Bab 4.Si Boss Killer

1148 Kata
Kubuka pintu ruang Pak Messach dengan perlahan. "Permisi, Pak... " sapaku sopan melebarkan sudut bibirku membentuk senyum manis. Pak Bos yang duduk di kursi kebesarannya sedang menulis lalu mendongakkan kepala demi mendengar sapaanku. Mata kami saling bertubrukan. Secepat kilat aku menundukkan kepala. Bukan karena desiran aneh seperti yang ditulis di novel namun karena mata nya laksana mata banteng yang sedang marah. Pak Messach punya alasan tepat mencecarku saat ini, bahkan lebih dari itu! Dipecat misalnya? Tapi masa gara-gara aku ngantuk saat meeting dan insiden itu? "Duduk!!" titahnya lantang. Aku terkejut seketika melipat bibirku. Akh, heran aku kenapa pria di depanku ini tak bisa berkata lembut sedikit pun. Wajahnya sih tampan tapi sayang kaku bagai papan triplek. Coba dia lebih ramah sedikit saja pasti akan kuberikan jempolku semua untuknya. "Apa kamu mau berdiri di situ terus?!" sindir Pak Messach dengan mata yang mendelik. "O iya ya, Pak.. " Aku gelagapan. Ah, bisa-bisanya aku melamun lagi. Aku segera meraih kursi di depanku, menariknya mundur lalu hendak menghenyakkan bokongku di situ tetapi entah karena rasa gugup yang menguasai diriku atau karena kursinya yang ditarik terlalu lebar bokongku tidak menyentuh dudukan kursi, aku hampir jatuh terjengkang untung tanganku refleks meraih pinggiran meja, Pak Messac ikutan kaget, dia spontan meraih tanganku dan menahannya beberapa detik. Kami seketika saling memandang. Aku merasakan rasa panas menjalar ke mukaku, apa wajahku bersemu merah? Ah! Rasanya malu banget. Bisa-bisanya aku hampir terjatuh di depan bos! "Ma.. Maaf.." cicitku menundukkan kepala segera berdiri tegak. Pak Boss melepaskan genggamannya lalu geleng-geleng kepala. Aku tidak berani memandangnya, cepat ku seret kursi dan duduk tepat pada dudukan kursi, jangan sampai meleset lagi. Kutunggu perintah Pak Boss selanjutnya dengan hati berdebar dan mata memandang ubin. "Liana!" suara bariton itu membuat kepalaku mendongak. "Ya.Pak?" Pak Messach menyodorkan selembar kertas padaku. Kuraih dengan tangan gemetar. Apa ini surat pemecatanku? Oh nasibku.. "Liana? Apa kamu belum makan?" tanya Pak Bos dengan kening berkerut. "Hah??" Aku melongo. Jujur, aku tidak mengerti korelasi antara pertanyaannya dengan situasi ku ini. Tak mungkin kan dia ajak aku makan siang? Siapalah aku ini... "Tanganmu gemetar? Apa kamu kelaparan??" tanyanya lagi, kali ini kepalanya maju mendekat ke wajahku. Aku gugup ditatap intens begitu, mata coklatnya bersinar. Dari jarak dekat dia terlihat lebih tampan, Mata itu aslinya teduh. Ku lihat ada sedikit lekukan di ujung bibirnya. Senyuman tipisnya saja sudah menambah kegantengannya, andai dia lebih banyak senyum pasti.... Ku gelengkan kepala cepat sambil mengibas tanganku mengusir pikiran nyeleneh ku. "Oh ga, Pak. Bapak sangat tam.. Eh maksudku, aku ga lapar!" kilahku cepat. Belum habis rasa maluku tadi ditambah lagi salah ucap. Astaga! Kenapa lidahku ini tak bisa dikekang? Hampir saja aku berlaku seperti penggoda bo@s? Ck! Dia mendengus. Barangkali dia kesal punya pegawai kikuk kayak aku ini? "Dibaca!" titahnya menunjuk dengan dagu ke arah kertas yang aku pegang. Senyum tipis itu hilang sudah. Aku menelan ludah kasar. Kuikuti perintahnya membaca dengan teliti tulisan di kertas itu. Mataku mengedip tak percaya, ku dekatkan wajahku seolah mataku ini sudah rabun. Ku angkat kepalaku, memandang Pak Boss dengan mulut menganga. "Sudah tau kan? Bentuk tim yang solid. Jangan siakan kepercayaan saya!" tandasnya. "Iya, Pak! Siap!" Aku terlampau senang. Senyum sumringah seketika menghias wajahku. Hampir saja aku melompat kegirangan seperti kijang. Aku tidak dipecat! Malah dijadikan ketua tim kreatif . Oh! Syukurlah! "Makasih, Pak.. Makasih buat segalanya. Makasih sudah tolong saya. " ucapku mengangguk-anggukan kepala. "Yah, sudah kembali kerja! Kasih laporan yang bagus nanti. Ini proposalnya." Pak Messach menyerahkan satu map. Kuterima dengan girang hati. Aku berdiri membungkuk hormat dan berbalik badan lalu dengan langkah pelan berjalan ke arah pintu. Saat tanganku hendak meraih handle pintu tiba-tiba... "Liana! Jangan kau tabrak pintu itu!" seru Pak Messach. Hah? Maksudnya apa? Aku terdiam sejenak, memandang pintu kaca itu tapi ku tak gubris lagi, segera keluar dari ruangan dan ketika aku mau menutup kembali pintu itu, samar-samar aku mendengar suara tawa cekikan yang di tahan-tahan. Pak Boss ketawiin aku yah? Koq bisa? Emang aku ini badut? Aku ngedumel dalam hati. Biarkan saja! Aku tak sabar mau bertemu dengan Loni, ku percepat langkah sambil mengapit map. Beberapa teman kantor yang ku lewati melirikku, mungkin mereka heran dengan raut wajahku yang ceria dengan hiasan senyum sumringah. Memang sih ada dua kemungkinan saat keluar dari ruangan Pak Boss, wajah ceria dapat bonus atau wajah ditekuk karena habis dimarahin. Aku termasuk yang beruntung, hehehhe. "Loni!" Ku tepuk pundak gadis kutilang itu (kurus tinggi langsing) Loni yang sedang mengetik di keyboard laptop terperanjat. Menoleh dengan mulut monyongnya. "Kalo aku mati kaget kamu yang aku cari, Lia!" Aku terkekeh. "Senang banget, kamu! Abis dari ruang Pak Killer, dikasih apa sampai senang gini?" Aku menunjukkan map yang kubawa dengan senyum lebar. "Apa nih?" tanya Loni, mata sipitnya membelalak. "Proposal... " kataku bangga. "Wuih...lihat!" serunya sambil merebut map di tanganku. Matanya berbinar membolak-balik kertas-kertas itu. "Serius nih kamu jadi ketuanya? Efek Mrs. Doubtfire sungguhan.." goda Loni, senyam-senyum. Ku dorong keningnya dengan telunjuk. "Kamu ini apain sih! Itu insiden memalukan, tau ga?!" delik ku , bibirku maju ke depan. Baru saja aku kepengen cerita soal aku hampir jatuh terjengkang di depan Pak Bos tetapi lebih baik ku urungkan sebab Loni pasti akan semakin menggodaku. "Tapi bawa berkah'kan??" Dia mengedipkan sebelah mata. "Udah, ah! Fokus kerja. Kamu aku lamar jadi tim ku, " tukasku. "Hehheh..ada bonus di luar project?" "Udah tenang aja. Dukung aku dong, ini pertama kali aku jadi ketua lho. " Kupasang mimik memelas. "Ya deh, Pak Bos sudah kasih kepercayaan sama kamu tuh artinya kamu bisa dipercaya jadi kerjakan dengan sungguh-sungguh. Ini event lumayan gede. Jangan insecure melulu, buktikan kamu bisa, ok?" katanya lagak gaya big boss. "Iya, cerewet! Makanya bantu aku dong. Kan kamu udah pengalaman. " pintaku sambil kembali ke tempat dudukku, di depan meja Loni. "Gampang asal ada traktirannya. " Loni senyum lebar, menjentikkan jemarinya. Aku mengacungkan jari bentuk o lalu kembali kerja. "Lia, aku yakin Pak Boss naksir kamu setelah insiden Mrs doubtfire. " bisik Loni di telingaku. Astaga! Ini anak! Kucubit pinggangnya gemas. "Ow! Hati-hati kena ginjalku. Ini aset mahal loh!" sungutnya. "Biarin! Salahnya usil! Kalau kedengeran Tio, pacarku, awas loh!" "Sadar, Liana. Kalau tahun ini Tio ga melamar kamu, mending hengkang aja. Keburu tua kamu!" cibirnya. Ck! Kalimat Loni bikin mood -ku hilang. Aku jadi teringat peringatan mamaku, Ibu ratu Teresa. Jika tahun ini aku tidak dilamar sama Tio, mama akan jodohkan aku sama anak temannya yang duda daripada perawan tua, katanya. Ck! Sebel! "Tio sudah bilang bakal lamarku tahun ini juga, mungkin pas hari jadi kami, " gumamku. "Yakin lo?!" tanya Loni sangsi. "Ck! Kamu jadi teman doakan yang baik, Loni, malah bikin down aja. " "Makanya kamu harus tegasin, kapan nikah? Pacaran kok lama banget!" sindirnya. "Udah, akh! Fokus kerja aja! Aku mau pelajari proposal dulu. " kilahku menghindari pembicaraan pribadi. Tio, udah tiga minggu ini kita ga ketemu, chat wa hanya dijawab singkat aja padahal aku kangen sama kamu, ... Kamu kangen ga sih sama aku..? ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN