Sebuah Kesalahan

1040 Kata
Keesokan paginya sinar matahari mulai menusuk kedua mata Dinna. "Aaarrggghhhhhh," teriak Dinna yang terkejut melihat dirinya berada di ranjang dengan orang yang sama sekali tidak dia kenal , di Kontrakan yang kecil dan sempit. Sama sekali tidak dapat di percaya. "Siapa kamu? kok saya bisa ada disini?" Bola matanya seperti ingin keluar melihat lelaki yang ada di sampingnya tanpa busana, hanya berbalut selimut. Lalu Dinna melihat ke dalam dirinya yang ternyata sama. Mereka berdua tanpa busana. Astaga,, apa yang sudah dilakukannya semalam. Dengan lelaki yang antah berantah asalnya seperti ini. "Hehe, mbaknya ndak inget semalam?" Seru Yono dengan senyum naifnya. Mengerutkan wajahnya "Semalam?" setelah mencoba mencari ingatannya yang hilang, perlahan- lahan gambaran itu mulai muncul. Dia menepuk jidatnya. "Oh my god kenapa gue bisa disini. sama jawir begini lagi, gawat." Dinna bicara dalam hati. "Kamu gak tau siapa saya?" Tanya Dinna. "Haeh, mbaknya siapa?? Kita kenal?" "Hadeuhh, kamu berani-beraninya tidur sama saya," dia memukul badan Yono dengan bantal beberapa kali. Dia benar- benar kesal dan gemas. "Aduh ampun mbak, kemarin kan mbaknya yang nyosor duluan toh." "Kenapa kamu gak menghindar, saya kan mabuk semalam." "Sudah berkali-kali saya menghindar e mba, tapi mbaknya ndak mau berhenti." Dinna memejamkan kedua matanya. "Kamu jangan bilang-bilang ya awas nanti, saya mau pulang." "Ndak mau sarapan dulu, nanti saya buatkan nasi goreng." Sebenarnya Dinna lapar sekali karena dia belum makan apa-apa dari semalam. Tapi dia tidak tahan berada di kontrakan bersama orang satu malamnya itu. "Gak usah." Dinna berpakaian lalu membereskan barang-barangnya dan bergegas pulang. Dia bingung berada di mana, jalan perumahannya sangat sempit. Mencoba merogoh isi tasnya Dinna langsung memakai kacamata hitam dan masker. "Yaamppuunnn kok gue bisa di sini sih, aahh minuman sialan. Sama jawa begitu lagi sshiittt, gue harus tenang. Anggap aja gak ada apa-apa, lupain tadi malam.Aarrgghh." Supir taksi sedari tadi mengamati gerakan Dinna yang tidak bisa diam. Sebenarnya supir itu khawatir karena Dinna sudah dua kali memukul bangku tanpa berkata apa-apa. Dinna sebenarnya sadar dia diamati oleh Pak Supir, tapi mau bagaimana lagi dirinya sudah sangat kesal. Bisa-bisanya dia tidur dengan lelaki seperti itu. Dinna mengambil handphone di tasnya. "Hallo Yun, lagi di mana?" "Di rumah mbak, ada apa?" "Ambil mobil gue gih di Club biasa, kuncinya ama petugas valet." "Baik mba mau di bawa kemana?" "Bawa ke Rumah gue, gak pake lama." "Oke oke, berangkat sekarang." Assistennya itu sudah sangat kenal dengan tabiat sang artis. Kalau dia minta buru-buru. Gak akan bisa di sanggah. Itu berarti kalau tidak sang artis sedang kesal atau dia sedang dikejar-kejar wartawan. **** Perutnya keroncongan dan kepalanya pusing karena minum banyak. Dia langsung menjatuhkan tubuhnya di atas sofa. "Baru pulang mba?" Sapa Bi Ningsih. Orang kepercayaan sekaligus yang mengurus semua masalah rumah Dinna. "Iya bi, ada makanan gak? Saya laper." "Ada mba, saya buat nasi goreng sama telur mata sapi." "Akhirnya,... makasih bi." Dinna dengan lahap memakan nasi goreng buatan Bi Ningsih, seketika dia ingat tadi pagi ada yang ingin membuatkannya nasi goreng.  Tiba-tiba saja ada dua orang yang masuk membuat lamunannya buyar. Mama dan adik Dinna datang. "Heellooo sayang. Duh coba liat muka kamu kusam banget, kamu gak pulang semalem? habis makan mandi ya, langsung bersihin mukanya." Seru Bu Rena "Dinna baru pulang tadi." Fendi adik laki-laki dan satu-satunya Dinna memang tidak ada basa basinya. Langsung mengambil piring dan nasi goreng yang ada di sampingnya sudah menjadi kebiasaan. Dinna yang melihat hal tersebut kesal. "Plaakk..." dinna memukul kepala Fendi. "Ga salam gak apa, maen ngambil makan aja." Wajah Fendi berubah dari marah, dia langsung memberikan senyumnya. "Hehe Assalamualaikum tante Dinna." "Siapa tante lo?" "Siapa lagi." Mata Fendi menunjuk ke arah Dinna. "Sejak kapan gue jadi tante-tante" teriak Dinna. "Tuh dandanan lo kayak tante-tante." "Sialan ini anak minta di hajar." "Udah-udah, setiap ketemu kalian udah kayak anjing sama kucing, Fendi abisin makannya jangan ngeledek kakaknya terus." ucap Bu Rena seketika membuat suasana menjadi hening. "Ada apa mama kesini?" "Gak ada apa-apa masa mau ngeliat anaknya gak boleh?" "Bohong mama alasan aja tuh" Seru Fendi Dinna menengok ke arah Fendi lalu kembali lagi ke Ibunya. Ibunya memberikan Fendi tatapan sadis. "Ngomong aja mah, mama butuh uang? Yang kemarin habis?" "Hehe tau aja kamu, iya duit kemarin habis buat beli perlengkapan rumah dan jajan adekmu itu.Buat makan juga. Jadi habis deh." "Sebanyak itu?" "Iya." Dinna menghela napasnya. "Nih udah Dinna transfer" Dinna mentransfer 50 juta untuk ibunya lewat mobile banking miliknya. "Buat Fendi mana?" Adiknya mengulurkan tangan manisnya. "Satu lagi,... nih 2 jt buat sebulan ditabung." "Yah, pelit banget sih lo kak." "Jangan cerewet, anak kecil ga boleh megang duit banyak-banyak." Fendi memancungkan mulutnya. Semenjak keluarganya bangkrut terutama saat ayahnya meninggal, Dinna yang menjadi tulang punggung keluarga. Kebetulan karirnya sebagai seorang artis bisa terus berjalan naik. Banyak sekali perjuangan yang dia lakukan untuk bisa sampai seperti sekarang. Bahkan dinna melepaskan keinginannya untuk kuliah agar bisa membiayai keluarganya. Terlebih lagi ibunya yang sangat suka judi, dan makin sering sekarang ini semenjak keuangan mereka membaik. Dinna tau uang yang dia berikan pada ibunya hanya akan dipakai untuk judi tapi tetap saja dia berikan, bagaimanapun dia tetap ibunya. Dan selama Dinna mampu mungkin dia tidak akan keberatan. **** Tumpukan pakaian kotor yang sudah terendam air berjejer di halaman belakang kontrakan Yono. Hari ini dia hanya akan beberes rumahnya dan besok dia akan coba keliling untuk mencari pekerjaan baru. "Yono." teriak seseorang dari luar rumahnya. "Opo toh Mad?" "Kampung sebelah ngajak tanding, mereka nantang kita." "Wah, ojo takut Mad. Ayok sek tak ganti baju dulu." Dari dulu hobi Yono memang futsal, dia senang sekali bola. Apalagi kalau sudah piala dunia atau tim kesayangannya real madrid main. Bisa gak tidur dia semalaman.  Permainan berlangsung dan tim Yono kalah tipis 3-2. "Sayang kita kalah." "Iyo e Mad, haduh padahal sudah dikit lagi tadi." "Wis ngopi dulu sini." ajak Ahmad, di warung Bu Surti biasanya Ahmad dan Yono nongkrong dengan segelas kopi dan rokok. "Eh Mad, situ punya kerjaan buat saya ndak? Apa aja saya mau asal halal." "Loh emangnya kamu sudah gak kerja?" "Saya di pecat kemaren, rencananya besok saya mau cari kerja lagi." "Waduh, lagi gak ada lowongan di tempat saya. Nanti coba saya tanya kalau ada saya kasih tau." "Makasih Mad." Yono merenung sambil menghabiskan batang rokoknya. Dia memang bukan perokok berat tapi kalau sudah nongkrong dia tidak bisa menolak.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN