“Siapa namamu?” tanya pria itu.
“Aku Aleah” jawab Aleah singkat.
“Namaku Rafael, kau sedang berobat di rumah sakit ini?”
“Ah, tidak, anakku yang sakit.”
“Jadi kau sudah punya anak? Sakit apa?” tanya Rafael.
“Leukimia,” jawab Aleah sambil menelan rasa sedihnya.
Rafael melemparkan wajah simpati “kau harus kuat demi anakmu, sabar ya” ucapnya.
“Ah, baiklah kalau kau baik-baik saja aku harus kembali ke ruangan anakku,” Aleah berpamitan.
Rafael tersenyum “senang bertemu denganmu” ucapnya.
Selepas Aleah menghilang dari balik pintu IGD pintu itu terbuka lagi dan kini Nara muncul dari balik pintu. Dengan wajah cemasnya ia berlari ke arah ranjang Rafael “kau ke rumah sakit tanpa mama lagi?” protesnya.
Rafael menghela napas “mama, aku bisa sendiri, mama lihat kan?”
“Tidak, mama dengar kau pingsan di sini” bantah Nara “jangan buat mama khawatir, Rafael” keluhnya.
“Itu sebabnya aku ke rumah sakit sendiri, mama” Rafael tampak kesal tapi ia menahannya “mama, jangan anggap aku anak kecil lagi, mama tahu kan ini sebabnya hubunganku dengan Lucas tidak baik.”
Nara terdiam, teringat akan perselisihan dua putranya karena rasa iri yang tumbuh dalam d**a keduanya. Lucas yang merasa tak dipedulikan dan Rafael yang selalu iri dengan kesempurnaan Lucas.
“Maafkan mama, nak” kata Nara lirih.
Rafael menatap ibunya melembut “untuk apa?”
“Karena mama tidak bisa menjagamu dengan baik sewaktu dalam kandungan.”
Rafael menghela napas lagi seolah merasa muak mendengar kata-kata itu “jangan katakan itu lagi, mama, tidak bisakah kita anggap ini adalah takdir?”
Nara menerawang ke masa lalu. Saat itu terjadi masalah serius dengan plasentanya sehingga ia harus melahirkan Rafael saat kandungannya masih berusia 7 bulan untuk menyelamatkan nyawanya juga Rafael. Keduanya memang selamat tetapi karena kelahiran prematur itu akhirnya berimbas pada kondisi kesehatan Rafael.
Pada saat minggu hingga bulan pertama kelahiran Rafael ia mengalami gangguan metabolisme karena organ tubuhnya yang belum terbentuk sempurna. Setelah melewati fase itu, belum genap satu tahun usia Rafael ia kerap kali mengalami masalah dengan pernapasannya. Baru di usia 4 tahun ia di diagnosa mengalami penyakit jantung bawaan di mana kemampuan jantungnya melemah.
Sejak saat itu untuk menjaga umur Rafael tetap panjang Nara dan suaminya sepakat untuk tidak membiarkan Rafael menerima aktivitas berat. Mulai saat itu juga kehidupan Rafael hampir seluruhnya dihabiskan di dalam rumah. Sekolah, bermain, semuanya ia lakukan di dalam rumah.
Nara dan Nathan, suaminya sangat ketat menjaga Rafael sampai mereka lupa bahwa Rafael adalah anak yang sama seperti Lucas dan anak-anak lainnya. Mereka lupa bahwa mereka telah merenggut masa-masa emas yang dimiliki Rafael.
Rafael tumbuh menjadi anak yang pemalu, tertutup dan sulit sekali untuk beradaptasi dengan orang baru. Karena terjadi perselisihan antara dia dan Lucas sering kali ia menerima ejekan dari Lucas bahwa dia tidak akan bisa lepas dari ibunya, sering kali ia disebut penakut oleh Lucas. Dan saat Rafael menerima ejekan itu ia hanya menangis tanpa berani melawan. Saat itu pula Nathan akan mati-matian membela Rafael untuk menjaga kondisi jantungnya. Akhirnya Lucas jadi berpikir bahwa orang tuanya pilih kasih terutama Nathan.
Karena khawatir dengan perkembangan mental Rafael akhirnya setelah usia Rafael memasuki sekolah tingkat akhir barulah Nara dan Nathan melepas Rafael pergi ke dunia luar. Mereka menyekolahkan Rafael di sekolah umum sama seperti Lucas. Ia juga memberikan kebebasan pada Rafael untuk bermain dengan siapa saja meski dengan membekali Rafael dengan obat jantungnya.
Tetapi hal itu malah menimbulkan masalah bagi Rafael dan Lucas. Suatu hari mereka menyukai gadis yang sama di sekolah. Namanya Selena. Ia dekat dengan Lucas, pun Rafael. Ia salah satu yang paling cantik di sekolah. Tak hanya cantik, dia juga pintar dan ramah sehingga tak heran banyak yang menyukainya.
Saat bersama Lucas Selena di ajak bermain basket, bersepeda, bahkan ia diajarkan untuk menaiki sepeda motor jenis sport dan trail yang sudah menjadi kegemaran Lucas. Waktu bersama Lucas terasa amat seru dan menantang. Banyak hal baru dan tak terduga yang Selena dapat dari Lucas.
Sementara saat bersama Rafael Selena menerima banyak ketenangan. Ia bermain piano, menulis puisi dan bercengkerama dengan Rafael di danau belakang sekolah. Sesekali mereka naik sampan mengelilingi danau.
Suatu hari Rafael dan Lucas menyatakan perasaannya pada Selena di hari yang sama. Tetapi Selena memilih untuk bersama dengan Rafael dengan alasan Rafael selalu membawa kedamaian dan dia selalu bisa diajak untuk berdiskusi. Berbeda dengan Lucas, Selena memang selalu diberi kejutan tetapi ia tidak suka dengan sikap Lucas yang mudah marah dan tidak sabaran.
Saat itu Lucas tidak bisa menerima keputusan Selena. Sampai di rumah ia pun menumpahkan amarahnya pada Rafael habis-habisan.
“Kau selalu merebut apa pun dariku” begitu kata Lucas dengan suaranya yang keras.
“Aku tidak merebut apa pun darimu, kakak” ucap Rafael dengan polosnya.
“Jangan panggil aku kakak!” sergah Lucas “aku benci punya adik sepertimu” desis Lucas dengan matanya yang menyala.
Hati Rafael terasa sakit. Begitukah apa yang dirasakan Lucas padanya?
“Pertama kau rebut mama dan papa dariku sekarang kau rebut Selena juga dariku, apa kasih sayang mama dan papa tidak cukup untukmu?”
“Apa kau pikir aku tidak iri padamu, apa kau tidak melihat aku tidak sempurna?” Nada bicara Rafael meninggi, jantungnya mulai terasa sakit tetapi ia tidak memperlihatkannya di depan Lucas karena tak ingin terlihat lemah di depan pria bertubuh lebih besar darinya itu.
“Kau kira selama ini aku menikmati semua yang kudapat? Justru aku ingin jadi sepertimu, aku ingin jadi seperti anak-anak lain yang bisa menjalani hidupnya dengan normal, aku benci selalu membawa obat di dalam tasku, aku juga ingin bisa mengendarai motor sport sepertimu!” papar Rafael nyaris menangis.
Sesaat Lucas tercenung memikirkan kata-kata Rafael. Ia memang ada benarnya, Rafael menerima semua kasih sayang itu karena kondisinya yang lemah sejak ia lahir. Tetapi d**a Lucas sudah dipenuhi dengan kebencian dan kedengkian pada Rafael hingga ia tak bisa mengendalikan diri dan akhirnya melayangkan pukulannya pada Rafael.
Rafael yang lemah tentu saja tak ingin kalah. Ia berusaha tetap berdiri meski jantungnya mungkin sudah diambang batas. Lucas melayangkan pukulannya lagi tetapi kali ini Nara melihatnya.
“Berhenti!” teriak Nara seraya berlari ke arah keduanya.
Lucas semakin tak bisa menguasai dirinya dan tanpa ia melihat siapa sasarannya, kepalan tangannya mendarat di wajah Nara hingga Nara jatuh ke lantai dan hidungnya mengeluarkan darah.