FRIEND

1651 Kata
Saat ingin menuruni tangga, ia bertemu dengan Keluarga Andrew yang ingin menggunakan pintu yang baru saja dilewatinya.  ‘’Hai, Ambar.’’ sapa Nyonya Andrew. ‘’Selamat siang Tuan dan Nyonya Andrew. Ah, Baby A lucu sekali.’’ Mengelus pipi bayi berusia satu tahun yang berada dalam dekapan ibunya itu. ‘’Terimakasih,’’ ucap Andrew. ‘’Apa kau ingin pergi kuliah?’’ tanyanya. ‘’Benar sekali, Tuan.’’ ‘’Oh, maaf aku telah menyita waktumu.’’ ujar Nyonya Andrew.   ‘’Tidak apa,’’ Ambar tersenyum. ‘’Aku permisi. Sampai jumpa Tuan dan Nyonya Andrew.’’ Ambar melambaikan tangan dan menuruni tangga. ‘’Sampai jumpa.’’ Melambaikan tangan ke arah Ambar. ‘’Dia gadis yang manis sekali.’’ ucap Nyonya Andrew. Sesampainya di parkiran. Bukannya segera ke mobil, ia malah pergi ke salah satu gerai yang terletak di sana. Ambar mengunjungi gerai Edy, yang mana sejak tadi pagi ia sudah menunggu kedatangannya. Ambar mengetuk pintu gerai. Edy yang melihat kedatangan Ambar itu pun cepat-cepat membukakan pintu. ‘’Selamat siang, Ed. Maaf aku datang terlambat.’’ ‘’Tidak apa, Nona. Silakan masuk.’’ Ambar cepat-cepat masuk ke gerai. ‘’Pas sekali. Aku baru saja menghangatkan pancake pesananmu. Silakan dicoba.’’ Memberikan piring berisi pancake dan menu minuman terbaru, Red Velvet. ‘’Wah … apakah ini minuman terbaru?’’ ‘’Benar sekali.’’ Mungkin karena Ambar belum makan siang, hidangan yang berada di piring benar-benar habis tak tersisa. ‘’Enak sekali.’’ ucapnya. Edy tersenyum. ‘’Nona, sebenarnya ada yang ingin ku katakan padamu.’’ Tanpa memotong pembicaraan sama sekali, Ambar memberi kesempatan untuknya berbicara. Setelah selesai, Ambar keluar dari gerai dan diantar oleh Edy. Ia menuju mobil yang di parkir sangat jauh dari lobi ataupun area parkir yang berada di dekat gerai. Tanpa Ambar sadari, dua pasang mata yang juga berada di area yang sama masih terus memperhatikannya. Karena waktunya masih banyak, Ambar menyempatkan diri untuk pergi ke supermarket. Setelah selesai berbelanja, Ambar membawa troli yang di dalamnya dipenuhi dengan berbagai macam makanan dan minuman. Lalu memasukkannya ke bagasi. Tidak jauh dari kampusnya, terdapat sebuah panti asuhan yang sering kali ia kunjungi. Rupanya, makanan dan minuman yang dibelinya tadi untuk ia bagikan kepada anak-anak yatim piatu. Wajah anak-anak yang menyambut kedatangan Ambar tampak sangat bahagia dan akrab dengannya. Anak-anak itu bahkan memeluki Ambar. Sampai akhirnya ia melihat jam di tangannya, ia pun bergegas meninggalkan panti asuhan. Pajero Sport yang dikendarai Ambar memasuki pintu masuk kampus. ‘’Universitas Hamburg.’’ Ucap seseorang yang dari tadi mengikuti Ambar. ‘’Apakah kita akan masuk, Tuan Muda?’’ ‘’Tidak perlu. Aku sudah tau di mana dia berkuliah,’’ Orang yang dari tadi mengikuti Ambar adalah Valgar. Ia tidak berusaha untuk berbicara dengan gadis itu lagi, namun diam-diam membuntuti kemana gadis itu pergi. ‘’Kita ke kantor sekarang.’’ Jam makan siang yang hampir usai membuat Valgar harus segera kembali ke kantor. Dalam perjalanannya, Valgar menerima sebuah pesan dari ibunya. ‘’Sayang, apakah kau mau Ibu kenalkan dengan Putri Sahabat Ibu?’’ Valgar dengan tegas membalasnya. ‘’Tidak.’’ Padahal gadis yang dimaksud Ibunya adalah Ambar. Ia dan suaminya sangat terkesan dengan sikap gadis berusia dua puluh satu tahun itu. Jangankan orang tuanya, Valgar saja sangat menyukai kebaikan yang ada dalam diri gadisnya. Selama ini ayah dan ibunya selalu membantunya untuk melewati perjodohan dan perkenalan dengan gadis-gadis yang ingin dijodohkan dengannya. Namun sekarang kenapa ibunya ingin mengenalkannya dengan seseorang. Kalau itu terjadi, gagal sudah usahanya untuk mendekati Ambar. Ia bahkan berjanji, jika sudah mendapatkan gadisnya, ia akan membawanya kehadapan orangtuanya serta mengenalkannya kepada dunia bahwa ia sudah menemukan gadis yang akan dijadikan sebagai pendampingnya. Agar tidak ada lagi usaha perjodohan yang sangat tidak ia sukai itu. Seorang gadis berpakaian lusuh sedang melamar pekerjaan dari pintu ke pintu. Tinggal di perkotaan yang notabene sangat keras  terpaksa membuatnya harus berjuang lebih agar tetap hidup. Dari toko baju sampai toko mainan, ia terus melamar dan menawarkan diri agar dipekerjakan. Ambar yang tadinya sedang fokus mendengarkan perkataan dosen, konsentarasinya jadi teralihkan ketika mendengar dua orang mahasiswa di belakangnya tengah asik mengobrol. ‘’Ayo kita pergi ke cafe dekat rumahku. Aku dengar ada menu baru di sana.’’ ‘’Kapan?’’ ‘’Sepulang kuliah. Bukankah kita hanya memiliki satu pelajaran saja?’’ ‘’Baiklah.’’ Raut wajah Ambar seketika berubah. Seandainya saja di memiliki sahabat yang dapat ia ajak kemanapun dan kapanpun. Sebenarnya Ambar memiliki satu orang sahabat yang bernama Jeslyn. Sayangnya sahabat kecilnya itu memilih berkuliah di luar negri. Ketika mencoba melamar di sebuah toko perhiasan yang sangat terkenal, gadis itu malah mendapat perlakuan yang tidak mengenakkan. ‘’Di sini tidak membuka lowongan pekerjaan. Silakan pergi.’’ Para pembeli dan karyawan toko menatap gadis malang itu dari ujung kaki hingga ujung rambutnya. Jelas sekali mereka sangat merendahkannya. Sudah dua jam ia menghampiri setiap toko yang dilihatnya, namun tidak ada satupun yang mau menerimanya. Ia memegang perutnya yang dari tadi sudah berbunyi tak karuan. Ambar yang baru saja selesai kuliah sengaja tidak buru-buru keluar kelas agar keluar paling akhir. Saat semua orang sudah tidak ada, iapun bergegas ke parkiran. Kelas lain yang juga baru selesai kuliah melihat Ambar melewati kelas mereka. Sontak pria-pria yang berada di kelas itu memandanginya terus menerus termasuk gadis-gadis di kelas yang sama. ‘’Cantik sekali.’’ Celetuk salah satu mahasiswa. ‘’Dia itu bunganya Hamburg.’’ Tambah mahasiswa lain. ‘’Benar. Bahkan sepupuku yang berada di Universitas lain pernah bertanya tentang dia. Kecantikannya itu sudah tersebar di kampus-kampus lain.’’ Salah seorang gadis menambahkan. ‘’Menurutku dia biasa saja. Dia hanya mengenakan pakaian mahal yang membuatnya bisa terlihat cantik.’’ Ucapnya ketus. Teman-teman gadis itu rupanya mengetahui merk pakaian yang Ambar pakai saat ini dan mereka sedang melihat website brand yang Ambar kenakan. ‘’Sebuah minuman walau di letakkan di gelas yang berbeda, tidak akan pernah mempengaruhi rasa dan kualitas dari minuman tersebut. Sama halnya seperti dia. Tetap terlihat cantik walau mengenakan pakaian apapun.’’ Wajah gadis itu tampak memerah menahan malu. Ia pun cepat-cepat keluar dari kelas diikuti oleh teman-temannya yang lain. Pria-pria yang berada di kelas mentertawakannya. Tidak langsung pulang, Ambar memutuskan untuk pergi ke cafe di dekat kampus. Di sana ia melihat seorang gadis yang buru-buru pergi namun ditahan oleh salah seorang karyawan cafe. ‘’Hei. Apa kau sudah membayar minumanmu?’’ Gadis itu tampak ketakutan dan tidak menoleh ke arah karyawan yang berada di belakangnya. ‘’Hei, dia temanku.’’ Ucap Ambar yang merangkul bahu si gadis dan membalikkan tubuhnya menghadap karyawan itu. Ambar mencari meja yang kosong dan mempersilakan gadis itu untuk duduk. ‘’Kenapa kau menyelamatkan ku?’’ ‘’Karena aku ingin jadi temanmu. Perkenalkan namaku, Ambar.’’ Mengulurkan tangan. Pernyataannya yang terang-terangan tersebut tentu saja membuat gadis itu kaget. Dengan ragu-ragu ia menyambut uluran tangan itu. ‘’Rose.’’ ‘’Hei, nama yang bagus.’’ Gadis itu tersenyum. ‘’Terimakasih.’’ ‘’Apa kau sudah makan?’’ ‘’Aku hanya minum secangkir kopi tadi.’’ Ambar mengangguk-angguk. Tak lama makanan yang dipesannya datang. ‘’Gelato, dua tiramisu, steak, risotto, carbonara, lasagna dan dua botol air mineral. Apa ada tambahan lain Nona?’’ Ucap pelayan yang mengantar pesanan Ambar. ‘’Tidak. Terimakasih,’’ Jawab Ambar. Rose menatap hidangan itu dengan mata berbinar-binar. Ambar tau sekali bahwa Rose sangat lapar, terlihat dari tangannya yang gemetaran dan wajahnya yang pucat. ‘’Aku hanya ingin gelato dan tiramisu saja. Selebihnya silakan dimakan.’’ Ambar yang sedang mendekatkan makanan yang diinginkannya melihat Rose yang menatap ke arahnya. Ia tau maksud Rose, Ambar menganggukkan kepalanya memberi izin. Rose mengambil risotto terlebih dahulu, belum sampai lima menit piring itu sudah kosong. Kemudian mengambil lasagna. Piring ketiga, steak. Lagi-lagi dengan cepat Rose menghabiskannya. Ambar kaget melihat cara makan Rose yang begitu cepat. Sedangkan gelato yang dari tadi dimakannya belum juga habis. ‘’Dari kapan kau belum makan?’’ ‘’Dau hari yang lalu.’’ ‘’Apa kau punya uang?’’ ‘’Hanya 2$.’’ Mengambil carbonara. Ambar menarik napas, ia sangat kasihan terhadap Rose. Ia memikirkana cara agar bisa membantu Rose tanpa membuat teman barunya ini merasa malu. Saat gelatonya sudah habis, Ambar mencoba mencicipi tiramisu. Dilihatnya empat piring sudah menumpuk di pinggir meja dan saat ini Rose mencoba menu terakhir yaitu menu yang sama dengan Ambar, tiramisu. ‘’Apa kau ingin tambah menu lain? Silakan pesan apapun yang kau mau.’’ Rose tampak malu karena telah menghabiskan seluruh makanan tanpa sisa. ‘’Tidak. Aku sudah sangat kenyang. Terimakasih.’’ Ambar memberikan amplop coklat yang lumayan tebal berisi uang cash. ‘’Untukmu.’’ Wajah Rose tampak kaget saat melihat isi amplop itu. Ia menyodorkan amplop itu kembali. ‘’Aku sangat berterimakasih atas makanan yang kau berikan. Namun maaf aku belum dapat menggantinya saat ini. Jika aku menerima pemberianmu lagi, aku akan sangat tidak tau diri karena terus-terusan menerima kebaikanmu.’’ ‘’Apa kau menerimaku menjadi temanmu? Apa aku mengganggumu?’’ ‘’Bukankah pertemanan ini terlalu cepat? Tapi kau sama sekali tidak menggangguku.’’ Ambar mengerti kenapa Rose bertanya seperti itu kepadanya. Apalagi mereka baru petama kali bertemu. ‘’Orang bijak berpesan. Jika tidak bisa membantu, setidaknya jangan mengganggu. Jika aku tidak dapat membantumu, berarti aku mengganggumu.’’ Ambar berpura-pura marah. Rose jadi salah tingkah. ‘’Bukan begitu,’’ Rose menggaruk kepalanya yang tidak gatal. ‘’Baiklah aku akan menerima pemberianmu. Tapi jangan semua, berilah seberapa yang kira-kira cukup untukku bertahan hidup hingga mendapatkan pekerjaan.’’ lirihnya. Ambar mengambil selembar uang dari amplop dan memberikannya kepada Rose. ‘’Aku berharap dapat membantumu lebih banyak.’’ Memegang kedua tangan Rose. ‘’Terimakasih atas kebaikanmu.’’ Setelah selesai makan, mereka keluar dari cafe. Lagi-lagi rose dihentikan langkahnya oleh seseorang. Kali ini bukan pelayan, melainkan Ambar yang berada di belakangnya. ‘’Apa kau lupa sesuatu?’’ Jika maksud Ambar adalah membayar makanan, dia akan menggunakan uang pemberian Ambar tadi untuk membayar makanan. ‘’Tidak.’’ Berbalik ke arah Ambar. Saat ia membalikkan tubuhnya, Ambar langsung memberikan sebuah kotak pizza kepadanya. ‘’Ini untukmu makan di rumah. Pizza keberuntungan.’’ Mata Rose berkaca-kaca. Ia tak mengerti dengan maksud pizza keberuntungan, yang jelas dengan senang hati ia menerimanya. ‘’Terimakasih Ambar.’’ Menerima kotak pizza. ‘’Jika kau memakan pizza ini, apa pun yang kau inginkan akan segera terkabul.’’ ‘’Benarkah?’’ ‘’Tentu saja. Teman?’’ Ambar mengulurkan tangannya lagi. Kali ini Rose benar-benar menerima pertemanan Ambar dan menyambut tangan halus itu. ‘’Teman.’’ Resmi sudah Rose menjadi teman Ambar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN