Agzek berdiri tepat di hadapan Valgar dan siap menjawab pertanyaan yang akan diajukan oleh Tuannya.
‘’Silakan, Tuan Muda.’’
Valgar melempar sebuah dokumen bersampul hitam ke hadapan Agzek. Yang ternyata dokumen itu terletak di bawah dokumen bersampul merah tadi.
Saat Valgar sedang menemui ayahnya, Agzek diperintah olehnya untuk segera menemui Mark. Dia adalah orang kepercayaan Valgar sekaligus sekretaris pribadi putra semata wayang Johnson.
Setiap akhir bulan Mark akan memberikan dokumen bersampul merah yang berisi evaluasi kinerja Direktur Operasional selama satu bulan. Mulai dari perencanaan hingga anggaran.
Sebenarnya Valgar tidak perlu memeriksa dari a sampai z seperti itu, namun keberhasilan yang didapat oleh perusahaan Johnson saat ini tidak lepas dari peran Valgar yang memiliki caranya sendiri untuk mengupgrade kinerja perusahaan agar terus berkembang.
Karena itulah Johnson mempercayakan putranya untuk menduduki jabatan yang sangat penting tersebut.
Sedangkan dokumen bersampul hitam atau black doc yang sangat jarang sekali dibuat oleh Mark berisi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di perusahaan, dari kerugian, saham hingga terkait pesaing perusahaan. Serta langkah-langkah untuk mengantisipasi dan menemukan solusi dari semua masalah itu.
Sebelumnya Mark pernah membuat black doc tersebut sekitar tiga tahun yang lalu. Mark menganalisa bahwa perusahaan pesaing meniru design mobil yang akan perusahaan Johnson luncurkan pada awal tahun. Setelah diselidiki secara menyeluruh, rupanya analisa itu benar.
Dengan sigap Valgar mengambil tindakan dan membawanya ke jalur hukum. Perusahaan pesaing akhirnya membayar denda yang telah ditetapkan oleh pengadilan dan mengakibatkan perusahaan itu tak lama gulung tikar.
Black doc merupakan inovasi yang diciptakan oleh Valgar. Hal itu dipicu oleh terus meruginya perusahaan Johnson setiap bulan. Dimulai sejak Valgar mulai bergabung dan merealisasikan ide jenius tersebut, kerugian perusahaan perlahan-lahan mulai menjadi keuntungan setiap bulannya.
Atas permintaan Valgar, Yerda membuat black doc memiliki master web sendiri yang dapat menyaring informasi apapun secara otomatis melalui internet. Agar memudahkan Valgar untuk mengeceknya secara online. Selebihnya Mark dan Yerda tinggal mencocokkan atau menambah informasi terkait dengan data yang ia punya. Karena itulah black doc memiliki keakuratan data dan informasi sebesar 99,1% dan Mark tinggal mencetaknya.
Yerda adalah seorang mahasiswa yang dulunya tidak lulus kuliah. Ia berada di penjara karena meretas system keamanan sebuah instansi pemerintah ketika Valgar merekrutnya. Ia tidak menempatkan Yerda di kantor karena pria sebaya Agzek itu tidak menginginkannya. Ia ingin hidup bebas di luar sana tanpa harus berpakaian rapi. Valgar menghormati keputusannya. Namun ia tetap bekerja memantau black doc dan web system perusahaan Johnson setiap harinya dari tempat ia tinggal. Ia berjanji akan mengabdikan dirinya kepada Valgar yang telah membebaskannya dari penjara.
Hal itu menjadikannya sebagai orang penting kedua setelah Agzek.
‘’Kau tau ini apa?’’
‘’Black doc.’’
‘’Mark juga mengirimkan dokumen ini. Perusahaan yang pernah aku tuntut tiga tahun lalu lantaran meniru design mobil perusahaan Ayahku kabarnya telah bangkit kembali.’’
‘’Lekra.’’
‘’Benar. Segera selidiki lokasi yang dulu pernah kita datangi. Karena di dokumen itu tertulis jalan riverland masih menjadi alamat utama perusahaan tersebut.’’
‘’Baik, Tuan Muda.’’
Agzek segera menjalankan perintah itu.
Valgar menyandarkan tubuhnya di kursi sambil melihat black doc dan potret Ambar yang berada di mejanya. Karena kepribadiannya yang selalu tenang, laporan yang dilampirkan oleh Mark sama sekali tidak membuatnya khawatir.
Saat Valgar ingin mengambil salah satu potret pujaan hatinya, seseorang mengetuk-ngetuk pintu kamarnya.
‘’Sayang. ini Ibu.’’
‘’Silakan masuk.’’
Adeline masuk membawakan cake dan segelas jus untuknya. Valgar cepat-cepat merapikan dokumen beserta foto-foto Ambar lalu memasukkannya ke brankas yang berada di laci meja.
‘’Ibu membawakanmu strawberry cake dan mango juice kesukaanmu.’’ Meletakkan piring dan gelas di depan Valgar.
‘’Strawberry cake?’’
‘’’Benar.’’
Valgar benar-benar memperhatikan cake itu. ‘’Ibu membelinya di Orion Bread?’’
‘’Bagaimana kau tau, Nak?’’
‘’Hanya menebak saja.’’ Valgar menyeringai.
‘’Apa jangan-jangan kau pernah membelikan cake ini untuk seseorang?’’
‘’Ibu sangat pintar mengarang sebuah cerita,’’ Sergahnya sambil tertawa, padahal kenyataannya memang benar. ‘’Terimakasih sudah membawakannya untukku, Bu.’’
Adeline tersenyum. ‘’Besok Ayahmu akan pergi ke LA selama dua hari. Jadi Ibu akan sendirian. Bisakah kau langsung pulang ke rumah setelah pulang bekerja?’’
‘’Tentu saja. Bukankah itu yang biasanya aku lakukan?’’
‘’Berjaga-jaga saja. Karena Ayahmu mengatakan kau memiliki janji temu dengan Investor besok malam.’’
‘’Itu benar.’’
‘’Lalu, bagaimana?’’
Valgar tertawa. ‘’Kalau begitu aku akan menyuruh Agzek untuk menjaga Ibu.’’
‘’Kau ini. Ibu tidak mau.’’
‘’Baiklah. Aku tidak mungkin membatalkan pertemuan itu. Jadi bagaimana kalau ibu ikut aku saja bertemu dengan mereka.’’
‘’Tidak. Ibu akan mengganggumu nantinya.’’
‘’Pertemuan itu dilaksanakan di Orchard Hotel. Ibu bisa beristirahat di sana. Bagaimana?’’
Adeline tersenyum menatap putranya yang dari tadi sibuk memikirkan solusi. ‘’Lupakan. Ibu hanya ingin melihat bagaimana tanggapanmu saja,’’ Adeline tertawa. ‘’Bukankah Ibu selalu ditinggal oleh kalian berdua setiap harinya. Jadi Ibu sudah terbiasa.’’
Valgar menghela napas lalu tersenyum menatap ibunya. ‘’Jika sesuatu terjadi pada Ibu, aku tidak akan pernah memaafkan diriku sendiri.’’
‘’Sesayang itukah kau pada wanita tua ini?’’
‘’Sangat.’’
Ekspresi wajah Valgar menjelaskan betapa ia sangat menyayangi wanita yang melahirkannya itu.
‘’Terimakasih, Sayang.’’ Ketika pembicaraan mereka sudah selesai, Adeline pun segera pergi.
Sehabis mandi Valgar membawa buku yang terletak di atas meja kerjanya tadi ke ruang belajar. Walau ia sudah tumbuh dewasa, ia tetap menyebut ruangan itu sebagai ruang belajar bukan ruang kerja. Jika tidak memiliki kegiatan di luar sana, ia selalu menghabiskan waktu di ruangan yang ia sebut ruang belajar itu untuk membaca dan bekerja.
Di tengah ruangan berukuran enam kali empat meter itu terdapat sofa leter u dan televisi yang terdapat di tembok yang juga berada di tengah-tengah sofa.
Di belakang sofa terdapat rak buku yang terbentang dari ujung ke ujung dan diisi dengan berbagai macam buku.
Sisi tembok di sebelah kirinya hanya diisi dengan televisi saja. Sedangkan sisi tembok yang berada di dekat pintu, terdapat dua bingkai gambar yang satu di isi oleh potret keluarga dan yang satunya lagi masih dibiarkan kosong begitu saja.
Jendela transparan berukuran empat kali enam meter juga berada di belakang meja kerjanya. Mulai dari rak buku, sofa, lantai kayu, dan meja serta kursi kerjanya di design sendiri oleh Valgar dengan warna hitam. Kecuali cat tembok ruangannya yang berwarna putih itu berdasarkan permintaan Ibunya.
Valgar membaca buku yang dari tadi dibawanya di ujung sofa dekat meja kerjanya. Menaikkan kakinya dan merebahkan punggungnya merupakan posisi membaca yang sangat disukai Valgar. Sama seperti Ambar. Jika sudah membaca ia seperti berada di dunianya sendiri. Sampai-sampai ia tidak menyadari akan kehadiran Tara.
‘’Tuan Muda … Tuan Muda.’’
Untuk yang kedua kalinya barulah Valgar tersadar akan kedatangan pelayannya itu.
‘’Ya. Ada apa?’’
Dilihatnya Tara membawa nampan berisi jus dan cake yang tadi dibawa ibunya. Adeline menyuruh Tara untuk memeriksa apakah Valgar sudah menghabiskan makanan yang dibawakannya tadi. Ternyata dugaan Adeline benar, ia pun memerintahkan Tara untuk membawakannya ke ruang belajar Valgar.
‘’Ini belum dihabiskan, Tuan?’’
‘’Letakkan saja di meja.’’ titahnya.
Setelah selesai meletakkan isi nampan itu, Tara bergegas pergi. Saat ia berbalik, Tara melihat bingkai foto yang berada di sebelah potret keluarga itu lagi-lagi masih kosong.
‘’Tuan Muda, kenapa bingkai ini masih kosong?’’ Tara berbalik ke arah Valgar.
Dengan tatapan yang masih fokus ke buku itu Valgar menjawab pertanyaan Tara. ‘’Setiap kali kau memasuki ruangan ini, pertanyaanmu itu tetap tidak berubah,’’ Kali ini Valgar menatap pelayannya. ‘’Tunggulah beberapa minggu, aku berjanji kau tidak akan menanyakan hal yang sama lagi.’’
Tara menutupi wajahnya yang sedang tertawa dengan nampan yang ia pegang dan pamit pergi. ‘’Aku permisi, Tuan Muda.’’
Valgar menganggukkan kepalanya tanda memberi izin.
The Diamond Store, VVIP Room.
05.15 p.m.
Di The Diamond Store, Ambar dan Davis sedang melakukan pembayaran di ruang vvip. Di depan mereka terdapat kotak kaca yang berisi The Rose Light beserta satu orang manajer dan pelayan yang mengenakan jas berwarna hitam.
Saat transaksi sudah selesai, manajer itu berkata. ‘’Tuan Davis, terimakasih telah melakukan pembelian di store kami. Jika ada yang Tuan butuhkan lagi, dengan senang hati aku akan membantu.’’ Ucap manajer itu ramah.
‘’Tidak. Terimakasih.’’
Pelayan yang berada di sebelah manajer itu dengan sigap mengeluarkan berlian berwarna pink tersebut dan mempackingnya dengan rapi kemudian memberikannya kepada Ambar.
‘’Mari kita lihat bagaimana ekspresi Ibu.’’
Davis dan Ambar tertawa.
Sesampainya mereka di rumah, Adeline menyampaikan kepada suami dan anak perempuannya kalau mereka akan makan malam di luar.
‘’Apa ibu sudah memberitahu Kakak?’’
‘’Sudah, Nak.’’
‘’Apa Kakak ada di rumah?’’
‘’Tidak. Dia akan menemui kita di sana nanti.’’
Dengan wajah khawatir, Ambar segera menaiki tangga untuk menuju ke kamarnya.
DX1 Restaurant & Wine Bar.
05.02 p.m.
Restoran yang menjadi tempat perayaan ulang tahun pernikahan Axiar dan Davis sedang menyiapkan segala sesuatunya sesuai permintaan ibu dari Ambar dan Ratva itu.
Seorang pelayan yang sedang merapikan meja bertanya kepada pelayan lainnya. ‘’Siapakah yang membooking ruangan vip ini?’’
‘’Istri pemilik Davis Enterprise.’’
Salah seorang pelayan lainnya yang mendengar percakapan itu berseru takjub. ‘’Wah … tidak ku sangka restoran kita akan kedatangan tamu konglomerat.’’
Kepala pelayan yang datang untuk memeriksa pekerjaan mereka secara tidak sengaja mendengar percakapan itu pun langsung menghentikannya. ‘’Cepat selesaikan pekerjaan kalian. Tamu kita akan datang dua jam lagi.’’ Ucapnya ketus.
Para pelayan yang sejak tadi asik mengobrol tersebut dengan cepat membungkam mulutnya masing-masing.
Johnson Residence, Living Room.
06.00 p.m.
Valgar yang baru saja keluar dari ruang belajar di cegat oleh ayahnya ketika hendak kembali ke kamar.
‘’Nak, kemarilah.’’
‘’Iya, Ayah.’’
Tadi ibunya, sekarang ayahnya.
Walau demikian Valgar tetap menghampiri ayahnya yang sedang berbaring di pangkuan ibunya itu di ruang tamu. Valgar duduk bersebrangan dari posisi orang tuanya duduk, sehingga ia dapat melihat siapapun yang melewati pintu rumah.
‘’Ayah akan pergi selama dua hari. Seperti biasa, tolong jaga perusahaan kita dengan baik. ’’
‘’Dengan senang hati, Ayah.’’ Valgar tersenyum.
‘’Sayang, tidak perlu diingatkan lagi karena Putra kita tau apa yang harus dilakukannya.’’ ledek Adeline.
Johnson tersenyum melihat Valgar yang menunduk menahan tawa. ‘’Hei Nak, mengapa masih sore begini kau sudah mengenakan piyama?’’
‘’Itu lebih baik dibandingkan hanya mengenakan celana saja. Putramu itu suka sekali tidak memakai baju.’’
Agzek muncul dari balik pintu dan memberi isyarat kepada Valgar bahwa ia sudah berhasil menemukan lokasi yang dimaksud Tuannya tadi. Valgar pun cepat-cepat mencari alasan untuk meninggalkan orang tuanya.
Pemilik wajah tampan yang selalu bersikap cool itu berkata. ‘’Karena aku ingin tidur lebih cepat. Jika sudah tidak ada yang ingin Ayah dan Ibu sampaikan lagi, bolehkah aku pergi?’’
‘’Tentu saja, Sayang.’’ jawab Johnson.
‘’Selamat malam, Ayah. Selamat malam, Ibu,’’ Valgar berdiri dari tempat ia duduk. Baru saja ingin melangkah, ia berkata lagi. ’’Bu, aku benar-benar ingin beristirahat. Aku mohon jangan ada yang menggangguku apalagi mengetuk pintu kamarku.’’
‘’Tenang saja. Ibu akan masuk ke kamarmu besok pagi.’’
Posisi sofa yang diduduki oleh orang tuanya itu membelakangi pintu rumah, sehingga mereka tidak melihat pengawal putranya yang dari tadi sudah berdiri di sana.
Saat Valgar menghampirinya. Ia cepat-cepat menunjukkan gambar lokasi yang berhasil di potretnya.
Valgar mengernyitkan keningnya, wajahnya tampak heran melihat hasil jepretan itu.