BAB 1: SURAT PERPISAHAN
Pagi ini langit tampak begitu mendung, suara petir pun mulai terdengar. Sepertinya langit akan turun hujan. Namun, suasanan syahdu ini tidak membuat orang-orang berhenti beraktifitas. Begitu juga dengan Tia, gadis imut dengan lesung pipi, mungil, pemilik kulit sawo matang dan rambutnya lurus sebahu. Dia melangkah menelusuri trotoar jalan dengan seragam putih abu-abunya.
Tia berdiri di halte untuk menunggu angkutan umum yang akan membawanya ke sekolah. Tiba-tiba dia dikejutkan dengan kemunculan sahabatnya, Fatin. Namun sahabatnya itu tidak menggunakan seragam sekolah, tetapi mengenakan baju biasa.
"Fatin, kamu ngga sekolah hari ini?"
"Ngga ah, aku datang kesini hanya mau titip surat," jawab Fatin sambil menyodorkan surat pada Tia.
"Surat ijin sekolah yah?" tanya Tia untuk memastikan kalau dugaannya benar, sebab dilihat dari amplopnya seperti surat tidak resmi.
"Bukan. Ini bukan surat untuk sekolah. Tapi surat untuk Riko. Kamu dan teman-teman sekelas sepulang sekolah nanti akan menjenguk Riko kan di rumah sakit?"
Tia mengangguk.
"Kalau begitu tolong sampaikan surat itu untuk Riko dan sampaikan juga salam ku untuknya yah!"
"Kamu mau pergi yah?" tanya Tia penasaran.
"Ya. Nanti jam delapan."
"Kemana?"
"Nanti kalau sudah sampai tujuan pasti akan aku kasih tau."
"Kamu yakin kamu bisa ninggalin Riko?"
"Aku yakin aku bisa melupakannya, aku akan berusaha menghapus rasa ini. Sekali lagi aku minta maaf yah. Tolong jaga Riko! Cintai dan sayangi dia! Aku juga berdoa semoga kalian bisa selalu bersama sampai kepelaminan dan bahagia selalu. Selamat tinggal Tia."
"Fatin!"
"Ya!"
"Apa kita masih bisa bertemu lagi?"
Fatin tersenyum dari kejauhan satu meter.
"Jika Tuhan memberi aku umur panjang, kita past akan bertemu lagi Tia."
"Seandainya, aku selalu bisa bersama kamu Fatin!"
"Kamu pasti selalu bisa bersamaku Tia, kamu akan selalu ada di hatiku, karena kamu adalah sahabat terbaikku. Itu sebabnya aku yakin kalau kamu pasti bisa menggantikan aku untuk Riko."
"Akan aku coba. Tapi kalau kamu mau kembali sama Riko, aku ikhlas akan serahin Riko untuk kamu, karena walau bagaimanapun juga kamulah cintanya Riko, bukan aku."
"Mulai sekarang kamulah cintanya Riko. Percayalah dia akan mencintai kamu! dengan kepergian ku, Riko pasti mau nerima cinta kamu."
"Kenapa kamu mau berkorban untuk aku Fatin?"
"Tidak ada kata berkorban dalam persahabatan Tia," tutur Fatin sambil tersenyum.
Tia berlari memeluk Fatin dan mencium kedua pipinya dan Fatin pun membalas pelukannya. Fatin berbisik,
"Selamat tinggal sahabatku, jaga diri kamu baik-baik yah!"
Dengan diiringi air mata yang berlinangan, Fatin pergi meninggalkan sahabatnya.
Hukum alam memang tidak dapat dihindari oleh siapapun. Setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan. Walau berat terima kenyataan ini, Tia harus kuat menerima kepergian sahabat baiknya. Dia hanya berharap suatu hari nanti bisa bertemu lagi dengan Fatin.
Begitu tubuh Fatin menghilang dari pandangan matanya, ada angkutan umum yang berhenti tepat dihadapannya. Tia pun langsung naik ke dalam angkutan umum sambil membaka kesedihannya. Beberapa menit kemudian angkutan umum berhasil membawanya ke tempat yang dituju.
***
Siang harinya sepulang sekolah, saat Tia sudah sampai di depan pintu kamar rawat tempat dimana Riko dirawat, Hati Tia sangat bimbang. Haruskah dia berikan surat dari Fatin untuk Riko? atau lebih baik disimpan saja?
Perang dalam hatinya bergejolak memikirkan hal ini. Namun, Tia sadar amanah harus tetap disampaikan.
Setelah berusaha menenangkan pikirannya dan perasaannya, Tia pun perlahan mengetuk ruang perawatan itu.
"Siapa ya? masuklah!" ucap Riko.
Perlahan Tia membuka pintu dan mulai melangkahkan kaki kanannya untuk masuk. Bibirnya dia usahakan untuk tersenyum. Kemudian dengan senyuman manisnya Tia pun menyapa,
"Selamat siang Riko?"
"Eh Tia, sini masuk!"
Tia pun menutup pintu kamar perawatan, kemudian menghampiri ranjang dimana Riko berada dan memberikan bunga untuknya.
"Makasih Tia."
"Sama-sama."
"Mana Fatin?" tanya Riko heran, karena memang biasanya mereka selalu berdua kemana-mana.
"Fatin ngga bisa jenguk kamu, Tapi dia nitipi surat untuk kamu," Tia mulai membuka tasnya dan mengambil sepucuk surat perpisahan dari Fatin untuk Riko.
Riko terdiam sembari menghela nafas panjang. Dia paham bagaimana keadaan Fatin. Pasti Fatin dilarang untuk menjenguk dan menemuinya oleh ayah Fatin.
"Ini surat dari Fatin untuk kamu, Riko."
"Ia nanti akan aku baca."
"Ngomong-ngomong gimana keadaan kamu sekarang?"
"Sudah membaik, ini hanya luka memar saja."
"Kok bisa yah kamu dikeroyok sama orang yang tidak kamu kenal?"
"Mungkin aku lagi sial aja."
Padahal Riko sudah tahu, pasti ini ulah orang-orang suruhan ayahnya Fatin. Karena beliau sangat tidak suka dengan hubungan anaknya dengan Riko.
Dihadapan Tia, Riko menyobek amplop surat dari Fatin dan mulai membacanya dalam hati.
Riko.
Aku minta maaf karena tidak bisa menjenguk kamu. Bukan karena tidak perhatian dan tidak sayang. Tapi, keadaan tidak memungkinkah. Bahkan sekarang, saat kamu sudah baca surat ini, aku sudah pergih jauh. Jadi tolong lupakan aku! anggap saja kita tidak pernah bertemu apalagi pernah saling mencintai.
Riko.
Aku minta maaf karena aku tidak bisa mempertahankan hubungan kita. Karena ayah mengancam untuk melakukan hal yang lebih kejam lagi pada kamu dan orangtua kamu. Maafkan untuk insiden pengeroyokan orang yang tidak dikenal pada diri kamu sampai kamu masuk rumah sakit, itu semua ulah orang-orang suruhan ayah.
Jauh sebelum mengenal kamu. Ayah sudah lebih dulu menjodohkan aku dengan Johan, laki-laki pilihan ayah yang sekarang sedang kuliah di Mesir. Selain itu juga, aku ngga mau Tia, sahabat baik ku menanggung penderitaan dalam hidupnya akibat perbuatan kamu dimalam perayaan pesta ulang tahun Kartika waktu itu.
Kamu ngga usah salahin Tia. Karena aku yang memaksanya untuk bercerita. Tolong jaga dan cintailah Tia! Dia sangat mencintai kamu. Begitu aja surat dariku. Selamat tinggal, semoga kamu dan Tia selalu bahagia dunia dan akhirat. aamiin.
Salam hangat,
Fatin Azzahra Furqon
Tanpa terasa dua butir air mata bening mengalir dari sudut mata Riko setelah membaca surat dari Fatin.
"Aku minta maaf ya Riko, karena sudah menceritakan AIB kita pada Fatin. Jadi hubungan kalian berantakan. Tapi waktu itu Fatin benar-benar mendesakku. Jadi aku bercerita padanya. Tolong hukum aku! kalau kamu pikir aku salah. Bencilah aku! makilah aku! aku akan terima. Riko sungguh aku benar-benar merasa bersalah."
"Ngga Tia. Kamu ngga salah. Mungkin memang Fatin bukan jodoh aku. Mungkin kamulah yang akan menjadi jodohku. Gimanapun juga, akulah laki-laki yang sudah merenggut kesucian kamu. Maka sudah semestinyalah aku harus bertanggung jawab atas apa yang telah aku perbuat."
"Tapi Riko, kamu dan Fatin kan saling mencintai?"
***