetuk-ngetuk pintunya. ‘’Heh, sudah dulu ya, majikanku mengetuk pintu,’’ Rena mematikan ponselnya dan cepat-cepat membuka pintu. ‘’Selamat malam, Nyonya Besar.’’
‘’Malam. Tara, setiap pagi kau selalu membersihkan kamar Valgar bukan?’’
‘’Iya, Nyonya.’’
‘’Ada tugas tambahan untukmu. Begitu sebentar lagi akan menjelang malam hari, kau harus selalu menutup jendela kamarnya.’’ titah Adeline.
‘’Baik, Nyonya.’’
Adeline yang baru saja kembali dari dapur membawakan kopi untuk suaminya.
‘’Sudah?’’ Tanya Johnson.
‘’Sudah, Sayang. Ini aku buatkan secangkir kopi untukmu.’’ Meletakkan gelas kopi di meja.
‘’Terimakasih.’’
‘’Hari ini ulang tahun pernikahan Axiar. Harus kita hadiahi apa mereka, Yah?’’
‘’Untuk orang yang sudah memiliki segalanya, kau tidak bisa menebak dengan mudah akan memberikan mereka hadiah apa.’’
DX1 Restaurant & Wine Bar.
20.30 LT.
Keluarga Davis beserta Rana sedang menyantap hidangan yang tersedia di meja.
‘’Ayah, ibu. Aku permisi ke toilet sebentar.’’ ucap Ambar.
Karena Axiar dan Davis sedang makan, mereka hanya mengangguk tanda mengiyakan. Ambar pun segera beranjak dari kursinya begitu mendapat izin.
Saat Ambar sedang pergi ke toilet, restoran itu kedatangan tiga orang pengunjung baru. Ternyata Sofi datang bersama ibu dan adiknya.
Mereka mencari meja kosong. Namun sayangnya meja untuk pengunjung umum sudah full semua. Sofi berinisiatif bertanya pada salah seorang pelayan yang melewati mereka.
‘’Hei. Berhenti!’’ Ucapnya ketus.
Pelayan itu pun berbalik ke arahnya. ‘’Iya, Nona. Ada yang bisa ku bantu?’’
‘’Carikan aku meja kosong.’’
Adik Sofi yang bernama Sarah berkuliah di kampus yang sama dengan Ambar.
Dia adalah gadis yang berseru ketus saat mahasiswa di jurusannya terpana melihat kecantikan Ambar yang sedang melewati kelasnya.
Sebenarnya dia iri akan popularitas Ambar yang terkenal bukan hanya di kampusnya saja, namun juga di kampus-kampus lain.
‘’Maaf, Nona. Semua meja sudah penuh.’’
Saat Sarah mencari-cari meja yang kosong, ia tak sengaja melihat Ambar yang baru saja keluar dari sebuah ruangan.
Lagi-lagi Ambar mencuri perhatian semua mata yang berada di ruangan itu. Hal itu membuat Sarah berseru kesal. Padahal penampilannya tak kalah jauh dengan Ambar.
‘’Di sana ruangan apa?’’ Sarah menunjuk ruangan tempat Ambar keluar tadi.
‘’Oh, di sana ruangan vip, Nona.’’
‘’Kalau begitu di ruangan itu saja. Kenapa kau tidak mengatakannya dari tadi. Kau pikir aku tidak mampu untuk memakai ruangan itu, hah?’’ Sofi berkata lantang.
Orang-orang yang tadinya memperhatikan Ambar, sekarang jadi memperhatikan Sofi.
‘’Maaf, Nona. Ruangan itu juga penuh. Karena itulah aku mengatakan semua meja sudah penuh.’’ Pelayan itu berusaha menjawab dengan ramah.
‘’Yang benar saja.’’ Ibu mereka tampak bingung.
‘’Aku permisi.’’ Pelayan itu meninggalkan mereka bertiga.
Sebenarnya perlakuan pelayan itu sudah sangat sopan, namun mereka bertiga tidak menerimanya. ‘’Berani sekali dia bersikap begitu. Akan ku hajar dia.’’ Ucap Sofi yang sudah mengepalkan tangannya dan mau mengejar pelayan itu.
Namun niatnya itu cepat-cepat dihentikan oleh Sarah. ‘’Hentikan. Kau hanya akan membuat kita malu.’’
Sarah yang sangat mengetahui sifat kakaknya itu tidak ingin menjadi bahan tontonan para tamu. Apalagi Ambar berada di restoran yang sama dengannya. Ia pun segera mengajak paksa Sofi dan ibunya untuk keluar dan pergi mencari restoran yang lain.
Mark’s house.
21.35 LT.
Agzek sedang menjalankan misi yang diberikan oleh Tuannya. Ia tengah menemui Mark di kediamannya.
‘’Sebelum memberikan black doc kepada Boss Muda, aku sudah memeriksanya berulang kali. Data yang ku berikan sama sekali tidak salah.’’ Mark bolak-balik melihat file di laptopnya.
‘’Aku sudah memeriksa lokasinya. Di sana sama sekali tidak ada tanda-tanda kehidupan, Tuan.’’
Mark menatap Agzek tidak percaya. ‘’Benarkah?’’
‘’Iya.’’
‘’Aku akan memberikan informasi terbaru jika aku menemukan sesuatu.’’
‘’Baiklah. Aku akan menyampaikannya pada Tuan Muda.’’
M&M Store.
21.42 LT.
Dalam sekejap, toko baju itu sudah disulap oleh Rose dengan rapi. Pemilik toko yang sangat senang dengan kinerjanya memberikan upah di luar gaji bulanannya.
‘’Ini untukmu.’’ Memberikan sebuah amplop putih kepada Rose.
Ia yang sedang memakaikan baju di sebuah manekin itu menerima amplop pemberian pemilik store tersebut. ‘’Apa ini, Nyonya?’’ tanyanya.
‘’Upahmu karena telah membantu kami merapikan store.’’
‘’Tapi aku kan belum sebulan bekerja. Apa aku hanya dipekerjakan sehari saja?’’
Marcella tertawa. ‘’Tidak. Ini upah di luar gaji bulananmu. Aku tidak menyangka kau bekerja sangat cepat.’’
Rose menyeringai begitu mendengar pernyataan Marcella. ‘’Terimakasih, Nyonya. Terimakasih,’’ Ia tak henti-hentinya mengucapkan terimakasih kepada Marcella. ‘’Terimakasih.’’
DX1 Restaurant & Wine Bar.
22.00 LT.
Makan malam telah usai. Mereka bersiap-siap untuk pulang. Axiar jalan lebih dulu dan bersama Rana, Davis bersama Ratva, sedangkan Ambar mengekor sendirian di belakang.
‘’Ayah. Aku akan mengantar Rana pulang terlebih dahulu.’’
‘’Baiklah.’’ Jawab Davis.
‘’Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk hadir, Nak. Sampaikan salam kami kepada orang tuamu.’’
Rana tersenyum. ‘’Baik, Bu.’’
Melihat adiknya yang sedang jalan sendirian, Ratva pun memutuskan untuk menunggu Ambar agar dapat jalan bersama.
‘’Hai, Adik kecil,’’ Ambar tersenyum dan menggandeng lengannya. ‘’Aku tidak tau kau begitu pintar menyembunyikan sesuatu dariku.’’
Ambar menoleh ke arah Ratva. ‘’Aku ingin memberitahumu. Sungguh.’’
‘’Kapan?’’
‘’Sekarang!’’
‘’Apa masalahmu sebenarnya?’’’
‘’Ceritanya panjang.’’
‘’Aku punya banyak waktu. Tapi tidak sekarang, begitu tiba di rumah aku akan langsung menemui.’’
‘’Baiklah.’’
Begitu tiba di parkiran, Ratva membukakan pintu mobil dan mencium kening adiknya seraya berkata. ‘’See you in our home little sister.’’
‘’Terimakasih, Kak. Aku akan menunggu.’’ Memasuki mobil dan melihat ke arah Rana yang berada di samping Rartva. ‘’Bye, Kakak ipar.’’
‘’Hati-hati ya.’’ Rana melambaikan tangannya.
Dalam sekejap, dua mobil yang dinaiki oleh adik dan kedua orang tuanya itu perlahan-lahan mulai meninggalkan area restoran.
Deroit yang dari tadi sudah menunggu Tuannya di parkiran itu, ingin membukakan pintu untuk Rana. Namun Ratva menghentikannya.
‘’Biar aku saja.’’
Rana tersenyum melihat Ratva yang berlarian ke arah mobil. ‘’Sayang, memangnya kenapa jika Deroit yang membukakannya? Bukankah hal itu sudah biasa?’’
‘’Jika ada aku, mengapa harus Deroit.’’
Rana tersenyum dan segera memasuki mobil. Begitu pintu tertutup, Deroit berpindah posisi ke pintu sebelah kanan dan segera membukakannya untuk Ratva.
Dalam perjalanan pulang, tadinya Ambar masih mengikuti orang tuanya dari belakang. Saat melihat store ice cream favoritnya yang berada di pinggir jalan, Ambar pun langsung merubah haluannya. Ia berlarian memasuki store lantaran sudah mau tutup. Seorang karyawan yang mengenali Ambar menyapanya dengan ramah.
‘’Hei, Nona.’’
‘’Hei Nina. Seperti biasa.’’
‘’Strawberry mix vanilla.’’
Ambar tertawa kecil. ‘’Benar sekali.’’
Saat berhenti di lampu merah, Agzek yang melihat-lihat ke sana kemari tak sengaja mendapati gadis Tuannya keluar dari sebuah store sambil menikmati es krim yang berada di tangannya.
Dengan cepat ia memotret gadis yang mengenakan dress berwarna putih itu.
Lampu lalu lintas sudah berganti menjadi hijau. Agzek yang dari tadi asik memperhatikan Ambar tidak menyadari hal itu.
Ketika ia di klakson oleh mobil yang berada di belakangnya barulah Agzek sadar dan segera menjalankan mobilnya.
Sayangnya dikarenakan hal itulah Agzek kehilangan jejak Ambar. Saat ia kembali lagi, namun Ambar sudah tidak berada di sana.
Shooting Club.
22.15 p.m.
Shooting club tempat Valgar berlatih menembak kedatangan murid baru yang bernama Juno. Dengan cepat murid baru itu dapat beradaptasi dengan teman-teman Valgar.
Untuk ukuran seorang pemula, Juno termasuk cepat menyusul ketertinggalannya dengan murid-murid yang lain. Tak heran jika pada hari pertama berlatih saja Juno sudah mendapatkan pujian dari pelatih. Hal itu membuatnya sedikit membusungkan d**a.
Saat sesi latihan telah usai, Juno menghampiri murid lain kemudian bertanya.
‘’Siapa penembak terbaik di club ini? Apakah orangnya ada di sini?’’
Murid-murid lain yang sedang berada di sana seketika langsung melihatnya.
‘’Ada. Tapi dia hanya datang seminggu sekali.’’ Ucap yang lain.
‘’Siapa?’’
Sambil merapikan tasnya, Antonio yang berteman dengan Valgar menjawab pertanyaan itu. ‘’Valgar.’’
‘’Dibandingkan denganku, siapa yang lebih baik?’’
Antonio terkekeh. ‘’Banyak pelurumu yang mengenai sasaran, namun sebanyak itu pula yang meleset.’’
Semua orang tertawa mendengar pernyataan salah satu teman Valgar itu.
‘’Heh, Juno. Kau lihat target tembak di sebelah sana?’’ Antonio menunjuk target tembak yang berada di ujung ruangan.
‘’Tentu saja. Hanya memiliki satu lubang bekas satu tembakan.’’
‘’Tahukah kau? Valgar menembak sasaran itu di tempat yang sama berulang kali.’’
Pria yang sok hebat itu sontak tak percaya. ‘’Benarkah?’’ Namun ia tetap membela dirinya yang sudah terlanjur berlagak. ‘’Jika hanya lima kali aku juga bisa.’’
‘’Dalam dua jam berlatih, dia tidak pernah menembak sesedikit itu.’’ Antonio mulai menjinjing tasnya dan menghampiri Juno.
‘’Aku pasti bisa mengalahkan dan menyainginya.’’
‘’Dia adalah penembak terbaik di club ini. Pelatih saja dapat disaingi olehnya,’’ Ucap Antonio sambil menepuk-nepuk pundak pria itu dan berkata. ‘’Berlatihlah sebanyak yang kau mau anak baru. Karena sampai saat ini, dia belum terkalahkan sama sekali.’’ Kemudian berlalu.
Setelah Antonio pergi, murid-murid lain yang sudah selesai berlatih itu pun juga ikut meninggalkan Juno.
‘’Itu tidak mungkin.’’ Ucapnya seraya memperhatikan murid-murid yang sedang melewati pintu keluar.