AUTHOR POV
Setelah pulang dari liburan ke Bali, Asya sibuk mencari pekerjaan dengan mengandalkan ijasah desain grafisnnya. Tapi selama dua minggu ini dia masih belum ada yang cocok buat dia. Beberapa kali wawancara, tapi ada aja yang bikin dia nggak minat. Aturannya terlalu ketatlah, gajinya minim bangetlah, apalah. Intinya sih dia pingin kerja jadi bos bukan pegawai. Ya mana bisa Asya, kerja ikut orang langsung minta jadi bos. Akhirnya mau nggak mau dia dateng ke kantornya Abi hari ini buat nerima tawaran kerja sementara di perusahaan Abi sampai dia dapet kerja.
Setelah selesai dari kantor Abi, Asya langsung pulang ke rumah. Begitu sampai di rumah, dia kaget melihat bunda, papa, mama, sama Mariska ngumpul di ruang tamu. Asya bertanya pada Mariska melalui tatapannya dan Mariska menjawab melalui gerakan badan. Dia menunjuk Asya dengan telunjuk kanan kemudian menggoreskannya ke leher.
“Ini Asyanya sudah pulang !” kata Gita menyambut keponakannya.
Asya tersenyum kemudian menyalami bunda, mama, dan papanya bergantian.
“Tumben papa sudah ada di rumah ?” tanya Asya setelah melihat jam tangannya yang baru pukul 4 sore. Biasanya papanya pulang paling awal jam 5, baru kalau ada hal penting bisa pulang sewaktu-waktu.
“Ada yang mau kami bicarakan sama kamu sayang !” kata Gandhi sambil memberi isyarat keponakannya untuk duduk. Asya duduk di samping Mariska yang berhadapan dengan Gandhi, sementara Sita duduk dengan Gita.
“Ada apa pa ?” tanya Asya nggak sabar.
“Mending ibu kamu yang langsung bicara sayang !”
Asya menatap ibunya cemas.
Ada apaan sih, pikirnya.
“Mending kamu aja Gandhi !”
“Mbak Sita yakin ?”
Alin mengangguk membuat Asya semakin bingung.
“Ada apa sih bunda, papi, mami ?” tanya Asya tidak sabar.
“Kamu pernah bilang kan kalau kamu hanya akan mau berhubungan serius dengan laki-laki yang langsung memintamu ke bunda ?” tanya Gandi.
Asya mengangguk tapi masih bingung dengan maksud papinya.
“Seminggu setelah kamu pulang dari bali ada yang datang menemui bunda kamu pas tidak ada orang di rumah !”
Asya menatap bundanya yang mengangguk membenarkan.
“Dan tadi, orang yang sama datang menemui papi di kantor kebetulan juga ada mama !”
“Trus maksudnya ?”
“Dia minta kamu ke bunda, mami, papi untuk menjadikan kamu istrinya sayang !” tambah Alin yang langsung bikin Asya menatap bundanya tidak percaya.
“Ngelamar Asya maksudnya ?” tanyanya masih tidak percaya, tapi bundanya mengangguk. Dia beralih menatap papinya dan papinya mengangguk. Dan harapan terakhir adalah maminya dan sayangnya maminya juga mengangguk.
Asya mengambil nafas berat dan mengalihkan pandangannya ke arah lain.
“Kami nggak maksa sayang. Tapi kalau kami liat dia orang yang baik, bertanggung jawab, dan serius sama kamu. Dan yang paling penting dia mencintai kamu !” kata Gita ikut mencoba menenangkan keponakan yang sudah dianggap putrinya sendiri.
“Dari mana mami, bunda, papi tau kalau orang itu sayang sama Asya ?”
“Karena...” Sita tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Gita yang berada di sampingnya, mencoba menguatkan iparnya.
“Dia bahkan berjanji akan memberikan perusahaan ayah kembali meskipun kamu tidak bersedia menikah dengannya !” lanjut Gandi.
Asya merasa hatinya langsung tertohok mendengarnya.
It’s ok Asya ! siapa tau dia emang beneran orang yang tepat buat jodoh kamu, Asya menguatkan dirinya sendiri dalam hati.
“Siapa bunda orangnya ?” tanya Asya.
Sita menyodorkan kartu nama di tangannya. Asya langsung mengambilnya, tapi dia memejamkan mata terlebih dahulu berharap orang yang tertulis di kartu nama bukan orang yang selama ini dia kenal. Setelah membuka matanya, Asya langsung membaca kartu nama itu.
“GAMA ?” teriaknya kaget. Dia menatap Mariska tajam.
“IS HE GAMA ?”
Mariska yang dari tadi hanya diam saja langsung mengangguk membenarkan. Tubuh Asya langsung lemes seketika. Mariska yang menyadari itu langsung memeluk Asya menguatkan. Tapi Asya menolaknya, dia berdiri kemudian tersenyum ke mami, bunda, dan papinya.
“Asya pikirin dulu ya bunda, mami, papi. Sekarang Asya ke atas dulu mau istirahat !” pamitnya kemudian masuk ke dalam kamar.
~~~
ASYA POV
Setelah pembicaraan tadi, aku langsung masuk ke dalam kamar dan duduk di balkon kamar sambil menenangkan diri. Aku nggak berniat keluar untuk makan malam meskipun sudah dibujuk beberapa kali sama bunda, mama, dan papa. Si Mariska juga ikutan tadi. Tapi mereka tau aku lagi nggak mood sekarang, dan nggak bakalan diganggu. Dan untungnya aku juga sudah makan sebelum pulang tadi. Aku memperhatikan bintang-bintang yang mulai muncul dalam pandangan mataku. Aku tersenyum menyapanya.
“Apa kabar bintang ?”
“Apa tempat itu masih nyaman ?”
“Pasti masih kan ? buktinya kamu betah banget di situ !”
“Kamu aja bisa bertahan, kenapa aku enggak ?”
Ya inilah kebiasaanku setelah kejadian mengerikan itu terjadi. Duduk sambil menatap bintang dan mencoba berteman dengannya. Melalui pertanyaan-pertanyaan yang mebosankan tapi tetap kusampaikan. Seperti dia, yang tidak pernah lelah terus bersinar bahkan ketika orang memuja sang bulan.
Drrrrrt Drrrrrt Drrrrrtttt
Aku melihat layar hp. Ternyata dari grup ghost yang pasti udah tau tentang masalahku dari Mariska. Ghost ?
Aku tertawa mengingat kenapa kita milih nama ghost untuk persahabatan kita. Gara-garanya kita terkenal dan ditakuti di smp sampai sma, padahal kita nggak pernah bikin sesuatu yang heboh. Persis kayak hantu, nggak pernah ngeksis, eh sekalinya muncul langsung tenar. Nggak pernah nyakitin, eh tetep aja ditakutin.
Vilia: Ada yang sedih kayaknya T-T
Nona: Sini dong peluk {}
Afla: *nyodorintissue*
Mariska: Sampai nggak mau makan, nggak laper?
Vilia: Eh segitunya ?”
Mariska; *Nod*
Nona: Sini kita temenin makan yaaaa
Afla: Mau makan apa di mana aja kita temenin deh. Makan yuk !
Aku tersenyum sendiri membacanya. Mereka emang sahabat super, selalu bisa bikin aku mood.
Asya: Aku udah makan
Mariska: eh serius?
Vilia: eh serius? (2)
Nona: eh serius? (3)
Afla: eh serius? (4)
Asya: Apaan sih, lebay ah :D
Vilia: gitu dong ketawa biar tambah..ehem... manis, cantik, kece.
Nona: Cie ada kakak alay
Aku tertawa membaca balasan Nona.
Afla: Asya jangan sedih ya. Kita kumpulin uang bareng buat nebus perusahaan ayah ya kalau kamu nggak mau nikah sama bule itu.
Nona: Iya, kita kan saudara. Perusahaannya ayah perusahaan kita juga {}
Mariska: papa juga pasti mau bantu kok J gue juga punya simpenan banyak di bank.
Vilia: Lo jangan ngeraguin mas Abi sama bokap gue haha
Aku tersenyum sekaligus terharu membacanya. Kami emang udah kayak saudara kandung, dan aku nggak ragu kalau mereka bakalan melakukan hal itu buat aku. Tapi apa itu yang dilakukan saudara, membagi kesedihannya dengan saudara lain. Aku hanya mau membagikan kebahagianku bersama mereka, bukan karena aku tidak menganggap mereka saudara. Aku hanya tidak bisa melihat mereka bersedih.
Asya: Nggak usah guys serius ! kalian udah ada buat aku aja aku udah bersyukur banget.
Nona: Apaan sih Asya, kita bakal selalu ada buat kamu.
Afla: Whenever
Mariska: Wherever
Vilia: lebay ah kalian haha. Asya dengerin, gue serius. Kalo lo nolak, gue sama anak-anak yang langsung ngomong ke bule kalau kita bakal beli perusahaan ayah.
Matiiii ! ini kalao Vilia udah ngomong gini, nggak mungkin dia bercanda. Aku menghela nafas dalam. Tapi sepertinya bener juga kata mereka. Seenggaknya kalau perusahaan ayah udah ada di tanganku, aku bisa membangunnya kembali dan keuntungannya buat bayar ke mereka.
Asya: Iya deh, besok aku datengin dia dan coba bikin kesepakatan.
Vilia: Kalau udah deal berapanya kabarin.
Nona: Iyaaaa
Afla: J
Mariska: Jangan ndadak yaaa
Asya: Thanks yaaaak {}
Afla: No need {}
Nona: You’re always welcome {}
Mariska: My pleasure
Vilia: Kayak sama siapa aja.
Asya: hahaha
Mariska: Sekarang gue boleh masuk kamar lo nggak nih !
Afla: haha
Nona: Kasihan banget ayang Mariska.
Vilia: wkwkwkwk
Asya: Iye aku bukain.
Nggak lama kemudia pintu kamarku diketok seseorang yang aku yakin itu Mariska. Aku berjalan malas ke arah pintu, membukanya dan merebahkan tubuhku ke kasur. Dia menutup pintu kamarku kemudian ikut rebahan di kasur.
“Kalau aja gue bisa gantiin lo, tapi sayang dia cintanya sama lo !” kata Mariska.
“Apaan sih Mar. Kamu itu udah bantuin aku banget !”
“Aaaaah Asya !” dia memelukku erat. aku tersenyum dan membalas senyumannya.
“Tapi lo serius nggak ada rasa sama dia ? secara dia kan bule, gantle banget sampe langsung minta ke bunda, papa, mama. Selera lo banget kan !” tanya Mariska.
Aku menatap langit-langit kamarku. Kalau saja mereka tau semua kelakuannya pas di bali, gimana mesumnya, sombongnya, dan kurang ajarnya minta cium sembarangan. Sekarang apa ? dia malah minta aku menikah denganya dan mengambil alih perusahaan ayah. Entah apa yang sebenarnya dia rencanakan. Apa mungkin dia balas dendam gara-gara aku meludahi mulutnya ?
Kalau dilihat dia emang ganteng, keren macho, perfect. Wajahnya kelihatan sempurna dengan rahang kuat, tatapan tajam dari mata birunya, dan rambut dark brown. Tingginya sekitar 178 cm dengan berat ideal. Serius perfect, tapi langsung turun drastis begitu tau sifatnya.
Aku terjengat begitu Mariska menyenggol lenganku “Kok malah ngelamun sih !”
Ya Tuhan kenapa malah ngebayangin bule nggak beretika itu. “Nggak papa kok !”
“Jadi lo serius kan mau ke sana besok ?”
“Ke mana ?” tanyaku bingung.
“Ke kantornya mas Gama !”
“Oh !” jawabku kemudian mengangguk. Aku memang harus kesana dan menghentikan tindakan dia yang seenak jidatnya.
“Yaudah tidur yuk, lo pasti capek banget hari ini !” ajak Mariska, dia mengambil tempat di sisi kiri tempat tidur. Aku mengangguk kemudian tidur di sisi kanan. Kami emang sering tidur bersama kalau salah satu ada yang ngerasa sedih atau kesepian.
~~~