bc

The Stolen Beauty: Jejak Penyesalan Dan Dendam

book_age18+
27
FOLLOW
1K
READ
dark
love-triangle
family
HE
time-travel
powerful
doctor
heir/heiress
drama
tragedy
bxg
serious
like
intro-logo
Blurb

Di detik terakhir hidupnya, Dokter Leonardo Kurniawan Jie hanya menyesali satu hal: ia gagal melindungi perempuan yang paling ingin ia selamatkan.Ketika takdir memberinya kesempatan kedua, Leo kembali ke masa sebelum tragedi yang menghancurkan hidup Nayaka Prawitasari. Namun upaya mengubah sejarah justru menyeretnya pada rahasia kelam keluarga kaya yang penuh intrik, obsesi beracun, dan dendam yang berulang dari kehidupan sebelumnya.Saat masa lalu mulai terkuak dan bahaya datang dari orang-orang yang pernah dipercaya Nayaka, Leo harus memilih: menebus dosa dengan mempertaruhkan segalanya—atau kembali kehilangan perempuan yang tak pernah benar-benar bisa ia lepaskan.Dalam hidup kedua ini, cinta bukan sekadar perasaan… tapi medan perang.

chap-preview
Free preview
Prolog
Hujan turun deras di langit kelam Jakarta, memecah malam menjadi serpihan suara yang menenggelamkan apa pun yang bernafas di bawahnya. Kilat menyambar di kejauhan, menerangi jalan raya sepi yang dibelah oleh satu mobil ringsek dan sebuah truk besar yang berhenti beberapa meter di belakangnya—diam, seolah menunggu. Di antara bau besi terbakar dan bensin yang tumpah, seorang pria merangkak keluar dari mobil yang hampir terlipat duu, ringsek parah. Darah menetes dari pelipisnya, mengalir turun melewati dagu dan jatuh ke tanah bercampur hujan. Dokter Leonardo Kurniawan Jie tidak bisa merasakan sebagian tubuhnya, tapi pikirannya bekerja dengan kesadaran penuh dan tahu kalau tabrakan yang menimpanya saat ini bukan kecelakaan biasa. "Ugh." Dia merintih menahan rasa sakit luar biasa yang menggerogotinya saat ini. Dia sudah tahu sejak mobil truk itu muncul dari tikungan tanpa lampu, menabraknya dari samping dengan kecepatan yang mustahil untuk disebut tanpa niat dan kesengajaan. Lalu sekarang, di tengah gelap yang terus merayap masuk ke matanya, Leo tahu sesuatu yang lebih mengerikan tengah mengancamnya karena truk itu belum pergi. Dokter Leo menggertakkan giginya, menahan rasa sakit yang seperti disayat-sayat dari dalam. Tangannya meraih tanah basah, menarik tubuhnya keluar dari kaca mobil yang pecah, meski setiap gerakan terasa seperti menarik urat yang hampir putus. “Tidak… belum,” gumamnya parau, setengah mati dan setengah memohon. Entah pada siapa. Karena dia tahu kalau saat ini tidak ada yang bisa menolongnya kecuali Tuhan. Tapi mungkinkah Tuhan akan menolongnya yang sudah pernah mengabaikan permintaan tolong orang lain? Dokter Leo mengutuk dirinya sendiri. Adalah adil kalau Tuhan juga mengabaikannya. Dia pernah melihat kematian. Itu tidak pernah indah dan tidak pernah menyenangkan. Sayangnya malam ini kematian datang untuk dirinya sendiri. Tidak. Dia sadar ini adalah pembunuhan yang memang menargetkan dirinya. Saat ini dia mengalami apa yang juga telah dilalui dan dialami oleh Nayaka. Kilatan lampu truk menyala tiba-tiba, memotong gelap seperti sepasang mata iblis yang akhirnya membuka mata dan mencari korban. Mesin itu hidup lagi. Dokter Leo membeku. Napasnya terputus-putus. Darah menyembur saat dia terbatuk lagi. Jadi ini akhirnya? Batinnya bertanya. Dia mencoba berdiri, tetapi lututnya langsung menyerah. Bahunya bergetar hebat, entah karena darah yang mengalir keluar atau karena ketakutan yang tidak sempat dia sembunyikan. Bagaimanapun, dirinya hanyalah manusia biasa. Dalam pandangan kabur, Dokter Leo melihat sesuatu jatuh dari kantong jas mediknya yang terlempar ke tanah. Sebuah flashdisk hitam kecil, kini terciprat lumpur dan darahnya. Benda itu, benda sekecil itu, adalah alasan dirinya harus mati. Bukti bahwa kematian Nayaka Prawitasari beberapa bulan lalu bukanlah kecelakaan yang tidak disengaja. Bukti bahwa keluarga suami Nayaka telah merencanakannya dengan dingin, sama dinginnya dengan truk yang kini bergerak perlahan ke arahnya, bersiap mengambil nyawa kedua yang terkait dengan wanita itu. Dokter Leo lagi-lagi terbatuk keras, darah merembes dari sudut bibirnya. Mungkin paru-parunya robek. Mungkin jantungnya retak. Entahlah. Bukan keahliannya melakukan diagnosis seperti itu. Dia dokter bedah plastik dan bahkan kini dirinya hanyalah korban yang tahu kalau dirinya tidak akan selamat. Dia jelas sadar kalau dirinya tidak akan pernah bisa melihat hari esok. Namun rasa sakit fisik bukanlah hal yang paling menyiksanya. Sama seperti hari esok bukanlah hal yang paling membuatnya merasa bersalah. Nama itu kembali menggema dalam pikirannya. Bahkan ketika dia tahu kalau dirinya sedang sekarat. "Nayaka, ugh.. Nayaka," ucapnya samar. Air matanya menyatu dengan hujan deras yang jatuh membasahi wajahnya. Nayaka Prawitasari, wanita yang pernah menjadi seluruh hidupnya. Wanita yang dulu tidak mampu dia pertahankan dan dia biarkan pergi. Wanita yang menghubunginya dengan suara bergetar penuh takut dan dia mengabaikannya. “Kenapa kau tidak memintaku untuk berjuang waktu itu?” tanyanya dalam hati, meski tahu jawabannya sudah usang dan tak berguna. Karena yang berjuang hanya dia. Dan akhirnya, dia menyerah setelah keluarga Nayaka menghancurkan segalanya dan memaksanya mundur. Ketika Nayaka menikah dengan pria pilihan keluarganya, Dokter Leo merasa ditinggalkan dengan cara paling menyakitkan. Tahun-tahun berlalu, luka itu tetap membekas. Dan saat Nayaka suatu malam tiba-tiba meneleponnya dengan suara gemetar ketakutan, memohon bantuannya, bersikeras bahwa ada sesuatu yang salah dengan keluarganya, bahwa dia butuh bantuan Leo sebagai satu-satunya orang yang bisa Nayaka percaya saat itu. Leo menolaknya. Dia masih terlalu marah. Terlalu patah hati. Terlalu kekanak-kanakkan dengan perasaannya sendiri. Hanya beberapa hari setelah itu, Nayaka meninggal. Penyesalan besar Leo yang menyiksanya hingga detik ini. Leo menutup matanya, merasakan sesak yang jauh lebih tajam daripada luka fisiknya. Penyesalan itu sudah lama menggerogotinya, mendorongnya untuk menggali kebenaran, mengikuti setiap petunjuk, dan akhirnya menemukan sesuatu yang tidak seharusnya dia temukan. Lalu sekarang, mereka hendak membungkamnya, seperti Nayaka. Truk itu mulai melaju maju, roda besarnya menggilas genangan air yang memercik seperti darah. Dokter Leo meraih tanah lagi, mencoba menyeret dirinya lebih jauh meski hasilnya nyaris nihil. Napasnya terdengar seperti gesekan logam rusak. Tapi dia tetap mencoba. Padahal dia tahu usahanya sia-sia. Sesuatu di dadanya terasa pecah. Gelap semakin menguasai tepian pandangannya. Dalam kabut kesakitan itu, sosok Nayaka muncul di benaknya. Matanya yang dulu berkilau lembut. Senyum kecilnya. Cara ia mengucapkan nama Leo, seolah itu adalah hal paling alami di dunia. Dan terakhir, suara Nayaka di telepon malam itu. “Tolong aku. Leo hanya kamu yang bisa aku percaya sekarang. Kumohon. Aku ketakutan.” Lalu truk itu menggilasnya tubuh Dokter Leo lagi, dia bisa mendengar suara tulang-tulangnya yang remuk tapi rasa bersalahnya menggilasnya lebih kuat dari apa pun saat ini karena meski dengan bukti ditangannya, dia tidak bisa memberi Nayaka keadilan. . “Maaf…” suaranya tremor, hampir tak terdengar oleh hujan. “Naya, maafkan aku…” Lampu truk kini tepat di depan tubuhnya. Sorotnya menyilaukan, menyapu tubuh Dokter Leo yang tergeletak lunglai di jalanan. Dokter Leo menunduk, melihat flashdisk itu sekali lagi, hanya beberapa senti dari jari-jarinya yang berdarah. Ia mengulurkan tangan untuk menggapainya. Namun sebelum jarinya berhasil meraih benda itu, suara mesin kembali meraung. Dan Leo tahu semuanya sudah terlambat. Air hujan menetes dari rambutnya, menelusuri wajah yang penuh darah, menyatu dengan air mata terakhirnya. “Seandainya… aku tidak menolakmu malam itu…” gumamnya, lebih sebagai doa yang terputus daripada kalimat. “Seandainya kau masih hidup. Ah tidak, seandainya waktu bisa diulang kembali...” Dokter Leo menutup mata. Dia tidak bisa merasakan tubuh bagian bawahnya lagi Kini truk itu kembali mundur dan mengincar kepalanya dokter Leo. “Maafkan aku, Naya…” Lalu dunia dipenuhi cahaya putih dari lampu truk. Dan semuanya gelap. Hening. Hanya suara hujan. Seolah langit sedang ikut menangis. Seolah dunia sedang ikut berduka. Penyesalan yang terlambat. Penebusan yang tidak selesai. Dan jejak cinta yang dikehidupan ini tidak ditakdirkan menyatu.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

30 Days to Freedom: Abandoned Luna is Secret Shadow King

read
307.5K
bc

Too Late for Regret

read
271.6K
bc

Just One Kiss, before divorcing me

read
1.6M
bc

Alpha's Regret: the Luna is Secret Heiress!

read
1.2M
bc

The Warrior's Broken Mate

read
135.8K
bc

The Lost Pack

read
374.6K
bc

Revenge, served in a black dress

read
144.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook