Chapter 2

921 Kata
David menatap foto formal 3x4 seorang perempuan. Ini sudah lewat dari lima belas menit David tenggelam dalam keadaan itu. Zealisa Gerwyn, tinggal di salah satu apartment sewaan dengan sang adik yang masih berada di bangku SMA. Ada sedikit penyesalan dalam diri David, mengapa ia tidak meminta seluruh pegawai membuat keterangan pribadi yang lebih panjang. Akan aneh jika David menyuruh pegawai yang jelas-jelas telah diterima menyerahkan kembali curriculum vitae-nya. Dalam lembaran itu, tertulis bahwa Zea hanya memiliki satu keluarga. Dimana orangtua-nya? Pikir David lagi. Ada begitu banyak pertanyaan bagi David. Ini adalah kali pertama ia merasa penasaran setelah merasakan patah hati karena mantan kekasihnya. Ingin mengetahui kehidupan seseorang yang telah merubah hidupnya adalah hal yang wajar bukan. Semua orang akan melakukan hal yang sama. David kemudian meletakkan foto kecil itu dan memasukkankan ke dalam saku dompet hitam miliknya. David mengambil telepon dan menghubungi seseorang. "Aku butuh bantuanmu," ujarnya. "Cari informasi lengkap tentang seseorang bernama Zealisa Gerwyn, aku akan mengirimkan informasi dasar yang sudah kupunya. Cek e-mail mu," David berujar sembari maniknya fokus pada layar laptop yang terbuka di mejanya. "Sudah kukirim, tolong bekerja dengan cepat," tambanya sebelum mengakhiri telepon. David kemudian membuat panggilan lagi, tetapi kali ini melalui telepon kantornya. "Katakan pada kepala HRD untuk meminta seluruh pegawai keuangan kerja mulai besok. Katakan saja untuk pelatihan atau semacamnya, aku ingin mereka bekerja dengan cepat dan efisien." David menutup teleponnya. Lelaki itu nampak gusar dengan kaki yang tak berhenti mengetuk lantai. "Ini wajar," gumam David pada dirinya sendiri. "Aku sudah mencarinya selama lima tahun. Jadi wajar jika aku penasaran padanya," David mengaggukkan kepalanya. Ia kemudian berdiri dari duduknya dan berjalan kearah pintu. *** David menatap dalam diam perempuan yang berjalan dengan ceroboh. Kening David mengernyit, perempuan itu sangat ceroboh. Dalam perjalanan pulang saja sudah berapa kali Zea menabrak pejalan kaki lain. Berdasarkan pengamatan David, Zea adalah orang yang tidak bisa fokus. Lihat bagaimana perempuan itu mengedarkan pandangannya hingga mengabaikan langkahnya sendiri. "Zea, kau tak mampir?" David mengernyit, seorang lelaki bertubuh tambun yang tengah menulis menu di papan restoran menyapa perempuan manis itu. Zea tersenyum ramah. "Tidak untuk hari ini, Bian. Semoga restoranmu selalu ramai," ujar Zea. Perempuan itu sangat ramah. David membatin dalam hati. Zea sangat manis dan cantik. Dan fakta jika perempuan itu mampu bergaul dengan lelaki dengan ketampanan jauh di bawah rata-rata seolah menunjukkan bahwa ia adalah perempuan yang rendah hati. Biasanya gadis cantik cenderung risih jika berdekatan dengan lelaki yang tidak tampan. David memiringkan kepalanya saat lagi-lagi perempuan itu di sapa oleh seorang lelaki penjual daging dengan jenggot dan tato di tubuhnya. Zea sama sekali tidak nampak takut, mereka terlihat sangat akrab dan Zea pulang dengan satu kantong daging yang didapatkannya dari lelaki itu. David menarik napas, saat ini Zea memasuki jalanan yang tak seramai sebelumnya. Apakah ini saatnya menyapa? Tanya David pada dirinya sendiri. David memikirkan tentang bagamana ia memulai percakapan. Mungkin, "Hai aku David, bos-mu." Akan sangat aneh, David cukup pintar untuk tidak menggunakan sapaan itu. "Hai, kau mengenalku. Aku lelaki gelandangan yang dulu kau tolong." Hem, cukup masuk akal. Tetapi David tidak ingin harga dirinya jatuh pada pertemuan kedua mereka. Mungkin akan lebih baik jika David mengatakan bahwa ia mantan gelandangan setelah mereka mengenal lebih dekat. Langkah David terhenti saat melihat Zea memasuki sebuah gedung berlantai tujuh yang nampak kusam. David terdiam, terkejut saat mengetahui bahwa tempat tinggal Zea tidak senyaman yang ia pikirkan. *** David menatap Senna yang sedang duduk memakan makanannya di meja makan. Lelaki itu sedari tadi menatap Senna dengan pikiran kalut. Jujur saja, ia tidak memiliki seseorang untuk dapat ia ajak berdiskusi. Satu-satunya orang yang sedang tidak ada kerjaan adalah Senna. Tapi seringkali David naik pitam jika berbincang dengan Senna. Tapi adiknya kadang juga bisa menjadi penasehat yang handal. Setiap orang memang punya kelebihan dan kekurangan. "Senn," panggil David. "Akhirnya bicara juga. Gimana, sudah perang batinnya?" tanya Senna yang membuat David menatap adiknya dengan kesal. Benar kan? Adiknya ini selalu membuatnya naik pitam. Tetapi memang Senna yang paling mengerti segala kondisi David. "Aku mau tanya," ujar David mencoba tidak terpancing emosi. Senna hanya diam sembari mengangguk-angguk, tanda bahwa ia bersedia mendengarkan David. "Ada seseorang yang pernah menolongku, tetapi dia tidak mengenalku," ucap David. Senna menatap kakaknya aneh. "Bagaimana bisa dia menolongmu tanpa mengenalmu." "Pokoknya seperti itu, jangan memotong ceritaku!" ujar David. Lagi-lagi Senna mengangguk tanpa menjawab. "Ku pikir saat ini ia sedang dalam masalah keuangan. Aku ingin orang yang menolongku itu hidup lebih baik. Bagaimana caranya agar aku bisa membantunya tanpa membuatnya curiga?" "Maksudmu kau ingin orang itu tidak tahu bahwa kau yang menolongnya?" tanya Senna dengan bingung, sesekali mengunyah makanannya. "Itu yang aku bingungkan," gerutu David. Ia tidak tahu langkah apa yang harus ia lakukan. "Bukankah akan lebih mudah jika kau memberikan uang dan mengatakan terima kasih dengan sopan?" saran Senna. Saran dari adiknya terdengar cukup masuk akal namun entah mengapa ada kecemasan dari dalam diri David. Lelaki itu menegakkan tubuhnya. "Baik, begini. Misalnya kau menolongku, tapi kau lupa telah menolongku. Kau hidup pas-pasan, lalu aku datang dan memberikanmu banyak uang. Apa yang akan kau lakukan?" "Tentu saja aku akan menerimanya dengan senang hati dan berfoya-foya," ujar Senna dengan nada yang membuat David ingin membuang adiknya satu itu. Mungkin memberikan adiknya secara cuma-cuma kepada Reynand. Tetapi David mengurungkan niat itu karena mereka berdua akan kesenangan. "Menyesal aku bertanya padamu," ujar David berdiri dan menoyor kepala adiknya. Membuat Senna berteriak kesal. David kembali merenung, entah bagaimana David merasa Zea bukanlah manusia laknat seperti adiknya. Tentu saja, Zea adalah perempuan yang sangat baik. Mungkin sayapnya tertinggal di satu tempat saat perempuan itu lahir. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN