bc

MY LORD

book_age12+
5.6K
FOLLOW
40.9K
READ
witch/wizard
king
fairy
mermaid/mermen
drama
siren
werewolves
vampire
demon
highschool
like
intro-logo
Blurb

Hidupku yang rumit semakin rumit saat aku bertemu dengannya. Dengan pria tampan bak Dewa Yunani namun sedikit gila. Pria itu mengaku bahwa dirinya adalah Raja di atas segala Raja! Raja di atas semua klan dan aku adalah Ratunya. Vampire, Werewolf, Demon, Fairy, Wicth,dan Mermaid, itu semua adalah mahluk-mahluk di bawah kuasanya. Dimana mereka semua menginginkan kematianku untuk mengantikannya menjadi penguasa.

Kini mahluk-mahluk gila itu saling berlomba untuk memburuku. Membuat hidupku yang sulit kian menjadi menakutkan. Haruskah aku berlari dan mati di bawah tangan mereka, ataukah aku harus menjadi gila seperti mereka untuk melindungi keluarga kecilku yang batu tercipta.

chap-preview
Free preview
1. Aawal segalanya.
Seorang gadis dengan pakaian lusuh dan ketinggalan zaman. Di tangannya terdapat banyak tas yang terlihat berat untuk ukuran tubuhnya. Sesekali dia mengeluh merasakan beratnya barang-barang yang ia bawa. Namun dengan cepat ia tepis saat suara keras tapi nyaring itu meneriakkan namanya. "Ellina! Apa yang kau lakukan? Kita akan telat jika kau hanya diam di situ!" Lexsi Larissa yang tak lain sepupu Ellina berteriak marah. "Lamban dan i***t!" Ariela Aldercy, anak terpopuler dan terkaya di sekolah ikut mengkritik Ellina. "Sudahlah, yuk masuk ke bus. Sebentar lagi jalan nih." Nerissa Valerie, anak dari pemilik sekolahan itu melerai dan masuk ke dalam bus. Ellina memandang punggung ketiga orang di depannya. Memandang dengan perasaan iri yang mulai merayap ke hatinya. Pakaian mereka sangat cantik dan cocok di tubuh mereka. Sangat berbeda jauh dengan dirinya. Mereka juga cantik dan populer. Selain itu mereka adalah tiga orang sahabat yang suka menyiksa Ellina. Ellina menghembuskan napas kasar. Terkadang ingin rasanya dia melawan semua perintah yang mereka berikan. Namun nyalinya tak cukup kuat mengingat apa yang akan terjadi pada hidupnya jika Ellina melakukan itu. "Tidak, aku tidak boleh menyerah. Jika aku menyerah, aku tak akan punya masa depan." Ellina berbicara pada dirinya sendiri. Dijinjingnya semua barang yang ada di tubuhnya dan berjalan menuju bus yang tak jauh lagi dari tempatnya berdiri. Ellina duduk sendiri di bangku pertama setelah sopir. Tak ada yang mau duduk di sampingnya. Ya, semua orang menjauhinya karena suatu kejadian di masa lalu. Mereka mengatakan bahwa Ellina adalah pembawa s**l. Tentang kejadian di masa lalu, itu adalah kejadian terpahit dalam hidup Ellina. Dimana dia kehilangan kedua orang tuanya dan menjadi yatim piatu. Tinggal sendiri di atap rumah yang dulu menjadi rumahnya. Kini, rumah tersebut menjadi asing baginya. Bukan karena suatu hal yang dia inginkan, melainkan karena keluarga dari ayahnya yang tak lain adalah pamannya memboyong keluarganya tinggal dirumah peninggalan orang tuanya. Mereka menguasai rumah dan seluruh aset harta warisan peninggalan orang tuanya. Mereka mengatakan itu semua untuk menutup semua hutang orang tuanya. Meski Ellina tau bahwa orang tuanya tak pernah terlibat urusan hutang. Kini, dia tengah jadi bahan bullian di kelasnya. Tak hanya itu, untuk biaya tambahan sekolahnya saja Ellina harus bekerja. Ellina hanya mendapatkan separuh dari uang beasiswa yang ia terima. Selebihnya sudah berada di tangan pamannya. Jika Ellina melawan mereka, maka bisa di pastikan Ellina akan hidup layaknya gembel di jalanan. Dan Ellina cukup tau akan hal itu dan memilih untuk diam dan menuruti perkataan mereka. Itu semua untuk masa depannya. Tiba-tiba seseorang menarik rambutnya keras dari belakang. Ellina berusaha menoleh. "Kau tak  mendengar apa yang aku katakan?!" Lexsi menarik rambut panjang Ellina. "Maaf, Si. Aku ketiduran." Ellina berusaha melepaskan rambutnya dari tangan Lexsi. "Siapa yang menyuruhmu tidur! Kau itu harus mengikuti semua yang aku katakan!" Lexsi melepaskan rambut Ellina. "Iya ... maaf, Si." Ellina tertunduk. "Aku butuh kameraku sekarang!" Lexsi menekankan kata-katanya dan memerintah dengan tegas. "Berisik!" Seorang cowok yang terbangun dari tidurnya karna suara gaduh di sekitarnya. "Ahhhh..., Aaric Leighton Blade bangun." Valerie anak dari pemilik sekolahan itu langsung tersenyum manis pada cowok di bangku yang berseberangan dari bangkunya. Sedangkan cowok itu hanya cuek dan memilih diam. Ellina bangun dan berjalan pelan menuju bangku belakang tempat barang-barang itu berada. Dengan hati-hati ia melangkah melewati bangku per bangku dan sampai pada tempat barang-barang itu berada. Diambilnya sebuah kamera digital yang Lexsi minta dan kembali berjalan ke arah depan. "Ini kamera yang kau minta." Ellina menyerahkan kamera di tangannya kepada Lexsi. "Kenapa lama sekali? Lamban!" Lexsi menerima kamera tersebut dan menyerahkan kepada Ariela. Lalu dengan sengaja Lexsi mendorong tubuh Ellina dari samping hingga membuat tubuh Ellina oleng dan terjatuh. Bruk! Ellina jatuh di pangkuan Aaric yang tengah membenarkan rambutnya dan bersamaan dengan itu bus berhenti secara tiba-tiba. Duk! Kening Aaric membentur kening Ellina yang tengah terduduk di pangkuannya. Aaric menatap wajah Ellina dengan tajam. Mengerti dengan keadaan, Ellina langsung bangkit dari pangkuan Aaric saat bus telah benar-benar berhenti. "Maaf, aku tak sengaja." Ellina menunduk dan berdiri sedikit jauh dari Aaric. "Bilang saja kau cari kesempatan untuk dekat dengan cowok terpopuler di sekolah kita. Centil!" Valerie berjalan melewati Ellina dan mendorong tubuh Ellina. "Tak usah sok cantik! Kau hanya anak beasiswa di sekolah!" Ariela berkata dengan dingin. "Sekali lagi kau berulah, akan kupastikan kau tak dapat jatah makan selama 2 hari!" Lexsi ikut berlalu dari hadapan Ellina. Tak lama bus pun sepi. Tinggallah Ellina sendirian di dalam bus. "Ayah, Bunda, kenapa hidupku jadi sesulit ini?! Aku tak tahan lagi." Setetes air mata itu jatuh. "Ellina...!" Lagi-lagi Lexsi berteriak kencang. Ellina menghapus air matanya cepat lalu turun dari bus dan menghampiri Lexsi dan para sahabatnya. Tak lupa tas-tas mereka yang sudah pasti jadi tanggung jawabnya. "Kenapa lama kau sekali! Kami bisa berakar karena menunggumu disini!" Lexsi langsung ngomel saat Ellina sudah sampai di depannya. "Maaf, aku harus mencari tasmu dulu, Si." Ellina mencoba menjelaskan. "Sudahlah, berisik." Valerie menutup telinganya dan berjalan kedepan. Lexsi dan Ariela pun juga sama. Ellina mengikuti mereka dari belakang. Sebuah hutan yang sangat rindang dan terawat. Semua siswa dari kelas XI IPA itu berkumpul. Didepan, guru pembimbing sedang menjelaskan. "Kalian boleh menikmati suasana alam di sini tapi jangan jauh-jauh. Jika tersesat akan susah ditemukan. Usahakan membuat kelompok jika ingin pergi melihat atau masuk sedikit kedalam hutan. Baiklah, nikmati waktu kalian dan berkumpul kembali di sini setelah jam dua siang." Guru pembimbing menutup pembicaraannya dan semua murid mulai berpencar. Ellina mengikuti Lexsi, Ariela, Valerie dan murid lainnya yang mulai masuk ke dalam hutan. Sebuah gereja yang sangat tua dan tak terurus. Tampak sangat mengerikan meski di siang hari. Semua murid mulai masuk kedalam gereja tua dan mulai melihat-lihat. Ellina pun melakukan hal yang sama. "Hei, coba lihat. Ada patung disini." Seorang siswa berteriak pada temannya yang lain. Murid-murid yang mendengar pun langsung mendekat untuk melihat. Sebuah patung monster yang sangat mengerikan. Sudah mulai berlumut dan terdapat banyak tumbuhan yang menjuntai menutupi sebagian patung tersebut. Dibelakang patung tersebut, ada sebuah patung pria yang sangat tampan dengan kedua sayapnya yang masih bersih meski terlihat sedikit kusam. Patung-patung tersebut terletak tak jauh dari sebuah pohon yang sangat rindang di dalam gereja. Semua mata menatap takjub pada patung tersebut. Setelahnya mata-mata itu menatap kearah Ellina yang masih mematung sedikit takut. Menyadari bahwa semua mata menatapnya, Ellina sedikit mundur. "Tunggu apa lagi? Bersihkan!" Lexsi menyuruh Ellina dengan tegas. Semua mata menatap setuju pada kata-kata Lexsi. Mereka semua menunggu Ellina mendekati patung tersebut. Ellina melangkah dengan pelan, matanya menatap mata patung tersebut. "Cepat. Kami mau melihat patung tersebut." Valerie bekacak pinggang dan terlihat sedikit bosan. Ellina mendekati patung tersebut. Dilihatnya lagi dengan seksama. Patung monster dengan mata hijau yang terlihat hidup. Sayap coklat yang terlihat kokoh dan penuh duri. s*****a pedang di kedua tangannya yang terlihat menyala (seperti mulmed di atas ya). Di lihatnya lagi patung yang sedikit terletak di belakangnya. Sayap putih yang sangat indah berpadu dengan wajah yang rupawan dengan tongkat di tangan kanannya. Tangan Ellina terulur pada patung putih tersebut. Namun terhenti saat Ariela berkata dingin. "Kami menyuruhmu untuk membersihkan patung yang sebelahnya, bukan patung yang itu. Patung monster yang terlihat mengerikan." Ariela menunjuk patung di sebelah Ellina. Ellina berbalik dan menatap patung di depannya. Mata patung tersebut terlihat sangat hidup dan seakan mengikuti arah dari semua tingkah murid disini. Tangan Ellina mulai terulur dan membersihkan rumput yang bergantungan dan menariknya kuat. Lima belas menit berlalu dan akhirnya patung tersebut benar-benar bersih. Ellina menyeka keringat yang mengalir di dahinya dan duduk di bawah patung tersebut. Sedangkan murid lainnya asik berfoto dengan patung putih dan terlihat sangat gembira. Tak ada yang ingin berfoto bersama dengan patung yang Ellina bersihkan. "Kau! Berdiri dan peluk patung monster yang kau bersihkan." Valerie tersenyum dengan ide gilanya. Semua murid terdiam mendengar kata-kata Valerie. Mereka menunggu dengan tersenyum mengejek kepada Ellina. Tak hanya itu, kamera telah siap di tangan mereka. "Tapi," Ellina bangun dan mencoba bicara. "Jangan banyak alasan jika kau masih ingin sekolah di sekolahan milik keluargaku!" Valerie menyela perkataan Ellina. Dengan ragu-ragu Ellina kembali berdiri di samping patung tersebut. Dengan sedikit takut Ellina menyandarkan tubuhnya pada patung tersebut. "Hahaha...," Semua murid tertawa dan memfoto Ellina. "Peluk patung itu." Kini Ariela memberi saran dengan senyum sinis di bibirnya. Ellina melakukan hal yang Ariela suruh. Tangannya mencoba memeluk patung di sampingnya. Di tatapnya mata patung tersebut. Ada rasa takut yang sangat mencekam di hati Ellina. Namun Ellina tetap memeluk patung tersebut. "Gimana kalau kita suruh  Ellina mencium patung tersebut?" Sebuah ide gila yang di lontarkan salah satu murid laki-laki. "Aku setuju." Aaric yang dari tadi hanya diam, kini ikut mengeluarkan pendapat. "Ide bagus." Lexsi ikut tersenyum sinis. "Tunggu apa lagi? Lakukan hal yang kita mau!" Valerie ikut menimpali. "Ta-tapi patung ini sangat tinggi." Ellina mencoba menjelaskan dan mencari alasan. "Itu mudah," Ariela tersenyum licik dan menyuruh beberapa murid laki-laki untuk menjadi tangga bagi Ellina. Ellina menaiki punggung mereka dan sampai pada pundak patung tersebut. Ellina mencoba duduk dengan kedua kakinya dan tangannya memegang tanduk patung tersebut. Di dekatkan wajahnya dan mencium patung di sebelahnya. "Bagus. Tahan sebentar, kami masih belum siap mengambil fotomu." Aaric berkata dengan fokus pada kameranya. Ellina masih mencium pipi patung itu lama. Tanpa mereka sadari, patung tersebut mulai sedikit bergerak namun Ellina menyadarinya. Ellina langsung melepaskan ciumannya dan berpegang kuat pada tanduk patung tersebut. Keringat dingin mulai keluar bersamaan rasa takut yang kian menyergap Ellina. "Apa yang kamu lakukan, bodoh!" Lexsi membentak Ellina. "Tapi, Si ... patung ini tadi sedikit bergerak." Ellina berbicara dengan takut. "Hahaha, bilang saja kau takut dan ingin turun." Valerie tertawa geli. "Alasan yang tak masuk akal!" Ariela ikut menimpali. Kretek, Sebuah dahan pohon yang berada diatas patung tersebut tiba-tiba patah. Semua murid menyadari bahaya dan mulai mundur dan menjauh. Sedangkan Ellina tahu bahaya akan menghampirinya. Dengan sigap tangan Ellina berpegangan pada tanduk patung itu dan tangan yang satunya memegang tanduk yang lain. Dahan pohon tersebut turun dan menghantam salah satu sayap patung tersebut. Ellina masih menggantung di depan patung tersebut dengan kedua tangan yang masih berpegang pada tanduk-tanduk di kepala patung di depannya. Ellina sedikit meringis merasakan sakit di kepalanya karena terbentur sedikit dahan yang cukup membuatnya pusing. Darah mulai keluar dari keningnya dengan deras. Ellina menatap kebawah. Tak ada lagi orang dibawah sana. Semua sudah lari keluar saat dahan pohon tersebut patah. "Tolong ... tolong aku. Aku takut." Ellina mencoba berteriak namun hasilnya nihil. Tangannya mulai sedikit lemah. Hingga membuat Ellina harus menyandarkan keningnya pada kening patung didepannya. Darah Ellina mulai mengalir di patung tersebut dan berhenti di mulut patung itu. Ya, patung itu menyerap darah Ellina, namun Ellina tak menyadarinya. Rasa penat dan takut datang secara bersamaan hingga membuat Ellina menangis. "Ayah ... Bunda ... Ellina takut. Sangat takut," Ellina bergumam pelan. Perlahan pertahanannya sedikit kendor hingga membuatnya merosot ke bawah. Bibir Ellina menempel pada bibir patung tersebut. Darah juga tak berhenti mengalir dari keningnya. Perlahan Ellina kian lemah dan dengan pelan tangannya terlepas. Matanya tertutup karena gelap telah menyongsongnya. Ellina jatuh...!

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

HOT AND DANGEROUS BILLIONAIRE

read
569.1K
bc

Penjara Hati Sang CEO

read
7.1M
bc

Mrs. Rivera

read
45.2K
bc

Hello Wife

read
1.4M
bc

The Alpha's Mate 21+

read
145.9K
bc

Beautiful Madness (Indonesia)

read
221.0K
bc

LEO'S EX-SECRETARY

read
121.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook