Reynart mengernyit ketika melihat Luc yang kurang bersemangat hari ini. “Bagaimana? Apa kau kemarin sudah menemukan gadis itu?” tanya Reynart. Sebenarnya kemarin pria ini memiliki urusan lain di luar wilayah sehingga kemarin Luc belum bisa bercerita mengenai kejadian itu.
Luc mengangguk, Reynart tampak terkejut ketika Luc menemukan gadis yang ia cari dengan begitu cepat. “Lalu?” tanyanya lebih lanjut.
“Aku tidak tau wajahnya karena dia tak mau menunjukkan wajahnya. Kemudian aku nekat langsung ke rumah gadis itu untuk meminta ijin kepada orang tuanya. Bahkan aku memberikan koin emas untuk mereka dan berjanji akan memberikan lagi kalau mereka mengijinkan membawa gadis itu.”
“Tapi mereka menolaknya,” sela Reynart yang diangguki oleh Luc. “Tentu saja, bodohh. Tidak ada orang tua yang mau melihat anak mereka terluka. Jika aku jadi mereka, aku pun akan mengusir dan memaki dirimu saat itu juga. Beruntung kau adalah seorang pangeran,” lanjut Reynart yang mana malah semakin membuat Luc bersedih.
Tak tega melihat temannya, Reynart mencoba mencari solusi lain. “Ayo kita coba menemui beberapa wizard di sini. Mungkin saja mereka bisa membantu,” usul pria ini.
Luc menatap Reynart tak yakin karena dia sudah mencoba untuk menemui wizard lain sebelumnya. “Kita coba dulu. Kau kan belum tau hasilnya,” ucap Reynart lagi. Ingat, dia bisa sedikit membaca pikiran orang lain melalui gerak-geriknya. Luc pun akhirnya mengangguk dan mencoba peruntungan dengan usul Reynart ini.
Luc dan Reynart menuju ke bagian barat bagian wilayah wizard. Reynart berkata jika mereka akan menuju ke tempat wizard yang mungkin umurnya hampir sama dengan orang tua Reynart.
“Oh, Rey. Masuklah,” ucap seorang pria dengan jenggot putih. Reynart dan Luc pun masuk ke rumah kecil wizard tersebut. Kata Reynart wizard ini mate nya sudah tiada.
“Aku menunggu kedatangan kalian ke sini,” kata wizard itu.
Reynart mengangguk. “Mari kita langsung kepada intinya saja. Apa Anda memiliki ramuan atau apa pun yang mungkin bisa membangunkan mate dari temanku ini?”
Wizard itu terdiam, mencoba untuk menerawang lebih dulu. Beberapa saat kemudian tampak dia mengembuskan napas berat dan menatap kedua pria di depannya dengan serius. “Maafkan aku. Ini begitu sulit,” katanya. Luc pun nampak kecewa, dia sudah menduga ini.
***
Luc memilih untuk kembali ke kerajaan karena sudah seminggu lebih ia tak pulang. Dia memutuskan pulang karena tidak ada satu pun wizard yang Reynart rekomendasikan bisa membantunya. Dan juga ia harus melihat kondisi Frey. Ratu Alice menyambut adik iparnya yang baru pulang itu.
"Selamat pagi, Kak," sapa Luc kepada wanita yang baru memiliki dua anak itu.
"Pagi, Luc. Kamu baru pulang? Kennard sudah menunggu kepulanganmu selama beberapa hari ini," ungkap wanita tersebut sembari menyamakan langkahnya dengan pria itu.
"Maafkan aku, Kak. Urusanku di dunia wizard sedikit lebih banyak," jawab Luc yang menyembunyikan fakta jika dirinya sedang mencari darah suci untuk menyembuhkan Frey.
"Kalau begitu segeralah bertemu dengan Kennard. Sepertinya ada hal penting yang ingin ia sampaikan," ujar kakak iparnya ini. Luc mengangguk dan segera menuju ke ruangan milik raja werewolf itu. "Luc, tunggu dulu. Ada yang ingin aku bicarakan," cegah Alice. Luc berhenti melangkah dan memusatkan perhatiannya pada wanita cantik itu.
"Frey ... dua hari lalu dia muntah darah," ungkapnya. Seketika Luc pun tekejut, ini adalah kali pertama Frey begini. "Tetapi anehnya dia masih dalam keadaan tidur hingga sekarang," lanjut Alice. "Aku takut ... aku takut jika ini pertanda buruk," katanya.
Luc gelisah, wolf dalam dirinya pun juga sama. "Terima kasih karena Kakak sudah menjagakan Frey untukku," ucap Luc dengan tulus. "Aku janji kalau kekhawatiran yang Kak Alice rasakan itu tidak akan terjadi. Aku janji itu," sambungnya.
"Kalau begitu aku masuk dulu," pamit Luc yang segera membuka pintu besar di mana di dalamnya terdapat Kennard. Alice memandang adik iparnya itu dengan sendu. Sungguh takdir yang buruk.
Di depannya sudah ada Kennard yang menatap Luc curiga. “Aku dengar dari Alice kau menuju ke rumah Reynart,” kata pria itu. Luc mengangguk. “Seminggu? Memiliki kepentingan apa kau dengannya? Ini tak seperti biasanya.” Tentu saja Kennard curiga.
Luc memutar bola matanya malas. Kennard selalu saja mencampuri urusannya. “Kak. Aku sedang berusaha mencari solusi agar Frey bangun. Aku meminta bantuan Reynart untuk menemui para wizard di sana yang terkenal.
Kennard pun mengangguk paham. “Jika tak ada hal penting lagi, aku akan kembali ke kamar,” pamit Luc yang dibiarkan begitu saja oleh sang kakak. Kennard menatap kepergian adiknya dengan sedih. Meskipun dia terlihat keras, tetapi Kennard sangat menyayangi adiknya ini.
Setelah berbicara dengan Kennard, pria itu pun kembali ke kamarnya. Luc bernapas lega Frey masih ada di atas ranjang miliknya. Pria itu menghampiri tempat perisitirahatan Frey selama 50 tahun lamanya itu.
"Kita bawa gadis itu, Luc. Aku sudah tak tahan melihat mate kita seperti ini," kata wolf milik pria ini. Luc mengangguk, sebenarnya itulah yang dia pikirkan sekarang. Mendengar cerita Alice tentang Frey yang memuntahkan darah membuat dirinya benar-benar khawatir.
"Persetan dengan peraturan yang Raja Vampir buat. Mate kita lebih penting sekarang," lanjut werewolf itu lagi yang disetujui oleh Luc.
"Frey ... aku janji akan segera membuatmu terbangun," kata Luc sungguh-sungguh menatap wanita itu. Luc pun mulai merebahkan tubuhnya di samping sang mate. Rasanya benar-benar hampa meskipun ada Frey di sampingnya.
Butuh waktu tiga hari bagi Luc untuk menjalankan misi. Dia tak ingin gegabah karena sang kakak pasti nanti akan curiga jika tau dirinya pergi lagi.
Luc kembali menggunakan jubah dengan tudung penutup untuk kepalanya. Ia harus menyamarkan identitasnya agar tidak diketahui orang lain. Luc berjalan mengendap-endap keluar dari kerajaan lewat pintu rahasia yang dulunya ia gunakan bermain bersama Axele dan Reynart. Dia harus terlihat seperti tetap berada di istana dan kembali sebelum semua orang menyadari dia tak ada di tempat. Misi ini harus ia selesaikan dengan cepat.
Luc dengan cepat menuju ke rumah gadis berdarah suci itu. Dia belum tahu namanya hingga sekarang karena orang tua gadis itu seperti menyembunyikan identitas anak mereka. Dari jauh Luc memperhatikan gadis itu yang nampak sibuk dengan barang bawaannya.
Di pasar, gadis itu berjalan ke sana ke mari. Beberapa kali Luc ditawarin barang oleh penjual di sana, tetapi dia tolak karena memiliki urusan yang lebih penting. Tak ada yang mencurigakan dari aktivitas gadis itu. Sepertinya gadis ini membantu orang tuanya berjualan lagi.
Luc terus mengikuti gadis itu hingga malam menjelang. Dia menunggu waktu yang tepat untuk membawa gadis ini. Jika bisa, ia akan membawanya dengan baik-baik meskipun pada dasarnya orang tua gadis itu tak mengijinkan Luc sama sekali.
Malam menjelang. Langkah kaki gadis itu membawa Luc menuju ke hutan. Luc sungguh tak habis pikir dengan keberanian gadis ini yang berjalan sendirian di hutan. Luc bersembunyi di balik pohon. Nampak si gadis curiga dengan mata yang sesekali menoleh ke belakang.
"AAUUUUU."
Luc mengeluarkan aumannya. Tidak, ini bukan Luc, dia adalah wolf yang ada pada diri pria itu di mana sang wolf mulai mengendalikan dirinya. Terlihat si gadis bergidik ngeri mendengar suara itu, dia semakin mempercepat langkahnya dan berharap segera sampai di rumah.
Bugh.
Luc berdiri tepat di depan gadis ini dengan tiba-tiba, membuat si gadis terkejut hingga mundur beberapa langkah.
"Si-siapa, kau?" tanya gadis tersebut. Luc belum membuka tudung pentup kepalanya. Dengan pelan, ia membuka tudung tersebut. Si gadis tentu saja tak mengenali pria ini. Namun, Luc merasakan jika gadis ini sedang gugup karena ia hadang.
"Hei, siapa namamu?" tanya Luc. Bukankah ini tak adil ketika dia belum mengetahui nama gadis ini?
"B-bella," jawab Bella dengan gugup.
"Bella? Nama yang bagus," sahut Luc. "Baiklah, Bella. Aku malas untuk berbasa-basi sekarang. Sejak pagi aku sudah mengikutimu ke sana ke mari dan aku lelah untuk itu. Tujuanku mengikutimu hanya satu hal. Aku ingin membawamu ikut bersamaku," kata Luc berkata jujur apa adanya.
Bella mundur beberapa langkah. Tentu saja ia menaruh curiga kepada pria yang tiba-tiba muncul ini dan mengatakan hal aneh untuk membawanya. Melihat penolakan yang gadis itu tunjukkan membuat Luc semakin tertantang. Oh tidak, ini bukanlah Luc melainkan werewolfnya yang besifat tak sabaran.
"Apakah kau menolakku?" tanya Luc dengan nada mengintimidasi di sana.
Mata Bella berlarian ke sana ke mari, ia harus kabur dari sini. Di rasa jaraknya dengan Luc sedikit berjauhan, Bella pun tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dia berbalik dan hendak berlari, namun Luc dapat membaca pergerakannya sehingga pria itu mencegah Bella pergi.
"AKKH!" teriak Bella yang terjatuh ke tanah. Luc nampak puas dengan hasil karyanya di kaki gadis itu. Hasil karya yang tak sengaja sebenarnya.
"Aku sudah memintamu ikut dengan baik-baik. Kenapa kau malah lari? Perempuan memang menyusahkan. Inilah akibatnya jika kau lari," ungkap Luc dengan tawanya di sana.
Bella merintih memegangi luka di kakinya. Terasa perih di sana. "Hei, maafkan dia. Wolf ku memang gegabah," kata Luc yang mulai menguasai tubuhnya kembali. "Dia tidak akan menyakitimu jika kau patuh sejak tadi," lanjutnya. Bella mulai mencerna apa yang pria di depannya katakan. Ini bisa dia pastikan jika pria ini adalah seorang werewolf. Werewolf? Tentu dia tak bisa melawan bangsa itu.
"Aku ... aku tidak mau ikut denganmu," jawab Bella yang masih memegang kakinya sembari merintih d sana. Darah segar keluar dari luka di kakinya. "Aku harus pulang," sambungnya.
"Maafkan aku, tapi aku butuh dirimu. Aku harus membawamu, meskipun itu dengan paksaan," ungkapnya secara terang-terangan.
Luc tak memiliki pilihan lain, diskusi dengan orang tua gadis ini pun percuma. Baru saja ia akan menarik gadis itu untuk ikut dengannya, tiba-tiba saja tubuhnya terdorong hingga beberapa meter. Bella yang melihatnya pun nampak terkejut sekarang. Lari. Bisikan itu tiba-tiba terdengar di indra pendengar gadis ini. Dengan menahan rasa sakitnya, Bella pun dengan cepat berdiri dan segera pergi dari hutan.
Luc yang melihat Bella kabur pun hendak mengejar jika saja tak ada seseorang yang tiba-tiba berdiri di depannya dengan satu tangan yang mencekik leher pria ini. Luc benar-benar terkejut dengan kejadian tiba-tiba itu. Orang yang mencekiknya memakai tudung sama seperti dirinya.
Cengkeraman orang itu di leher Luc semakin kuat membuat pria ini hampir tak bisa bernapas. Luc mencoba mengumpulkan kekuatan dan dengan cepat ia memukul balik wajah orang itu yang membuat tudungnya terbuka. Betapa terkejutnya Luc ketika mengenali sosok di balik tudung itu.
"Ka ... u?"
"Dasar b*****h!" seru orang itu kepada Luc yang masih syok.
"Axele? Maksudku Raja Vampir," kata Luc dengan cepat. Ia tak menyangka bisa dipertemukan dengan sahabat lamanya itu dalam keadaan seperti ini. "Sedang apa kau di sini?"
"Seharusnya aku yang bertanya? Kenapa kau berada di wilayah ini? Kenapa kau berani menyakiti gadis itu? Apakah hukuman yang aku berikan di masa lalu tak membuatmu jera?" sahut Axele. Tatapan pria itu masih saja tajam, tak ada yang pernah berubah.
"Ini bukan urusanmu," jawab Luc. Dia masih tak lupa jika Frey tak kunjung bangun adalah ulah Axele.
"Ini menjadi urusanku karena kau berani mencari masalah lagi. Apa yang kau inginkan dari gadis itu?"
Luc mengembuskan napas lelahnya. Sudah lama mereka tak bertemu dan sekarang malah hanya diisi perdebatan saja. Dia tak ingin mencari gara-gara kepada penguasa dunia immortal itu, tetapi Axele telah menggagalkan misinya untuk membawa gadis tadi.
"Berhentilah, Luc! Berhenti berusaha mengusik gadis itu. Atau ... aku yang akan menghukummu dengan berat," peringat Axele cepat dan tegas.
Peringatan yang Axele berikan secara tegas kepadanya membuat Luc bingung. "Aku butuh gadis itu. Aku butuh darahnya untuk Frey. Ini semua gara-gara kau, Axele! Kalau saja kau tak melakukan itu, Frey tidak akan seperti ini!" ungkap Luc terang-terangan.
"SIAL!" umpat Axele yang kembali mencekik Luc di sana. Luc tentu saja syok dengan respon pria ini. "BERHENTI! BERHENTILAH MENGGANGGU MILIKKU! ATAU KAU BENAR-BENAR AKAN MATI, BODOH!" teriak Axele tepat di depan wajah Luc. Luc tentu merasa syok dengan pernyataan Axele ini.