Di malam yang penuh ketenangan, sosok berbaju putih dengan rambut panjang yang jatuh menutupi punggung berjalan di tengah hutan belantara. Hiasan yang selalu menghiasi rambutnya kerap bercahaya ketika terkena sinar rembulan yang mengintip melalui celah dedaunan dari pohon-pohon tinggi di tempat itu.
Banyak waktu yang telah terlewati, banyak pula perubahan yang terjadi. Gunung Seorak, di sanalah kini si Gumiho berada. Menyusui kaki gunung di mana ia bertakhta di sana hingga saat ini. Namun, tempat itu menyimpan sejarah berdarah. Di mana pada tahun 1950 hingga 1953, tempat itu dijadikan area pertempuran ketika perang Korea meletus. Selama masa perang, Gumiho membawa seluruh rakyatnya pergi ke Baekdusan untuk berlindung. Dan kini setelah gunung Seorak telah dijarah oleh manudia sepenuhnya, mereka masih tetap tinggal di sana.
Pada tahun ini, gunung Seorak tekah menjadi destinasi wisata Korea Selatan yang tentunya banyak didatangi oleh para manusia. Bahkan tak perlu mendaki satu persatu puncak untuk bisa sampai di sana karena manusia telah membuat kereta gantung untuk para wisatawan. Namun, saat malam hari kereta gantung itu justru dipergunakan sebagai alat transportasi untuk bangsa siluman rubah. Terkadang mereka akan bermain-main di sana.
Langkah Chang Kyun terhenti setelah cukup jauh memasuki hutan belantara. Tatapan teduhnya mengarah ke salah satu pohon yang berada tidak jauh dari tempatnya. Di sana Chang Kyun menemukan seekor bayi rubah yang tampak menggali tanah tepat di bawah pohon itu.
Chang Kyun kemudian membawa langkah tenangnya menghampiri seekor rubah kecil itu. Bukan rubah biasa, karena tidak ada rubah sungguhan di gunung Seorak.
"Apa yang sedang kau lakukan?" tegur Chang Kyun, terdengar ramah.
Rubah kecil dengan bulu merah itu segera mengangkat kepalanya. Kedua telinganya bergerak-gerak, berusaha menemukan dari mana asal suara yang baru saja ia dengarkan.
"Kau mencari seseorang?" tegur Chang Kyun kembali.
Rubah kecil itu langsung menoleh. Netra bulatnya mengerjap, memperhatikan Chang Kyun dari atas ke bawah dan kembali lagi ke atas. Terlihat sangat menggemaskan tapi hal itu tak mampu mencuri tempat di hati Chang Kyun yang dingin. Si Gumiho tetap berwajah dingin dengan tatapan yang teduh.
"Jangan bermain terlalu jauh," ucap Chang Kyun kemudian meninggalkan rubah kecil itu. Melanjutkan perjalanannya.
Seperti yang dikatakan oleh Lim Sae Joon kemarin bahwa ada pertemuan di Daecheongbong dan keberadaan Chang Kyun di sana adalah untuk menghadiri pertemuan itu.
Setelah berjalan tak begitu jauh, langkah Chang Kyun kembali terhenti karena sejak ia berjalan pergi, rubah kecil itu mengikutinya. Dan ketika ia berhenti, rubah kecil itu pun turut berhenti.
Chang Kyun berbalik, menemukan rubah kecil yang sudah terduduk dan memandangnya dengan ekor yang menari-nari di balik punggung.
"Pergilah ke arah lain," tegur Chang Kyun.
Si rubah kecil tak merespon. Namun, terlihat kesedihan dalam sorot mata itu ketika Chang Kyun menyuruhnya untuk pergi.
Chang Kyun kemudian berbalik dan kembali berjalan. Namun, si rubah kecil kembali mengikutinya. Chang Kyun menyadari hal itu. Tapi meski begitu kali ini dia membiarkan rubah kecil itu. Tangan kiri Chang Kyun kemudian terangkat setinggi pinggang dan ketika kepalan tangan itu terbuka, tercipta api rubah biru di atas tangannya yang hanya seukuran bola basbol. Chang Kyun kemudian melepaskan api rubahnya yang kemudian melebur, memisahkan diri mengarah ke langit. Dan beberapa saat kemudian, salju mulai turun di sekitar tempat yang ia datangi.
Udara gunung Seorak malam itu tiba-tiba menjadi lebih dingin dari keadaan normal. Para siluman rubah yang tinggal di sana sejenak menghentikan kegiatan mereka begitu menyadari bahwa Raja mereka telah datang.
Sementara rubah kecil yang berjalan di belakang Chang Kyun sempat berhenti ketika melihat butiran salju turun di sekitarnya. Salah satu kaki depan rubah kecil itu sesekali terangkat untuk memukul butiran salju di sekitarnya. Namun, begitu menyadari bahwa Chang Kyun telah pergi cukup jauh, rubah kecil itu segera berlari dan kembali berjalan di belakang Chang Kyun sembari bermain-main dengan salju yang mengiringi langkah keduanya.
Namun, pada satu kesempatan si rubah kecil yang terlalu menang dan melompat untuk menangkap salju tak sengaja menginjak ujung pakaian Chang Kyun dan membuat langkah si Gumiho langsung terhenti. Sementara itu si rubah kecil yang menyadari kesalahan kecilnya langsung melompat, sedikit menjauhi Chang Kyun.
Chang Kyun menjatuhkan pandangannya, menemukan jejak kaki dari si rubah kecil. Menegaskan bahwa sebelumnya si rubah kecil itu baru saja menggali tanah yang basah. Chang Kyun kemudian berbalik, kembali berhadapan dengan si rubah kecil yang tampak tak memiliki ketakutan terhadap dirinya.
Chang Kyun kemudian bertanya, "siapa namamu?"
Si rubah kecil tak memberikan respon, hanya kedua telinganya yang sesekali bergerak.
"Kau tidak bisa berbicara? Ini adalah perintah, sekarang katakan sesuatu padaku."
Si rubah kecil justru mengahdapkan wajahnya pada tanah. Dan Chang Kyun mulai bertanya-tanya kenapa si rubah kecil tak juga memperlihatkan wujid manusianya ketika ia berbicara dengan bocah itu. Bukan hanya itu, bahkan tak ada satupun pertanyaan Chang Kyun mendapatkan jawaban.
Tak kunjung mendapatkan jawaban, Chang Kyun kemudian menyerah dan kembali melanjutkan perjalanan. Tak lagi mempedulikan si rubah kecil yang masih mengikutinya. Dan ketika sampai di pintu masuk Daecheongbong, kedatangan Chang Kyun disambut oleh Ketua Heo dan juga beberapa anak muda lainnya. Mereka serempak menundukkan kepala begitu sang Raja berdiri di hadapan mereka.
"Kau sudah sampai, Yang Mulia? Terimalah rasa hormat kami."
"Apakah semua sudah ada di sini?"
"Benar, Yang Mulia. Semua orang sudah berkumpul di sini."
Chang Kyun kemudian berjalan melewati orang-orang yang menyambutnya. Dan setelah itu orang-orang itu berjalan di belakang Chang Kyun.
Memasuki istana utama, semua orang yang sudah berada di sana serempak menunduk dalam. Dan dari semua orang yang hadir di sana, hanya Chang Kyun dan Tetua Heo lah yang masih mengenakan pakaian tradisional. Sementara yang lainnya justru berpakaian formal bergaya modern. Kemeja putih dengan setelan jas berwarna hitam, menegaskan bahwa mereka telah mampu beradapatasi dengan perubahan zaman. Meski seperti hal itu tidak berlaku bagi Chang Kyun dan Tetua Heo.
Chang Kyun kemudian duduk di singgasana sedangkan Tetua Heo berdiri tidak begitu jauh dari Chang Kyun. Keduanya kemudian bertemu pandang.
"Kalian bisa memulainya," gumam Chang Kyun.
Tetua Heo sekilas menundukkan kepalanya dan membuka pertemuan hari itu. "Tujuan dari pertemuan kali ini adalah untuk memberitahukan kekhawatiran yang kami rasakan kepada Yang Mulia, mohon dengarkanlah keluhan hati kami, Yang Mulia."
"Kalian bisa mengatakannya." Seperti biasa, Chang Kyun merespon dengan dingin meski ia adalah Raja yang bertanggungjawab terhadap rakyatnya.
Tetua Heo memandang salah seorang pria di dalam barisan. Memberikan anggukan singkat yang kemudian dibalas oleh pria itu.
Pria itu kemudian berbicara. "Yang Mulia, sudah sangat lama sejak manusia menjarah tempat ini. Seperti yang Yang Mulia katakan bahwa kita harus hidup berdampingan dengan manusia. Tapi, Yang Mulia ... akhir-akhir ini manusia menjadi semakin serakah. Mereka sudah mengambil alih seluruh hutan. Dan bahkan mereka telah membunuh saudara-saudara kami secara sengaja—"
"Beberapa dari kalian juga menyerang manusia," Chang Kyun menyela dengan santai dan membuat wajah semua orang terlihat canggung.
Tetua Heo menengahi. "Kau bisa melanjutkan."
Dengan perasaan yang lebih canggung pria itu kembali berbicara. "Bagaimanapun juga, berapa kalipun dipikirkan. Gunung Seorak sudah tidak aman lagi bagi kita, Yang Mulia."
"Kalian ingin pindah ke Baekdusan?"
Sungguh penawaran yang jauh lebih buruk. Mereka tentunya sudah tahu bagaimana keadaan Baekdusan saat ini. Dan itu adalah tempat yang jauh lebih buruk dari gunung Seorak.
"Tidak, Yang Mulia. Bukan begitu—"
"Yang Mulia ..." Tetua Heo menengahi. "Dalam keadaan ini, sangat sulit untuk berbagi wilayah dengan manusia. Mereka terus saja mengusik tempat ini. Kami hanya khawatir akan adanya hal buruk yang terjadi di masa depan jika situasi ini tetap dilanjutkan. Mohon pengertian Yang Mulia."
"Bahkan jika aku memberikan pengertian, tidak akan ada yang berubah tanpa solusi. Jika kita harus berpindah tempat, maka kita harus mengusir penghuni sebelumnya. Tidak ada lagi tempat kosong di kehidupan saat ini. Apakah terlalu sulit untuk bertahan di sini?"
Semua orang bungkam atas ucapan Chang Kyun yang tenang. Namun, tak peduli setenang apapun, apapun yang keluar dari mulut Chang Kyun akan terdengar menakutkan karena sikap dinginnya.
"Aku hanya bertanya, kenapa tidak ada yang menjawab?" tegur Chang Kyun. Tak peduli berapa kalipun dia berusaha bersikap ramah, dia akan tetap terlihat kaku.
"Itu benar, Yang Mulia," ucap salah seorang dibarisan dengan suara yang lantang tanpa keraguan.
Seluruh perhatian segera mengarah pada satu orang itu dan Tetua Heo sempat memberikan peringatan menggunakan bahasa isyarat.
"Kalian ingin pergi dari tempat ini?"
"Kami akan pergi jika Yang Mulia membawa kami pergi dari sini."
"Kalau begitu ayo kita pergi."
Semua orang tertegun tak terkecuali Tetua Heo. Pria tua itu kemudian menegur, "apa maksud Yang Mulia?"
"Kalian ingin pergi dari tempat ini, kenapa kau masih bertanya?"
Tetua Heo bertanya dengan hati-hati. "Tapi, Yang Mulia. Ke manakah kita akan pergi?"
"Seoul ... kita akan pergi ke Seoul."
Semua orang tampak terkejut ...
~ ECLIPSE : IMOOGI'S REVENGE ~
Setelah pertemuan berakhir, Chang Kyun terduduk di puncak Daecheongbong dengan ditemani oleh rembulan yang menggantung di langit dalam wujudnya yang tak sempurna.
Perasaan tenang itu selalu saja memberikan Chang Kyun perasaan lain. Perasaan yang ia bawa dari masa lampau. Daecheongbong, di sana lah dia bertakhta dan hingga kini tempat itu masih berdiri dengan kokoh. Sedangkan istana Gyeongbok, Joseon, di mana Ratu Kim Si Hyeon mendapatkan kehormatan sebagai wanita pertama dari Raja Yi Tae Hyung yang agung, kini hanya tinggal sebuah nama yang tercatat dalam buku sejarah.
Setiap hari Chang Kyun selalu merindukan hari-hari di mana ia harus berbagi waktu antara menjadi Kim Si Hyeon dan Pelajar Konfusius Sungkyunkwan. Hari-hari di mana ia selalu bertengkar dengan Yi Tan. Hari-hari di mana dia selalu memperhatikan Yi Tan. Hari-hari di mana ia melihat Yi Tan di setiap detik yang ia lewati. Dalam kehidupannya yang panjang, Shin Chang Kyun harus kembali menanti dalam rasa sakit.
Memandang rembulan yang bersinar dengan redup, Chang Kyun berujar dalam hati, "hari ini ... lagi-lagi aku ingin melihatmu lagi, Naeuri. Benarkah kau akan datang. Jika memang harus terjadi, tolong datanglah dalam keadaan yang berbeda. Tak perlu menjadi seorang bangsawan, tolong hiduplah dengan bahagia. Aku—"
"Tuan Muda ..."
Suasana tiba-tiba berubah hanya karena suara Eun Kwang yang tiba-tiba terdengar dari arah samping. Chang Kyun memandang ke sumber suara dan menemukan Eun Kwang yang berlari ke arahnya.
"Aigoo! Harus berapa lama untuk bisa sampai di tempat ini?" keluh Eun Kwang begitu berdiri di hadapan Chang Kyun. Eun Kwang kemudian tersenyum lebar dan kembali menegur Chang Kyun. "Kenapa Tuan Muda memandangku seperti itu?"
"Kau datang menggunakan kereta gantung?"
Eun Kwang mengangguk. "Manusia sudah susah payah membuatnya, akan sangat disayangkan jika kita tidak bisa mengapresiasikan usaha mereka."
Chang Kyun memalingkan pandangannya, tak begitu tertarik dengan apa yang dibicarakan oleh Eun Kwang.
"Apakah pertemuannya sudah selesai?"
"Kau melihat rubah kecil di pintu masuk?" Bukannya memberikan jawaban, Chang Kyun justru memberikan pertanyaan balik.
"Ah, benar. Aku melihat anak itu lagi."
Mendengar hal itu, Chang Kyun langsung memandang Eun Kwang. Namun, tak ada perubahan dalam nada bicarakan ketika ia berbicara.
"Siapa anak itu?"
"Eih ... bocah malang itu, aku selalu teringat dengan Tuan Muda saat masih kecil ketika melihat anak itu ..." Eun Kwang terlihat iba. "Beberapa bulan yang lalu kedua orang tuanya tewas di tangan pemburu. Dia tidak lagi memiliki kerabat dan hampir setiap hari berkeliaran di hutan dengan wujud rubahnya. Banyak yang sudah menasehatinya agar dia mengubah wujudnya menjadi manusia, tapi sejak kehilangan kedua orang tuanya, anak itu tidak mau berbicara."
"Siapa nama anak itu?"
"Si Woo. Jika tidak salah nama anak itu adalah Jang Si Woo." Eun Kwang langsung menyadari sesuatu. "Tapi kenapa Tuan Muda tiba-tiba menanyakan hal itu?"
Chang Kyun memalingkan wajahnya dan berucap, "hanya ingin berbicara dengan Paman."
"Eih ... alasan macam itu? Tapi, Tuan Muda ..." nada bicara Eun Kwang melembut. "Bukankah udara malam ini terlalu dingin. Tuan Muda mungkin akan membuat rubah kecil itu menggigil kedinginan malam ini. Tidak bisakah Tuan Muda menjadikannya hangat sedikit saja.
Chang Kyun kembali memandang Eun Kwang dan Eun Kwang langsung tersenyum lebar. Pada kenyataannya apa yang diucapkan oleh Eun Kwang sama sekali tidak benar. Di pintu masuk Daecheongbong, si rubah kecil tampak bermain dengan riang seorang diri. Dan dari tempatnya berada saat ini, si Gumiho mengetahui akan hal itu.
"Jang Si Woo? Nama yang terdengar familiar," batin Chang Kyun.
Chang Kyun sedikit mengangkat tangan kirinya dan mengeluarkan api rubahnya. Tanpa sepengetahuan Eun Kwang, Chang Kyun melemparkan api rubah itu ke bawah. Dan seketika api rubah itu melebur dan jatuh sebagai butiran salju yang hanya turun di sekitar si rubah kecil bermain. Tampak lebih bersemangat, si rubah kecil berlarian ke sana kemari untuk mengejar salju yang berterbangan di sekitarnya. Dan tanpa disadari oleh semua orang, hati dingin si Gumiho berhasil menghangatkan hati si rubah kecil yang tengah terluka.
~ ECLPISE : IMOOGI'S REVENGE ~