Intana tampak berkaca melihat Samsul yang berdiri mematung di hadapannya. Lelaki itu adalah satu dari sekian lelaki yang pernah singgah di hatinya dulu. Dengan Samsul ia merasakan cinta sejati yang sesungguhnya. Tapi sayang kedua orang tuanya telah menjodohkannya dengan lelaki pilihan mereka. Sejak saat itulah. Dengan terpaksa Intana meninggalkan Samsul begitu saja tanpa memberinya pesan dan berita.
Dan itu kesalahan terbesar dalam hidupnya.
Menyesal dulu ia melepaskan Samsul yang kala itu Samsul masih pengangguran.
Itulah mengapa ia memutuskan untuk meninggalkan Samsul dan menikah dengan Toro, yang kini telah menjadi suaminya.
Tapi perkawinan mereka tidak bahagia. Toro ternyata bukan lelaki baik yang dulu ia kenal lewat perjodohan. Lelaki itu seorang penjudi dan sering mabuk jika pulang kerja.
Meski Toro pemabuk. Tapi dia adalah pengusaha kaya raya berlimpah harta.
Tapi harta bukan lah jaminan seseorang bahagia. Intana sangat tertekan hidup bersama Toro. Yang selalu memberinya materi yang berlimpah tanpa memberinya kasih sayang selayaknya seorang suami pada umumnya yang setia dan selalu ada di kala hati gundah.
Kini dihadapannya berdiri lelaki yang telah ia sakiti dulu. Rasa bersalah sekian tahun menghantui hati Intana setiap mengenangnya.
"Sedang apa kamu berada disini ... " ucap Samsul. Suaranya pelan nyaris tak terdengar.
"Aku, aku sedang mencari alamat," balas Intana beralasan dengan wajah tertunduk.
"Alamat? Alamat siapa? Saya sibuk tak ada waktu!" ketus Samsul sambil berjalan tergesa- gesa melanjutkan kembali perjalanannya.
"Tunggu!"
Teriakan Intana menghentikan langkahnya. Samsul terdiam. Tak terasa air mata menitik di kedua sudut matanya. Jantungnya seakan terhenti. Keringat dingin membasahi dahinya, kedua tangannya mengepal kuat. Melihat wajah Intana. Masa lalu yang pahit dulu seakan mengguncang kembali kenangan yang mengoyak batin Samsul kala itu.
Wanita itu telah sangat menyakitinya. Ia pergi begitu saja meninggalkannya tanpa pesan. Saat itu Samsul putus asa dan hancur.
Ketika cinta tengah bersemi. Tiba- tiba wanita itu menghilang bagai di telan bumi. Sedang saat itu Samsul begitu mengharapkan cintanya.
Kini masa lalu itu kembali. Dan Samsul tak menduga bisa bertemu lagi dengan sosok yang menghancurkan hidupnya dulu. Bara api yang dulu telah padam. Kini bara itu kembali datang dan siap menghanguskan hatinya yang sudah tenang berumah tangga dengan Mila.
"Beb... maafkan saya ... hiks ... " Kata Beb yang selalu ia katakan saat bersama Samsul dulu. Membuat jantung Samsul semakin tak karuan.
"Jangan panggil aku Beb! Aku bukan siapa- siapa kamu lagi!" tegas Samsul dengan berusaha menahan sesak di d**a. Panggilan itu sangat menyakitkan.
"Maaf. Bisakah kita bicara sebentar saja, maksud aku. Aku hanya ingin mengobrol saja," ucap Intana dengan wajah sedikit pucat.
Samsul terdiam dengan wajah yang sudah terlihat memerah karena kehadiran Intana membuat luka lama seolah berdarah kembali. Sosoknya mampu membuat Samsul untuk sejenak membisu seribu bahasa mendengar ucapan syahdu Intana yang masih seperti dulu. Wanita anggun itu selalu berkata lembut dan syahdu. Memang terdengar nyaman dan menyejukkan. Tapi sikapnya dulu yang telah tega menyakitinya. Membuat Samsul tak bisa melupakan kejadian masa lampau yang telah dilakukan Intana terhadapnya.
"Baiklah kalau kamu tak mau lagi bicara denganku, aku permisi. Maaf aku telah menggangu harimu yang indah!" sentak Intana sambil berlari dengan derai air mata yang sudah basah di pipinya.
Intana berlari menuju tempat dimana ia memarkirkan mobilnya tak jauh dari Gapura itu.
Dengan nafas tersengal. Intana masuk ke dalam mobil. Pipinya sudah banjir air mata. Sakit rasanya menghadapi sikap Samsul yang mengabaikan kehadirannya.
Menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Intana menangis terguguk, sungguh ia sangat merindukan Samsul saat itu. Lewat saudara Samsul. Ia mengetahui alamat Samsul. Tapi sebelum ia memasuki area perumahan yang di huni Samsul. Tanpa di duga ia berpapasan dengan Samsul di tepi jalan.
Tapi nasib baik tak berpihak padanya. Samsul justru acuh terhadapnya seakan ia adalah wanita yang kejam di matanya. Tapi Intana maklumi itu. Lelaki itu sudah sangat terluka dengan pengkhianatan yang ia lakukan dulu.
"Baiklah. Apa yang ingin kamu bicarakan, tapi aku gak bisa lama- lama. Istriku sebentar lagi datang."
Intana langsung terperanjat kaget setengah mati. Tiba- tiba Samsul sudah berdiri di luar mobil nya.
"Eh, oh, aku hanya ingin ... lebih baik kita bicara di mobil ku saja," ucap Intana tergagap sambil membuka pintu mobil.
Tanpa rasa ragu Samsul kemudian masuk ke dalam mobil Intana dan duduk di kursi belakang.
Keduanya saling melempar tatapan. Saat dua mata bertemu. Hati Samsul dan Intana sama- sama bergetar.
Menghela nafas panjang. Intana pun akhirnya mengatakan sesuatu yang sejak dulu ingin ia katakan pada sosok yang kini berada di dekatnya.
"Aku ... aku hanya ingin meminta maaf ... " ucapnya dengan wajah yang tak dapat digambarkan. Samsul masih sama seperti dulu. Pendiam dan tanpam.
"Jadi kamu datang kesini jauh- jauh hanya ingin meminta maaf, begitu?" sentak Samsul kemudian.
"Iya. Hanya itu yang ingin aku katakan, maafkan aku atas segala yang telah aku perbuat dulu. Aku bahagia mendengar kau sudah bahagia dengan istrimu."
"Aku bahagia dengan istriku. Jadi, aku mohon jangan tampakkan wajahmu lagi di hadapanku! Bukankah kamu juga sudah bahagia dengan lelaki pilihan orang tuamu!"
Kata- kata Samsul mulai sedikit kasar.
"Aku tak bahagia ... " Intana memejamkan kedua matanya saat mengatakannya.
"Kenapa? Bukankah dia orang kaya? Itu kan, yang kamu inginkan, menikah dengan lelaki kaya!"
"Cukup! Kenapa kamu kasar sekali! Tidakkah kamu mengerti perasaanku!" Sama halnya dengan Samsul. Intana mulai emosi dengan perkataan Samsul yang seolah menyindir nasibnya yang malang.
"Aku tak mau berdebat denganmu, kamu bahagia atau tidak! Itu bukan urusanku!" Samsul tak bisa lagi menahan emosinya. Lalu ia keluar dari dalam mobil tapi sebelum itu terjadi. Intana menjalankan mobilnya sekencang mungkin dan hampir saja membuat Samsul terjatuh.
"Kamu sudah gila!" Pekik Samsul.
"Aku memang sudah gila! Mengapa kamu tega berkata kasar padaku!" Jerit Intana dan terus tancap gas tanpa menghiraukan Samsul yang begitu ketakutan.
"Hentikan!"
"Tidak!"
Intana sudah kalap. Entah mengapa, sejak rumah tangganya hancur. Sejak itu pula ia tak sedikitpun melupakan Samsul. Lelaki itu setiap malam hadir dalam mimpinya. Lelaki itu membuat Intana tak berdaya. Meski mengetahui Samsul telah beristri. Tapi Intana tak peduli. Hanya Samsul yang ada di pikirannya setiap saat.
Tepat di jalan yang cukup sepi. Intana menghentikan laju kendaraanya.
Kemudian Intana turun dari mobil dan masuk ke belakang mobil dimana Samsul tengah duduk dengan wajah pucat karena takut.
"Apa yang kamu lakukan?" Samsul berteriak melihat Intana yang tiba- tiba merangkulnya erat.
"Aku sangat mencintaimu! Aku tak bisa melupakan kamu Beb!" Intana begitu bernafsu memeluk tubuh Samsul membuat Samsul terhentak kaget.