bc

Swan Princess

book_age18+
1.0K
FOLLOW
10.4K
READ
love-triangle
possessive
independent
prince
princess
drama
tragedy
bxg
city
first love
like
intro-logo
Blurb

WARNING 18+

TIDAK DISARANKAN UNTUK PEMBACA DI BAWAH UMUR

BIJAKLAH DALAM MEMILIH BACAAN

Dulu, Shween selalu menertawakan sepupunya yang jatuh cinta pada kekasihnya di dunia maya.

Lalu, bagaimana kalau seandainya Shween juga mengalaminya? Masihkah perempuan itu tertawa apabila kisah cintanya ternyata lebih pelik dari kisah cinta sang sepupu?

Bagaimana juga dengan Dav? Di antara Shween dan Citra, siapa yang akan dipilihnya?

Cover original by Me

Gambar

https://pixabay.com/photos/swan-nature-fog-water-animal-lake-3161142/

Font by PicsArt

chap-preview
Free preview
Bab 1
Kita putus! Gue nggak suka cewek kaku kayak lu! Shween mengernyit membaca pesan chat itu. Dasar cowok pedenya selangit, kalo mau putus ya putus aja. I don't even care! Ponsel berlogo apel tergigit itu melayang ke tengah tempat tidur. Sementara sang pemilik melenggang keluar kamar. Dorm masih sepi. Sakura dan Sarah belum pulang. Mungkin beberapa menit atau beberapa jam lagi baru mereka akan pulang. Kedua teman satu kamarnya itu memiliki jadwal kuliah yang lumayan padat hari ini. Meninggalkannya yang tak memiliki jadwal apa pun dalam dua hari ke depan sendirian. Bingung harus ke mana, perempuan berusia dua puluh tahun itu berbalik kembali ke dalam kamar. Mengurungkan niat untuk berpanas-panas ria di luar. Shween mengembuskan napas lelah. Membanting tubuh ke atas tempat tidur yang hanya muat untuk satu orang, perempuan berdarah India-Indonesia itu mengambil ponsel yang tertindih tubuhnya. Bunyi dan getar benda persegi panjang tipis itu sangat mengganggu. Ingin dia mengaktifkan silent mode agar tak lagi berisik, tapi takut kalau ada yang penting. Tak diaktifkan, ya seperti ini. Ponsel cantiknya selalu berbunyi dan bergetar setiap saat menandakan ada pesan chat f******k messenger yang masuk, dan pelakunya siapa lagi jika bukan dia. Pemuda menyebalkan dan sok kegantengan yang bernama Dav Raymond. Sayang, kamu lagi ngapain? Kangen Shween memutar bola mata setelah membaca chat unfaedah itu. Menggeliat jijik melihat banyaknya emoticon alay yang menyertai kata-kata rindu yang dianggapnya angin lalu. Terlalu malas untuk menanggapi Dav saat ini. Toh nanti juga Dav akan kembali mengasarinya kalau dia tidak menghiraukan chat pemuda itu. Dav Raymond, pemuda yang Shween tidak tahu real or fake. Mereka saling mengenal hanya di dunia maya, yang kebanyakan penggunanya menggunakan foto orang lain alias fake, dan dia tidak tahu apakah Dav menggunakan fotonya sendiri atau meminjam foto orang lain, sama sepertinya. Yeah, dia memang tidak menggunakan fotonya, tapi foto gadis India yang didapatnya di google. Meskipun begitu bukan berarti dia fake. Sayang, kenapa nggak balas? Ya udah, kita putus aja. Gue capek punya cewek nggak perhatian macam lu! Bye! Jangan hubungi gue lagi. Gue blok akun lu! Benar, 'kan, apa yang dipikirkannya tadi? Baru juga beberapa menit dia mengabaikan pesan pemuda itu, Dav sudah kembali kasar padanya. Shween cekikikan. Ini yang membuatnya suka berhubungan dengan Dav. Emosi pemuda dua puluh dua tahun yang katanya kuliah di Singapura itu labil, cepat berubah seperti anak kecil. Sungguh, berpacaran dengan Dav adalah sebuah hiburan yang lumayan menyenangkan di saat kejenuhan dan penat karena tugas kuliah menumpuk. *** Satu tahun kemudian Sinar matahari menerobos melalui satu-satunya jendela di kamar dengan tiga ranjang itu. Namun, tubuh seorang perempuan yang meringkuk di salah satu ranjang tetap tak bergeming. Perempuan itu malah menarik selimut untuk menutupi kepalanya. "Wake up, bish!" seru seorang perempuan penghuni kamar lainnya sambil mengguncang tubuh tertutup selimut. Tangannya berusaha membuka selimut yang menutupi seluruh tubuh temannya. "Today is our graduation day!" Dia masih berseru, gemas dengan temannya yang sangat sulit untuk dibangunkan. Seandainya saja mereka tidak berjanji untuk mempersiapkan diri bersama, tak akan dia mau membangunkannya. Tubuh tertutup selimut mulai bergerak. Menggeliat malas membuka selimut sebatas d**a. Sepasang mata berbulu mata lentik terbuka, menampilkan manik cokelat terang yang masih terlihat mengantuk. Mata indah itu mengerjap, berusaha menyesuaikan dengan cahaya pagi. "What did you said?" Pertanyaan itu terlontar dari mulut si pemilik mata indah. Nyawanya yang lasih belum terkumpul sepenuhnya membuatnya tidak dapat menangkap dengan jelas kata-kata temannya. "Today is our graduation day, bish!" Perempuan lain itu mengulang perkataannya sambil berkacak pinggang. Wajah cantiknya menekuk kesal. "Don't tell me that you forget it!" Dia menatap sahabatnya dengan mata menyipit penuh ancaman. Perempuan pemilik mata indah menepuk dahi. Dia memang lupa jika hari ini adalah hari kelulusan kuliahnya. Sebab terlalu gugup dan senang membuatnya hampir tidak mengingat salah satu hari yang penting dalam hidupnya. "Oh my gosh, Shreen!" pekik Sakura kencang. Urat-urat lehernya terlihat menonjol saat dia memekik. "So, you really forget it! Unbelieveable!" "What time is it now?" Sakura memalingkan muka ke arah kanan di mana jam dinding tergantung manis di dinding bagian kanan kamar mereka. Dia malas menjawab pertanyaan tak berfaedah itu, dan lebih memilih untuk menunjukkan saja pada temannya. Azalea Shreen langsung bangun. Duduk sambil mengumpulkan nyawa. Perempuan cantik itu mengucek mata, lalu mengedarkan pandangan ke dinding di mana jam dinding bertengger manis, mengikuti pandangan Sakura. Mata indahnya melebar. Dia harus segera bangun dan bersiap-siap atau akan terlambat. Graduasi mereka akan dimulai beberapa jam lagi. Segera Shween menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar mereka. Beruntungnya dia karena kamar mereka memiliki kamar mandi sendiri. Jadi, dia tak perlu repot-repot mengantri seperti mahasiswi lainnya. "Hurry up, bish. I don't wanna late just because of waiting for you!" Terdengar lagi teriakan Sakura. Mempercepat mandinya, Shween segera membasuh tubuhnya yang penuh busa. Sakura benar, dia harus cepat atau mereka akan benar-benar terlambat. Salahkan Dav yang kembali hadir dalam mimpinya tadi malam. Entah karena rindu atau apa, pemuda itu selalu mengunjunginya dalam mimpi beberapa malam ini. Pemuda yang dia tidak tahu kebenaran dan keberadaannya, karena mereka belum pernah bertemu di dunia nyata. Mereka hanya saling mengenal di dunia maya. "Shreen!" Teriakan Sakura menginterupsi lamunan Shween. Meringis, perempuan muda itu memukul kepalanya pelan. Forget him, Shween. He's unreal! "Shreen, your momma calling!" Kembali Sakura berteriak. "You just answer! Tell her I'm still in the bathroom!" balas Shween dengan berteriak juga. Dia mengeringkan tubuhnya dengan handuk, kemudian melilitkan ke tubuhnya. Lupa jika mantel mandinya tergantung di belakang pintu kamar mandi. Shreen keluar dari kamar mandi saat Sakura masih berbicara dengan Bunda. Terburu dia menghampirinya. "Give it to me!" pintanya lirih. Tangannya menadah di depan wajah Sakura, meminta ponselnya yang berada di tangan sahabatnya itu. Sakura memutar bola mata kesal. Memberikan ponsel Shween kepada pemiliknya dengan tatapan mengancam, seolah mengatakan 'jangan berbicara terlalu lama atau kita akan tamat'. Mata bulat Shween balas memelototi Sakura, sementara mulutnya terus memberi penjelasan pada Bunda yang terus menceramahi melalui ponsel. "I'll be there soon, okay?" Hanya itu yang bisa dikatakannya. Tak mungkin dia memberi tahu bundanya jika bangun kesiangan. Shween berjalan menuju kemari dan mengambil t-shirt serta hotpants untuk dikenakan dengan ponsel yang masih menempel di telinga. Begitu pun saat mengenakan underwear. Benda pipih persegi panjang itu masih melekat di telinga dengan pemiliknya yang terus berbicara, berusaha meyakinkan orang yang meneleponnya. "Okay. See yah. I love you, Bun." Panggilan berakhir. Melempar ponsel ke tengah ranjangnya, Shween berpakaian dengan cepat. Setelah ini dia akan ke salon dekat kampus. Tampil cantik di acara kelulusan itu wajib. *** Satu jam bukan waktu yang sebentar untuk seorang Thalia Darmawan menunggu. Namun itu yang dilakukan putri sulungnya, membuatnya menunggu selama lebih dari satu jam hanya untuk berada di salon kecantikan untuk acara kelulusan yang sebentar lagi akan berlangsung. Beberapa kali wanita cantik itu menengok jam tangan yang terpasang manis di pergelangan kirinya, beberapa kali juga dia berdecak. Putri sulungnya sungguh sangat menguji kesabaran. Sekali lagi Thalia mengecek jam. Jika beberapa menit lagi Shween masih belum datang, sumpah demi Nana yang masih terlihat cantik meskipun sudah tak muda lagi, dia akan meninggalkan acara kelulusan putrinya dan akan langsung terbang ke Paris. Menghadiri pernikahan keponakan satu-satunya sepertinya lebih menyenangkan daripada harus duduk manis beberapa jam mendengarkan ceramah dosen dan rektor, membuatnya seolah kembali ke masa saat dia kuliah saja. Toh, dia bisa meminta rekaman acara kelulusan putrinya nanti, pada pihak kampus. "Tunggu sebentar lagi ya, Sayang. Nanti ka..." "Bunda! Daddy!" Seruan itu menghentikan perkataan Rajesh Roshan. Pria India itu menoleh, putri sulungnya tiba dengan pakaian kelulusan lengkap dengan toga. "I'm not late, right?" tanya Shween begitu berdiri di depan kedua orang tuanya. Dia tersenyum lebar agar tidak mendapat murka dari wanita kesayangannya. "Nah, but almost!" ketus Thalia. Shween segera memeluk Bunda yang menatapnya dengan mata memicing. "Sorry," bisiknya sambil mencium pipi wanita yang telah melahirkannya itu. "Kamu kira Bunda satpam apa, yang bisa nunggu lama!" Thalia mendelik tajam. Shween terkikik mendengar omelan Bunda yang langsung memasuki aula, diikuti oleh Daddy dan Gween, adik tersayangnya. Sementara Nana sudah masuk lebih dulu. Kakinya pegal terlalu lama berdiri. "Kakak tadi dandan apa bobok, sih?" tanya Gween. Gadis kecil berusia sepuluh tahun itu juga ikut mengomel. Bibir mungilnya mengerucut. Gemas, Shween mengacak sayang rambut hitam adiknya. "Kakak tadi lagi shopping." Shween kembali terkikik setelahnya. Bergabung bersama teman-temannya yang juga lulus hari ini setelah mengantar Gween ke tempat duduk yang ditempati keluarganya. Selama graduasi berlangsung, senyum manis tak lepas dari bibir Shween. Perempuan itu selalu memasang wajah bahagia. Begitu namanya dipanggil, bergegas perempuan berdarah India-Indonesia itu naik ke podium, di mana deretan para rektor, dekan, dosen, dan petinggi universitas lainnya berada. Segera turun kembali dan bergabung bersama keluarganya setelah mendapat sertifikat kelulusan. Mereka akan terbang ke Paris setelah ini. Pernikahan sepupu cantiknya tidak bisa menunggu. *** Singgah di Singapura hanya untuk menengok aunty Shaina, adik dari Daddy, hanyalah alasan menurut Shween. Membiarkan Nana pergi bersama Angel beserta aunt Talitha dan uncle Alexander lebih dulu, sungguh sangat menjengkelkan. Dia juga ingin berangkat bersama sepupunya dan menikmati Paris lebih awal. Namun, apa mau dikata, keputusan Daddy sudah bulat. Mereka akan menyusul dua hari kemudian. Jika tahu seperti ini, lebih baik dia tetap di Semenyih saja dulu, atau di Kuala Lumpurmungkin. Kedengarannya lebih menyenangkan berada di dua kota itu daripada berada di Singapura. Bukannya bosan atau apa, dia hanya kurang berminat. Hatinya lebih memilih Paris ketimbang Singapura. Meskipun katanya Dav kuliah di sini, tapi dia tidak tahu kebenarannya. Pemuda itu tak pernah menyebutkan tempatnya menimba ilmu ataupun kediamannya secara detail. Kalaupun benar Dav berada di sini, dia tetap tak berminat untuk mencarinya. Singapura masih terlalu luas, dan dia terlalu malas untuk mencari. Tidak terlalu penting juga menurutnya. Shween mengembuskan napas kasar. Menggeleng pelan mengusir Dav dari kepalanya. Stop thinking of him, Shween. You don't know if he is real or not! Shween menggeram kesal. Waktu dua hari serasa dua abad baginya yang sangat tidak menikmati keadaan. Seandainya saja dia bisa terbang, atau memiliki pintu ke mana saja milik Doraemon, dia pasti akan menggunakan pintu itu untuk pergi ke Paris. Sayangnya, semua itu hanya khayalannya saja. Semua yang disebutkannya hanya ada di alam mimpi. Shween berdecak, menarik napas panjang, dan mengembuskannya dengan cukup keras "What happen? There's something? You lookin' so boring." Pertanyaan itu membuat Shween memalingkan wajah ke arah datangnya suara. Azula Gurleen berdiri di ambang pintu, sedang menatapnya dengan tangan tersimpan di kedua sisi tubuhnya. Melihat bagaimana wajah imut itu menggembungkan pipi, mau tak mau membuat Shween tertawa kecil. "I just enjoying this lil' party." Kedua tangan Shween terangkat sebatas kepala, dua jarinya membuat tanda petik imajinasi. Kemudian merentangkan tangan, meminta Gween memeluknya. Gadis kecil itu menurut. Mendekati yang lebih tua dan memeluknya. "But you don't seem to be enjoying the party." Shween terkikik, mengangguk membenarkan perkataan adiknya. Dia memang tidak menikmati pesta kecil yang diadakan oleh aunty Shaina dan keluarga yang lain, padahal pesta ini diadakan khusus untuk merayakan kelulusannya. Dia hanya ingin cepat-cepat ke Paris dan duduk di bawah menara Eiffel. "Do you know what's on my mind?" tanya Shween mengurai pelukan. Menatap mata cokelat Gween jenaka. "Eiffel?" tebak Gween. Mata cokelat Shween melebar mendengar jawaban yang sangat tepat dari mulut mungil adiknya. "How do you know that?" tanyanya tak percaya. "Just guessing," jawab Gween mengedikkan bahu, duduk di sebelah kakaknya, di kursi santai kolam renang. Shween mengacak sayang rambut hitam sepunggung milik Gween. "How smart you are!" pujinya bangga. "So, am I right, huh?" Shween mengangguk lemah. "I really wanna go to Paris, Gween. Nyusul Angel sama Nana." "We will be there in two days. Don't you be worry, you will meet your Mr. Eiffel soon." Shween mengerjap. Tak percaya kata-kata itu keluar dari mulut mungil adiknya yang baru berusia delapan tahun. Mereka memang sudah terbiasa saling sharing. Meskipun Gween baru berusia delapan tahun, tapi gadis kecil itu seorang pendengar yang baik. Sehingga Shween merasa nyaman berbagi dengan adiknya yang terpaut tiga belas tahun darinya itu. Namun kata-kata Gween barusan terlalu bijak untuk ukuran seorang gadis kecil. Shween tersenyum bangga, memeluk Gween hangat. "Thank you, lil' sissy." Shween mengecup pucuk kepala adiknya. "Girls, what are you doing at there? Come in!" Seruan tuan besar Rajesh mengejutkan kedua perempuan beda usia itu. Meskipun malas, bergegas keduanya meninggalkan halaman belakang dan memasuki rumah. Kembali pada pesta kecil-kecilan ala keluarga Roshan. Ingin Shreen masuk ke dalam kamar lebih dulu, tetapi dia tidak enak pada keluarga aunty Shaina. Akhirnya, dengan sangat terpaksa Shreen tetap berada di pesta sampai pesta berakhir.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Living with sexy CEO

read
277.5K
bc

HOT AND DANGEROUS BILLIONAIRE

read
569.1K
bc

Aksara untuk Elea (21+)

read
835.7K
bc

Naughty December 21+

read
511.1K
bc

Partner in Bed 21+ (Indonesia)

read
2.0M
bc

Nikah Kontrak dengan Cinta Pertama (Indonesia)

read
452.8K
bc

HOT NIGHT

read
603.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook