--Happy Reading--
Aleandra berjalan menyusuri bibir pantai dengan derai air mata yang enggan berhenti. Tubuhnya bagaikan disayat-sayat sebilah pisau yang tajam hingga tidak berbentuk lagi. Hancur berkeping-keping, remuk padam tak bersisa.
Kehilangan kesucian yang dia alami, layaknya cambuk yang menghujam dan menghantam jiwanya. Tanpa orang tua, tanpa keluarga, tanpa saudara dan tanpa kekasih.
Dunia Aleandra seketika runtuh atas apa yang telah menimpanya. Akal sehatnya masih untung bisa berpikir jernih, untuk kabur dari jerat pria berhati kejam. Dia pun tidak mengira, madam Susan yang dia pikir orang baik memberikan pekerjaan untuknya, ternyata telah menjebaknya untuk dijual kepada pria berhati dingin.
Bruk!
Aleandra menjatuhkan dirinya dengan duduk bersimpuh di hamparan pasir pantai yang terbentang luas. Sapuan ombak di pagi itu begitu kencang menerpa tubuhnya.
Byur!
Air ombak membasahi tubuh Aleandra yang bergetar hebat, di tengah isak tangisnya.
“AAARRGH…. DASAR PRIA BAJIINGAN!”
“DASAR PRIA IBLIS DAN KEJAM!”
“AKU MEMBENCIMU, PRIA JAHAT!”
Umpatan dan makian untuk pria yang telah merampas kehormatannya, Aleandra pun berteriak frustasi dengan sangat keras. Namun, suara itu seakan tertelan oleh deru ombak dan angin yang cukup kencang.
“Ya Tuhan… kepada siapa lagi aku harus percaya? Pamanku yang baik pun, lebih memilih istrinya yang jahat. Sepupu kembarku yang baik juga, lebih memilih Ibu dan saudara kembarnya yang kejam. Teman-temanku yang baik pun, meninggalkan aku. Karena, aku hanya seorang anak yang tidak punya orang tua dan hanya menumpang hidup dengan Paman dan Bibiku. Lalu, setelah aku bertemu dengan Madam Susan yang telah menolongku. Aku pikir dia pun orang baik yang datang sebagai peri yang baik. Namun, nyatanya dia hanyalah wanita jahat yang tega menjualku.”
Isak tangis tiada hentinya mengiringi keluapan emosi yang baru saja dia lepaskan dari dalam dadanya yang terasa sesak.
Tidak perduli dengan suasana di pantai itu, apakah ramai atau pun sepi. Aleandra merasakan himpitan yang begitu sesak di dalam rongga dadanya berangsur-angsur hilang.
“Aku bukan gadis lemah, aku adalah gadis yang kuat. Jangan lembek dan cengeng, aku harus bisa buktikan kepada semua orang kalau aku gadis yang tangguh dan bisa hidup tanpa Paman dan Bibi,” gumam Aleandra lirih, saat tubuhnya semakin lemah dan kedinginan.
Aleandra yang belum mengisi perutnya dari semalam hingga siang menyambut, membuat kondisi tubuhnya semakin lemah dan tidak bertenaga. Dinginnya air laut yang menerpa tubuhnya tiada henti, membuat Aleandra pun menggigil dan gemetar.
Blug!
Tubuh Aleandra pun akhirnya tumbang dan tidak sadarkan diri di bibir pantai yang diterpa ombak yang saling bersahutan.
***
Seorang wanita paruh baya sedang berjalan begitu cepat menghindari kejaran seorang pria muda yang sepertinya ingin meminta maaf atas sebuah kesalahan yang fatal.
Pria muda berwajah tampan, alis tebal, hidung mancung, rambut pirang, mata biru, rahang tegas, leher jenjang, bahu kekar, d**a tegap, perut sixpack, kaki panjang dan tubuh menjulang tinggi bak seorang model disebuah majalah, bernama Erix Angelo.
Wanita paruh baya ini sedang marah terhadap putra satu-satunya tersebut. Meski setiap permintaannya selalu dituruti, seperti berlibur, menginap di hotel mewah, jalan-jalan, menonton film atau pun shoping setiap minggu. Namun, dia masih saja kesal dengan satu permintaannya yang tidak pernah dikabulkan oleh sang putra, yaitu permintaan sang putra untuk segera menikah.
Berbagai alasan yang dibuat oleh Erix untuk meyakinkan sang mami, jika dirinya belum siap untuk menikah dalam waktu dekat ini. Namun, sang mami sepertinya sudah tidak percaya lagi dengan alasan yang dikatakan oleh sang putra kali ini.
“Mami… dengarkan aku dulu, Mih. Please!” ucap pria muda itu yang terus memohon, setelah berhasil menahan lengan wanita paruh baya tersebut.
“Sudahlah, Mami sudah bosan mendengarkan alasanmu.”
“T-tapi, kali ini aku benar-benar tidak berbohong, Mih!” jujur pria muda itu.
“Cukup! Mami su….“ ucap wanita paruh baya itu terhenti saat netranya melihat tubuh Aleandra yang sedang tidak sadarkan diri di bibir pantai.
Erix Angelo pun mengikuti arah pandang kedua mata sang mami yang terlihat panik sambil bertanya. “Ada apa, Mih?”
“Lihat itu…. Ada gadis yang sedang pingsan di sana!”
Wanita paruh baya itu pun bergegas untuk menghampiri Aleandra dan diikuti oleh sang putra, Erix Angelo.
Setelah meneliti aliran darah, napas dan suhu tubuh Aleandra, wanita paruh baya itu pun meminta sang putra untuk segera membawanya ke tempat penginapan mereka.
“Bawa gadis cantik ini, Erix. Sepertinya, gadis ini hanya pingsan saja.”
“Baik, Mih!” ucap Erix patuh.
Mereka pun membawa Aleandra ke tempat penginapan mereka selama beberapa hari ini. Ya, kali ini mereka sedang menghabiskan liburan di akhir pekan di pantai yang indah di pinggiran kota Boston.
***
Di Rumah Bordil madam Susan.
Almaher tercengang dengan informasi yang baru saja dia dengar dari mulut madam Susan. Nama gadis itu begitu familiar di indra pendengarannya. Namun, dia lupa dengan raut wajahnya.
“Apa nama kepanjangan gadis itu, Madam?” tanya Almaher ingin memastikan jika nama gadis itu memang nama gadis kecil yang telah menolongnya dulu.
“Kalau tidak salah, nama lengkap gadis itu Aleandra Nicholas, Tuan.”
“Haah… Aleandra Nicholas!” kejut Maher mengulang nama itu.
“Ya, sepertinya itu namanya.” Madam Susan menyimpan tanda tanya besar. “Kenapa Anda begitu terkejut, Tuan?”
Maher menggelengkan kepalanya tidak percaya, jika gadis polos nan lugu yang semalam telah menyelamatkan dirinya dari siksaan obat perangsang sialan dari mantan kekasihnya itu adalah gadis yang memiliki nama yang sama dengan gadis kecil yang telah menolongnya dulu dari sengatan lebah yang mematikan.
Madam Susan mengernyitkan dahinya heran, saat melihat gelengan kepala Maher yang meragukan. Begitu juga dengan Roy, kaki tangannya Almaher. Nampak heran dengan sikap dan tingkah sang majikan.
“Kamu mengenal gadis itu, Bos?” tanya Roy ikut berkomentar.
“Sepertinya begitu, Roy!”
“Benarkah?” tanya Roy seakan tidak percaya. Pasalnya, selama sepuluh tahun terakhir mengenal majikannya tersebut, belum pernah sekalipun melihat wajah gadis yang dia bawa semalam ke hotel tempat Maher menginap.
“Namanya sama, tapi wajahnya aku tidak mengingatnya,” sloroh Maher masih menerawang jauh.
Bagaimana mau ingat wajahnya, gadis kecil berusia sekitaran tujuh tahunan itu sudah pasti banyak berubah, mengingat sudah hampir sebelas tahun dia tidak melihatnya lagi.
“Mungkin itu hanya kebetulan saja, Bos.”
“Heem… mungkin!” gumam Maher tidak mau memaksa otaknya berpikir keras.
Madam Susan yang menyimak obrolan Maher dan Roy pun penasaran dengan keberadaan gadis peliharaannya itu.“Terus, sekarang ke mana perginya, Aleandra? Dia gadis baru yang akan menghasilkan pundi-pundi Dolar untukku. Kalian harus bertanggung jawab.”
“Shitte! Kami sudah membayarmu, Madam Susan!” tegas Roy terlihat kesal dengan suara lantang.
Raut wajah madam Susan nampak tidak bersahabat, langganan kelas kakapnya yang berbicara tidak sopan dengan suara yang lantang.
“Bayaran itu hanya untuk semalam saja, Tuan. Aleandra hilang atau kabur, kalianlah yang harus bertanggung jawab.”
Roy semakin tersulut emosi dengan nada bicara madam Susan yang seakan berani melawannya.
“Apa yang kamu katakan, hah? Bertanggung jawab? Jangan gila kamu, Madam Susan!” emosi Roy meledak-ledak.
“CUKUP!” bentak Maher begitu pusing dengan adu mulut Roy dan madam Susan.
Keduanya pun terdiam sesaat setelah Almaher berteriak dengan nada membentak.
Almaher mengambil napas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya dengan perlahan-lahan, sesaat pikirannya yang sedang kacau memikirkan flashdisk miliknya dan gadis kecil yang memiliki nama yang sama dengan gadis bayarannya semalam, akhirnya bisa sedikit lebih tenang.
“Di mana pertama kali Anda menemukan gadis yang bernama Aleandra Nicholas itu, Madam Susan?” tanya Almaher setelah beberapa saat hening.
“Di jalan, Tuan! Saat itu saya tidak sengaja melihat Aleandra sedang berjalan kaki tanpa arah tujuan. Saya yang sedang mencari mangsa baru malam itu, mencoba mengajaknya untuk bekerja. Dia pun sangat senang dan langsung mau ikut dengan saya,” ungkap madam Susan jujur.
Maher dan Roy nampak mendengarkan penuturan madam Susan dengan baik.
“Anda tahu dia berasal dari mana? Anak dari keluarga siapa? Satu lagi, apakah dia berasal dari sebuah desa di pinggiran kota Boston?” tanya Maher dengan menebak jika gadis itu sama dengan gadis kecil yang pernah dia temui sebelas tahun yang lalu.
Madam Susan membulatkan matanya dengan sempurna. Pertanyaan Almaher mengarah dengan tepat mengenai gadis desa, polos nan lugu yang dia temui kemarin malam.
Melihat reaksi madam Susan, Maher nampak curiga ada sesuatu yang madam Susan ketahui.
“Kenapa, Madam? Apakah Anda tahu jawabannya?”
Glek!
Madam Susan tercekat atas pertanyaan Almaher, dia pun tidak bisa berkata bohong atas apa yang dia ketahui. Namun, ucapannya itu seakan tertahan di tenggorokan.
Brawk!
“JAWAB!” bentak Maher sekali lagi, kali ini dengan menggebrak meja yang ada di hadapannya.
Kedua mata Maher seakan menghunus tajam dengan wajah terlihat dingin dan menakutkan.
Sontak saja madam Susan bergidik ngeri dan ketakutan atas apa yang Maher lakukan.
“I-iya, Tuan! Aleandra berasal dari desa di pinggiran kota Boston. Tapi, kedua orang tuanya telah meninggal dan dia tinggal dengan Paman dan Bibinya selama ini.”
“Kalau begitu, di mana alamat rumah Paman dan Bibi Aleandra? Mungkin saja dia kembali ke sana.”
“Ya, kamu benar, Bos!” timpal Roy.
Madam Susan pun membuka laci yang terdapat di bawah kolong meja yang ada di hadapannya. Kemudian, mengeluarkan sebuah map berwarna biru dan diserahkan kepada Maher dan Roy.
“Ini, Tuan! Semua biodata Aleandra ada di situ,” ujar madam Susan.
“Terima kasih!” ucap Maher setelah menerima map biru dari tangan madam Susan.
Deg!
Jantung Maher tersentak kaget, saat membaca dengan teliti berkas yang ada di tangannya tersebut. Mendapati kenyataan nama orang tua kandung dari Aleandra Nicholas adalah nama yang dia kenal sebagai nama rekan bisnis kedua orang tuanya dulu.
“Om Christian Nicholas dan Tante Cellina Margaret…. " gumam Maher setelah membaca nama kedua orang tua Aleandra.
--To be Continue--