PERJANJIAN

1024 Kata
Gibran mengantar Queena pulang ke rumahnya, sepanjang jalan mereka diam membisu. Queena merasa canggung. Pria yang sekarang ada dalam satu mobil denganya adalah tunangan sandiwara. Gibran memulai duluan membuka percakapan. "Queena," kenapa kamu tinggal sama saudaramu?"Kan bisa tinggal yang dekat dari tempat kerjaan!"iya sih pak, nanti saya pikirkan dulu!"kamu naik motor kalau hujan gimana?hujan air kan pak?bukan, hujan kelapa!"haha..benjol dong!"Gibran senang bukan kepalang melihat Queena tertawa lepas tanpa jaga imeks. "Maaf ya," aku nekad ngajak tunangan sama kamu!"pacarmu nanti marah gak nih?"Gibran berusaha memancing jawaban dari Queena."bapak penasaran ya!"hemmm..,"jujur iya!"terus kalau keluarga bapak menolak tunangan kita gimana!"Kawin lari..hahaha!" "Hahaha..nekad ih!"kan saya gak kaya dan biasa-biasa saja!"sambil menarik nafas panjang, Gibran menjawab pertanyaan Queena yang berentetan."ku kira kamu pendiam!" tetnyata kalau ditindas keluar aslinya."Saya juga bisa menindas bapak!"kamu kalau di luar panggil saya, abang, mas atau apa kek!"nah itu yang terakhir cocok!"hah..kek!"setua itukah aku?"sepertinya!" Tak terasa waktu cepat berlalu, Queena menunjukan rumahnya. Tanda mereka sudah sampai."Besok kamu naik apa?"kan motormu ada di hotel?"saya naik online aja!"saya jemput ya?"gak usah pak saya bisa sendiri kok!"good night, semoga mimpiin saya ya!"ih lebay!" Memang Queena orang nya apa adanya, tidak suka di sanjung dan di manja. Dari dulu selalu mandiri gak mau merepotkan orang. Baginya wanita tidak boleh cengeng, harus kuat dan tegas. Berpikiran cerdas, wawasan luas dan bisa bergaul dengan semua kalangan. Ia tidak membedakan satus dan strata seseorang. Baginya semua orang punya hak yang sama. Ia bekerja bukan untuk gengsi akan tetapi memang ia.menjiwai profesinya walaupun banyak orang memandang remeh. Apalagi ia perempuan. Gibran menyetir mobil sambil berpikir, apa yang akan terjadi nanti setelah ia nekad mengumumkan pertunangan fiktifnya. Benar saja baru sampai rumah, mamanya sudah menghadangnya."kamu dari mana?"nganter tunangan saya ma!"jadi beneran kamu tunangan sama dia?"kenal dimana?"dari teman saya di Australia!"Gibran berbohong demi meyakinkan mamanya. Quuena butuh waktu 3 bulan untuk masa percobaan hubungan mereka. Sangat aneh dan lucu, seperti masa training kerja. Gibran senyum-senyum sendiri, bila ingat tadi Queena marah, matanya membulat seperti mau melompat dari kelopak matanya. "Gibran capek ma!"mau tidur!" Sebenarnya ia tidak mau di tanya-tanya terus tentang pertunanganya yang membuat orang tua nya kecewa. Kedua orang tua Gibran dan orang tua Caroline penasaran siapa sebenarnya Queena. Tanpa sepengetauanya langsung jadi tunangan Gibran. Setelah mandi, Gibran merebahkan badanya di ranjangnya. Pikiranya melayang, keputusanya menjadikan Queena tunanganya pasti membuat kontra semua orang. Karena ia belum tahu semua latar belakang gadia itu. Masa percobaan 3 bulan, ia harus bisa memperjuangkan cinta dan menunjukan keseriusanya terhadap Queena. Begitu juga Queena susah memejamkan matanya, kenekatan bos nya membuat ia syok, bagaimana kalau orang tuanya tahu. Tunangan adalah hal yang sakral tidak untuk di permainkan. Hidupnya gak mau ribet, ia akan menjalani dengan optimistik. Bukan type nya menyerah sebelum kalah. "Pagi mi!" "Tumben kamu pulang larut malam!"nglembur mi!"siapa yang mengantarmu!"ih mami kepo deh!"terus motormu kemana?"paling juga nyungsep mi!"sang adik menggoda kakaknya, sang kakak melotot sambil mengunyah makanan."By aku musti jalan takut telat!"Setelah cipika-cipiki dengan maminya, Queena buru-buru keluar rumah karena taksi online sudah menunggu. Sesampainya di hotel, Queena langsung ke dapur, di sana sudah datang Chef Rendra. Akan tetapi pria matang itu tidak seperti biasanya ramah dan ceria. Ketika melihat Queena datang hanya tersenyum tipis dan mengangguk. Semua karyawan sekarang memandang nya beda dengan hari kemaren. Setelah tahu ia tunangan bos nya. Semua jaga imeks, kecuali Novi sekretaris Gibran. Queena jadi tidak enak hati. Ia tidak mau di anak emaskan. Ia bekerja sesuai kemampuan. Gibran buru-buru mandi, ia kesiangan karena kecapekan acara semalam. Ketika memandang foto ketika bertunangan Gibran jadi semangat kerja. Ingin ketemu gadis misterius yang tidak mau dianak emaskan. "Selamat pagi!" Semua membalas sapaan sang bos yang sedang ke kichen untuk cek langsung kondisi kichen."Gimana pak Rendra, ada yang perlu di revisi?"sementara tidak ada!"menunggu laporan dari divisi bu Queena untuk evakuasi!"oke bu Queena, siapkan evaluasi!"baik pak!" Semua mata tertuju sama kedua sepasang kekasih yang baru tunangan. Queena biasa saja tidak minta dispensasi. Sehabis mengerjakan laporan, buat prepare dan membuat orderan. Sampai ada yang berbisik-bisik membicarakan. "Kalau kita, punya pacar bos, mending kerja yang gak capek dan beresiko kena panci panas hik..hik!" Queena hanya tersenyum tipis, mendengar sindiran dari helpernya.Jam istirahat Queena makan bersama dengan karyawan yang lain. Rendra curiga Queena sebenarnya tidak tahu masalah pertunangan dadakan, skenario bos nya itu. Rendra berusaha tetap sabar, mencoba mendekati Queena. Ia ingin menjajagi siapa sebenarnya Queena, wanita misterius yang tiba-tiba bisa jadi tunangan Gibran. Ketika jam istirahat 1 jam, sehabis makan siang Queena bersandar di kursi setengah ngantuk. Ponselnya bergetar, pesan dari Gibran."Tolong bawa ke ruangan privat saya laporanya!"Aneh kenapa musti ke kamarnya, Queena bermonolog dalam hati. Ketika melewati ruangan sang CEO, Novi sedang beres-beres dengan OB, ternyata ruangan Gibran sedang di renovasi. Queena berjalan menyusuri koredor kamar. Hatinya berdebar-debar, ketika mengetuk pintu. Gibran membuka pintu dan kembali lagi ke sofa melanjutkan pekerjaanya. "Ini pak laporan nya!"ya makasih!"Selanjutnya gimana pak!"duduk dulu, ada yang ingin saya sampaikan!" "kenapa cincin tunangan kita tidak dlpakai!" "Maaf pak, SOP nya memang tidak diperbolehkan memakai perhiasan sewaktu bekerja!"berangkat dan pulang wajib dipakai!" Queena melirik jari Gibran, pria itu memakai cincin tunangan mereka.Malam kita jalan-jalan ya!"annnnu..pak!"tidak ada alasan!"Gibran berdiri dan menuju dapur mini."Kamu mau minum apa?"air putih!"Gibran menuang air putih dan memberikannya ke Queena. Walaupun terkesan kaku, Queena bisa menilai, Gibran melakukan dengan rasa. "Ini aku ada buat dessert, tapi gak seenak buatanmu!"dua hari yang lalu!"cobain, Gibran menyuapin Queena yang jadi kebingungan di perlakukan seperti seorang kekasih."makasih pak!"saya bisa sendiri!" "Kalau mau istirahat santai aja!"Queena meluruskan kakinya, duduk di sofa, karena kecapekan ia pun tertidur. Gibran tersenyum, seangkuhnya kamu, masih bisa tidur pules juga, Gibran bermonolog dalam hati. Di lihatnya wajah natural Queena, alis tebal, bibir sensual dan mata bulat tajam. Hidungnya mancung, rambut tiap hari diikat, padahal aslinya panjang dan lebat. Gibran merapikan rambut Queena dan menaikan kaki tunanganya yang cuek ke atas sofa. Cekrek, Gibran iseng mendokumentasikan saat Queena tidur pulas. Sementara itu, Rendra mencari Queena belum masuk kichen, padahal jam istirahat sudah habis. Atau mereka sedang bermesraan sampa lupa waktu. Rendra hanya mengira-ngira saja. Queena terbangun karena alaram ponselnya berbunyi. Gadis yang selalu tepat waktu dalam bekerja ini, buru-buru merapikan bajunya dan cuci muka."Pak kok gak bangunin saya sih!"lah kamu gak nyuruh sih!"ih...Queena cemberut dan berlari kecil keluar kamar menuju dapur.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN