Chapter 4 : Takut

1030 Kata
Wajah Emily langsung berubah pucat, tubuhnya gemetar dan ia berpegangan erat pada Aaron. “Emily, ada apa denganmu? Mengapa kau mencengkeram tanganku? Lepaskan!” seru Aaron. Tetapi, Emily tetap tidak mau melepaskan cengkeraman tangannya pada tangan Aaron, kakaknya. Wajahnya tertunduk ke bawah, rasa takut menyerang setiap sendi di tubuhnya.   “Daddy, lihat! Emily bertindak aneh, dia mencengkeram tanganku,” seru Aaron. Sementara itu, dari sudut yang lain Drake terus memperhatikan gadis kecil itu, dengan tatapan penuh napsu. Dia ingin mengulang kembali kejadian kemarin malam. Seulas senyum licik tersungging di bibirnya yang lebar dan tipis. “Emily, lepaskan tangan Aaron. Kemarilah! Gandeng tangan Daddy,” pinta Alfred lembut. Lalu, dengan patuh Emily melepaskan cengkeraman tangannya pada lengan Aaron dan menggandeng tangan Alfred. Kemudian, ketiganya berjalan menuruni tangga apartemen yang tidak terlalu tinggi. Saat itu, mereka menempati apartemen sewaan yang berada di lantai tiga. Dari mulai menuruni tangga hingga masuk ke dalam mobil, Emily tetap terdiam dan menundukkan wajahnya. “Emily Sayang, jika ada yang kau pikirkan, katakanlah pada Daddy. Bagaimana Daddy bisa tahu jika kau tidak bercerita,” tanya Alfred penasaran. “Tidak ada apa-apa, Daddy. Aku hanya ingin bersama dengan Daddy lebih lama. Aku tidak mau di rumah bersama dengan Mom,” jawab Emily singkat. “Kenapa? Apa karena Mom sering menegurmu?” “Tidak apa-apa, Daddy. Jangan khawatir, aku akan baik-baik saja.” Perkataan Emily pagi itu yang berkata bahwa ia akan baik-baik saja, selalu diingat oleh Alfred. Dan kata itu pula, yang selalu diucapkan oleh gadis itu mulai dari saat itu, hingga ia dewasa nanti. Bahkan, ketika keadaannya tidak terlalu baik, ia tetap berkata bahwa ia baik-baik saja. Rasa semangat yang berada dalam diri Emily sebelumnya telah mulai sirna, ia merasa bahwa dia berbeda dari anak lainnya dan seakan tidak ada tempat aman bagi dirinya untuk sekedar berlindung. Ia berpikir keras kemana harus mencari tempat perlindungan, ia takut dan sangat trauma dengan kejadian yang menimpanya tadi malam. Ia tidak ingin bertemu kembali dengan Drake, dan tidak ingin mengalami kejadian menyakitkan itu lagi. Lalu, sebuah ide terlintas di kepala mungilnya. Ia akan mencoba berbicara dengan Miss Jennings dan meminta pertolongan dari wali kelasnya tersebut.   Tidak lama kemudian, mobil Alfred sampai di depan gerbang sekolah. Setelah berpamitan dengan sang ayah, Emily dan Aaron turun dari mobil. Namun, sebelum keduanya berjalan semakin menjauh, tiba-tiba Alfred memanggil Aaron dan berkata, “Aaron, jaga adikmu baik-baik. Jika ada waktu tanyalah padanya apa yang sebenarnya dia pikirkan? Apa kau mengerti?” “Yes, Daddy. Tenang saja, Emily adik kesayanganku. Aku akan berbicara dengannya nanti ketika jam istirahat berlangsung,” jawab Aaron. “Good bye, Daddy,” seru Aaron dan Emily sambil melambaikan tangan pada sang ayah. Lalu, Alfred melajukan mobilnya menjauh dari area sekolah, kembali ke apartemennya yang kecil namun hangat. Setidaknya itu menurut Alfred. Setelah memakirkan mobilnya di area parkir apartemen, Alfred berjalan santai menuju ke lantai tiga. Tetapi saat kakinya menaiki tiga tangga terakhir, dia mendengat suara Clara yang sedang berbincang dengan seorang pria. Dan suara itu tidak asing, suara itu milik Drake. Alfred mempercepat langkahnya dan berjalan menelusuri lorong apartemen hingga sampai di lorong apartemen miliknya. Dia mendapati Clara yang sedang berbincang serius dengan Drake. Dia berjalan menghampiri keduanya dan bertanya, “Ada apa ini, Clara?” Clara, seorang wanita berambut pirang, dengan tubuh tinggi semampai. Wajahnya yang seksi dan cantik memang dapat dengan mudah menggoda kaum adam. Suaranya yang seksi semakin menambah aura kecantikannya. Sementara itu, Alfred adalah seorang laki-laki yang berpenampilan biasa, bahkan sering ala kadarnya. Dengan tubuh kurus dan tinggi, wajah yang standar, suara yang berat. Serta tingkat pendidikan yang tidak terlalu tinggi, membuat semua orang bertanya-tanya mengapa wanita cantik itu bisa menikah dengan Alfred yang biasa-biasa saja. Ketika keduanya meresmikan hubungan dan menikah, Alfred adalah seorang mekanik yang bekerja di sebuah bengkel mobil. Setiap malam, dia dan teman-temannya kerap mengunjungi bar yang berada tidak jauh dari bengkel tempat mereka bekerja. Saat kunjungan di suatu malam bersalju di awal Desember, Alfred melihat seorang wanita muda yang sedang dianiaya oleh seorang laki-laki dewasa. Jiwa patriot Alfred muncul dan dia datang menolong sang wanita. Layaknya pahlawan seperti yang terdapat dalam novel-novel. Singkat cerita, sejak kisah pertolongan itu terjadi, sebagai tanda terima kasih, wanita muda yang bernama Clara itu setuju untuk pergi makan malam bersama dengan Alfred. Hingga beberapa kali pertemuan, keduanya saling tertarik dan jatuh cinta. Akhirnya, mereka memutuskan untuk menikah dan tinggal bersama dengan pindah ke apartemen yang lebih besar. Dengan dukungan semua teman-temannya Alfred percaya diri untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius. Tepat satu tahun pernikahan, Clara melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Aaron. Lalu Emily lahir dua tahun kemudian. Awal kehidupan ruamh tangga mereka cukup harmonis, karena Alfred diangkat sebagai mekanik utama di tempatnya bekerja, tentu dengan penghasilan yang jauh lebih besar. Semua kebutuhan Clara dan anak-anaknya tercukupi. Hingga suatu hari, bengkel tempat Alfred bekerja mengalami pailit. Semua karyawan dirumahkan. Sejak saat itu, hubungan keduanya menjadi tidak harmonis. Clara dan Alfred kerap bertengkar karena Alfred menganggur selama hampir satu tahun lamanya. Dan selama itu pula, mereka sekeluarga hidup dari tabungan Clara dan tunjangan yang diberikan oleh Departemen Sosial. Sampai suatu ketika, salah seorang teman Alfred menawarinya sebuah pekerjaan di Raaka Chocolate Shop bagian shift malam. Karena terdesak kebutuhan ekonomi, Alfred menerima tawaran tersebut, meski dia berat meninggalkan keluarganya pergi bekerja pada malam hari. Selama bekerja, Alfred tidak tahu jika Clara tergoda dan berselingkuh dengan tetangganya yang bernama Drake. Karena Drake mampu memenuhi semua keinginan Clara. Baju-baju mewah, perhiasan dan sejumlah uang kerap diterima oleh Clara.   Dia sangat mencintai dan mempercayai istrinya, meski terkadang dia heran dan bertanya-tanya dari mana Clara memperoleh barang-barang tersebut. Dengan gaji yang diperoleh Alfred setiap bulannya, tidak akan cukup baginya untuk membeli barang-barang mewah tersebut. Alfred kerap menanyakan asal dari mana Clara memperoleh barang-barang mewah tersebut, tetapi pertanyaan itu berujung pertengkaran hingga akhirnya keduanya bermusuhan dan tidak saling berbicara selama beberapa hari. Karena rasa cinta Alfred yang terlampau besar pada Clara, dia menutup mata dan memutuskan tetap mempercayai sang istri dengan segenap hati. Kembali ke perbincangan ketiganya, Clara menjawab, “Tidak ada apa-apa, aku dan Drake hanya mengobrol biasa. Dia tetangga baru kita, kau sudah berkenalan dengannya khan?” “Ya, kami sudah pernah berkenalan.” Alfred menyalami pria itu dan berkata, “Selamat pagi Mr, kami permisi dulu.” Alfred menggandeng tangan Clara dan menariknya masuk ke dalam rumah. Clara merasa tidak senang dengan perlakuan sang suami kepadanya, yang dianggapnya kurang lembut. “Alfred, lepaskan tanganmu! Ada apa denganmu?” teriak Clara. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN