Alisnya Charlie Puth

1203 Kata
    Suara Rizal---Keponakanku alias anaknya Mbak Syila---yang sedang menangis terdengar hingga kamarku. Usianya memang sudah empat bulan sekarang. Akupun sudah berani menggendongnya.Suara Rizal kenceng juga ya, sampe suara Charlie Puth yang lagi nyanyi bareng Kehlani tersaingi olehnya. Dan ada satu peraturan khusus untuk Numa. Dilarang nyetel musik keras-keras kalau lagi dikamar. Takut ganggu dedek Rizal.     I lie for you baby,     Die for you baby,     Cry for you baby,     But tell me what you've done for me??     Namun suuara gedoran pintu memaksaku turun dari kasur dan membukanya. Terlihat sang Kanjeng Ratu Mama disana. "Ada apa Mama?" tanyaku lembut. "Temenin Rizal dibawah. Mama sama Mbak Syila mau keluar sebentar."     "Kalau Rizal e*k gimana?"     "Ada Mbak Lis juga kok. Mama berangkat ya. Hati-hati." Mbak Lis itu tetanggaku yang diminta oleh Mama untuk menjaga Rizal saat Mbak Syila ada urusan keluar. Biasa si tukang endorse.     Ck! Kumatikan music playerku dan turun kebawah setelah menyambar hape diatas kasur. Turun untuk menemani Boss Baby dibawah sana.Untungnya ini bayi sedang tidur. Jadi sembari menjaganya aku bisa nonton televisi yang menampilkan acara gosip artis yang sedang tersandung n*****a.     "Itu kenapa bisa make barang haram gitu ya, Mbak?" ucap Mbak Lis sedikit mengagetkanku, buru-buru aku mengucap istighfar pelan. "Biasalah Mbak, mungkin lingkungan sama temen-temen mereka dukung hal itu, atau mereka nyari pelarian yang salah." kataku sambil melihat Rizal yang masih tidur. Tak lama si kecil yang doyan ASI ini membuka matanya, lalu mengerjap-ngerjap pelan. Dia memang jarang rewel. Tapi sekalinya rewel bener bener bikin pusing.     "Halo dedek Rizal, udah bangun, laper?" tanyaku sambil memainkan tangannya pelan. Sedang Rizal hanya mengemut kepalan kecil tangannya. Kurasa dia haus. "Mbak Lis, Rizal haus." ujarku sedikit keras saat Mbak Lis ada didapur. Tak lama tangisan Rizal mulai terdengar. Duhh,, "Kaget ya Tante teriak tadi? Maaf yaaa.. Cup cup." kugoyangkan baby seat nya. Namun tak ada tanda tangisannya reda.     "Ini Mbak," kuterima sodoran botol berisi ASI dari Mbak Lis. "Kayanya ada tamu deh Mbak," katanya sambil melihat jendela depan. "Tolong lihatin Mbak." ujarku sambil memberikan botol s**u itu pada si gembul kecil ini.     "Num."     Tunggu-tunggu, tak mungkin bayi berusia empat bulan ini bisa ngomong secepat ini. Dan lagi tak ku izinkan Rizal memanggilku hanya dengan nama saja. Kemudian kurasakan sebuah sentuhan dipundakku. Kutolehkan kepalaku kearah sampingku. Dan kutemukan si tampan Galih. Langsung saja kusapa dirinya, "Hai, sini duduk." kataku sambil menepuk karpet di sampingku. Galih bergerak mendekat kemudian duduk disana.     "Mama kamu kemana?" tanya Galih setelah duduk disampingku. "Ada acara sama Mbak Syila." Jawabku.     "Namanya siapa?" tanya Galih sambil memainkan kaki Rizal. Ck! Pertama kali bertemu setelah hampir lima bulan hanya berjumpa via telepon saja. "Rizal." Kataku sambil menahan botol s**u milik Rizal. "Hai, kenalan yuk ini---" Galih tak menyelesaikan ucapannya, dia melirikku hendak bertanya apa panggilan yang tepat untuk dia, "Om." Jawabku. "Om Galih, nanti kalau udah besar kita main bola bareng ya." kata Galih sambil menoel pipi gembul itu. Ku tepuk pelan tangan itu, mengingatkannya. "Dia lagi minum." kataku.     Tak ada obrolan antara aku dan Galih saat menunggu Rizal menyelesaikan minumnya, "Aku kedapur dulu. Mau minum apa?" tanyaku sambil membawa botol yang sudah kosong itu ke dapur. "Yang seger." kata Galih sambil menatapku geli. "Air putih pakai es, ya." putusku meninggalkannya.     Kuambil dua buah gelas dan satu nampan. Lalu mengambil air dingin dari kulkas bersama dengan sebotol sirup leci. Setelah selesai membuat minum untuk Galih, akupun membawa dua gelas itu ke depan televisi.Kulihat Rizal sudah tidak dibaby seatnya. Tapi ada dipangkuan Galih. Galih sendiri asik bercengkrama dengan Rizal.     "Ini minumnya."     "Makasih." Ujar Galih, dia bahkan tidak melihat dimana ku meletakkan minumnya. Mengambil tempat duduk disampingnya, aku memperhatikan keduanya. "Nanti dia gumoh loh." Mama bilang kalau anak kecil habis minum jangan diajak ketawa berlebihan. Balik lagi nanti minumnya. "Iya, Num."     "Kamu suka anak kecil?"     "Lumayan. Kenapa?"     "Papa material banget sih, Gal."     Galih tersenyum sekilas, "Semua orang lah gitu, entah itu cowok atau cewekkan pada akhirnya bakal berkeluarga, bakal punya anak juga, jadi harus siaplah." kuanggukkan kepalaku menyetujui perkataan Galih.     "Kemarin makan gorengan lagi?"     "Eh?"     "Itu jerawat nambah," kataya sambil menunjuk jerawatku.     "Ih! Jangan diingetin lah. Dua minggu yang lalu mulus kok, gak ada jerawatnya sama sekali cuma ada bekasnya aja. Gak tau minggu ini ada lagi."     "Bercanda. Gitu aja ngambek." ucapnya sambil melihat kemataku langsung. "Beneran air putih doang?" ujarnya dengan mengendikkan dagu. Menunjuk gelas yang berisi hampir serupa dengan air putih. Kusodorkan gelas itu pada Galih, "Rasain dulu." kataku sambil mengambil Rizal dari pangkuan Galih. Kemudian kuletakkan di baby seatnya. "Sirup ternyata." ujar Galih.     "Kemarin Bapak bilang, mau nikah kapan?" ucapku saat Galih menandaskan minumannya. "Terus kujawab, terserah Galihnya." kali ini tanganku sibuk mengayunkan baby chair Rizal, agar bayi itu tidur lagi. "Target kamu umur nikah berapa?"     "Paling pol dua lima, Gal." kulirik Galih hanya menganggukkan kepala saja. "Sabar ya, bentar lagi. Cicilan mobilku tinggal setahun lagi selesai. Setelah itu fokus sama kamu, sama mulai nyari rumah. Menuhin tabungan juga." jawab Galih. “Gimana kalau kita tinggalnya sama Bunda aja gimana? Kamu kan anak tunggal, cowok pula, jadi oke-oke aja tinggal sama Bunda nanti.” Kemudian kulihat sebuah senyum muncul di wajah Galih.     Sejujurnya aku tidak mempermasalahkan kami mau tinggal dimana setelah menikah, tapi karena aku tahu Galih adalah anak tunggal dan mayoritas waktunya dihabiskan di Yogyakata. Jadinya sebagai wanita yang kodratnya nanti mematuhi suami aku pasrah saja.     Meskipun kami belum membicarakan lebih lanjut mengenai pekerjaanku nanti.     "Tapi kata Bapak, kamu mau dikasih tantangan juga."     “Tantangan apa?”     “Tantangan biar tahu kamu serius ndak sama aku.”     "Ooo, Ya tinggal dilakuinkan." Santai banget sih, Gal.     Tetiba kami dikagetkan dengan suara wanita, "Eh, ada Galih ternyata. Gimana calon keponakanmu, ganteng kan?" sumpah, bukan Mama yang bilang ini. Ini hasil olahan mulut Mbak Syila. "Lucu Mbak, belum kelihatan gantengnya. Kalau gedenya ganteng kayanya. Alisnya kepotong." Kata Galih. "Tentu! Aku ngidam minta dibeliin albumnya Charlie Puth sama Mas Ilham. Terus sekarang di ambil sama Numa."     "Demi apa album yang ada dikamarku itu asli!" pekikku tak percaya. "Asli dek. Udah ah, jangan teriak-teriak. Bangun nanti si Rizal." kemudian Mbak Syila membawa Rizal kekamarnya. "Kenapa?" tanya Galih saat aku masih memperlihatkan mimik tak percaya. "Sampul albumnya aku gunting buat dapet gambarnya Charlie terus kutempel di dinding kamar." kataku. "Ampun deh Numa." kata Galih sambil mengusap wajahnya. Lelah dengan kelakuan absurdku.     Galih tahu kalau aku itu aneh. Pernah saat booming film AADC 2, aku menolak saat diajak Pingkan nonton film itu di akhir pekan, dan aku mengajak Galih untuk pergi nonton Proliga secara langsung.Atau saat Pingkan asik membeli peralatan make up seharga ratusan ribu, dan aku membeli jaket Pertamina Energi. Dan tau yang Galih bilang, mending buat beli masker sekali pakaimu itu, Num. Kan k*****t. Mana bisa merchandise dari club volly favorit disamakan dengan skin care. Beda toh ya.Atau saat Mas Ilham pergi nonton MotoGP di Australia, dan aku memintanya membeli oleh-oleh bertema Casey Stoner. Padahal jelas-jelas si Casey udah gak main lagi. Dia udah pergi memancing.     "Oh ya, aku besok mau ke kantor Samator yang ada di Surabaya. Mau nitip apa?" kata Galih menyadarkanku dari narasi kebatinanku.     "Fotonya Rivan, Gal."     "Aku mau ke kantornya Samator yang perusahaan gas itu Numa, bukan tim voli kesayanganmu, yang lain?!"     "Ada sih,"     "Apa?"     "Real picture logo Samator."     "Kuturuti yang ini.” Dan lihat permintaan anehku-pun dituruti oleh Galih.                                                                                     * * * * *
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN