bc

GODAAN NONA NAKAL

book_age18+
182
FOLLOW
1.7K
READ
family
HE
age gap
fated
arranged marriage
kickass heroine
heir/heiress
drama
tragedy
sweet
bxg
lighthearted
serious
kicking
bold
city
office/work place
childhood crush
secrets
bodyguard
like
intro-logo
Blurb

21+

Bianca Celeste, pewaris tunggal kerajaan bisnis keluarganya, punya segalanya — kecantikan, kecerdasan, dan kepercayaan diri yang meluap-luap. Namun, hanya satu hal yang tak bisa ia kendalikan, yaitu Vincent Cole.

Sang bodyguard baru berwajah dingin dan berotot sempurna, yang seolah kebal pada semua godaannya.Di sebuah lorong sepi menuju suite mewahnya, Bianca menahan langkah Vincent dan berbisik nakal di telinganya,

“Kalau kau mau, malam ini aku bisa membuatmu lebih sibuk dari sekedar menjagaku.”

Vincent hanya menaikkan sebelah alisnya, menatapnya lekat, dan menjawab dengan suara serak,

“Coba saja, Nona Celeste. Tapi jangan salahkan saya, jika Anda sendiri yang akan jatuh lebih dulu.”

Seketika itu juga, Bianca tahu permainannya baru saja dimulai, dan untuk pertama kalinya, dia merasa tertantang oleh seseorang.

Siapa bilang hanya dia yang bisa menggoda?

chap-preview
Free preview
Bab 1 — Rayuan Nakal
“Kalau kau mau, malam ini aku bisa membuatmu lebih sibuk dari sekedar menjagaku.” Bisikan itu meluncur dari bibir Bianca Celeste, lirih namun jelas, di lorong hotel yang senyap dan mewah. Gaun malamnya menempel sempurna di lekuk tubuhnya yang indah. Harum parfumnya mengendap di udara, namun pria di depannya—yang hanya berjarak sejengkal—tetap bergeming. Vincent Cole menoleh perlahan, menatapnya dengan mata yang tajam dan ekspresi setenang samudera yang membeku. Lalu dengan suara rendah, nyaris serak, ia menjawab, “Coba saja, Nona Celeste. Tapi jangan salahkan saya, jika Anda sendiri yang akan jatuh lebih dulu.” Dan pada saat itu, Bianca tahu, permainan ini akan menjadi jauh lebih berbahaya dari yang pernah ia mainkan. +++ Beberapa minggu sebelumnya, Penthouse yang berada di lantai tiga puluh satu itu tampak hening. Namun suara es batu yang bergemerincing dalam gelas kristal di tangan—Bianca Celeste mulai terdengar. Gadis berusia 25 tahun itu duduk dengan anggun di sofa beludru berwarna putih, mengenakan slip dress satin berwarna merah wine yang tampak lebih seperti undangan daripada pakaian tidur. Kainnya sangat tipis, nyaris transparan di bawah sorot lampu. Di seberangnya, berdiri seorang pria. Dengan raut wajah sekeras granit, mata tajam dan tubuh berotot yang nyaris terlalu sempurna untuk profesinya sebagai seorang pengawal pribadi. Vincent Cole. Pria berusia 32 tahun itu baru tiba sore tadi, diperkenalkan oleh ayah Bianca sebagai pengawal pribadi mulai hari ini. Sejak saat itu, Vincent lebih banyak diam. Pria itu tidak bicara kecuali jika diperlukan, dan bahkan sorot matanya tak pernah berpindah ke arah Bianca. Fokus Vincent sepenuhnya pada ruangan dan pengamanan. Mengesalkan, tapi itu juga yang justru membuat Bianca, tertarik untuk menggoda pengawal barunya tersebut. Bianca menyilangkan kaki perlahan, memperlihatkan paha jenjangnya tanpa ragu di depan pria itu. Satu tangannya meraih anggur, satunya lagi menyentuh bahu slip dress-nya—lalu menarik tali tipisnya ke bawah dengan gerakan santai. Kulit putihnya tersingkap. “Apa kau selalu berdiri sekaku itu? Santai saja. Aku bukan presiden negara adidaya yang perlu kau jaga 24 jam penuh,” ucapnya, suaranya ringan, tapi terdengar genit. Vincent tidak menoleh. “Saya dipekerjakan untuk melindungi Anda, bukan untuk bersantai, Nona.” Nada bicaranya datar. Tapi tidak kasar. Bianca mengangkat alis, memiringkan kepala. “Dan... apakah melindungiku berarti tidak melihatku sama sekali, ya?” Puan itu bangkit dari sofa, melangkah pelan dengan gerakan anggun yang dilatih sejak remaja. Gaun satinnya bergoyang mengikuti gerakan pinggulnya. Tumit stiletto-nya mengetuk pelan lantai kayu berlapis marmer. Ia berdiri di depan pria itu. Cukup dekat untuk mencium aroma cologne maskulin milik Vincent—aroma cedar dan sesuatu yang dingin dan tajam seperti hujan di musim dingin. “Biasanya... saat aku berdiri seperti ini,” bisik Bianca lembut, “pria-pria bisa kehilangan fokus mereka saat melihatku.” Vincent hanya menjawab dengan mengedipkan satu mata. Bianca menyentuh dadaa pria itu dengan ujung jari telunjuknya. Otot-ototnya keras, kaku, seperti batu yang diukir. “Tapi kau terlalu tenang dan santai. Apa kau tidak tertarik padaku sama sekali?” Vincent menoleh secara perlahan. Untuk pertama kalinya, sorot matanya bertemu langsung dengan manik mata indah milik Bianca. “Apa Anda biasa menggunakan daya tarik untuk menyingkirkan orang-orang yang tidak Anda inginkan, Nona Celeste?” Pertanyaan itu menghantam seperti tamparan lembut. Bianca tersenyum miring. “Mungkin.” Vincent menundukkan wajahnya sedikit, suaranya turun satu oktaf. “Kalau begitu, Anda mungkin akan merasa kecewa malam ini.” Ia kembali berdiri tegak, menyilangkan tangan di depan dadaa. Tak ada perubahan ekspresi. Tak ada senyuman. Hanya tatapan dingin yang ditunjukkannya. Bianca menarik napas, matanya menyipit. Ia tak biasa ditolak. Terutama oleh pria yang jelas-jelas menarik perhatian siapa pun yang melihatnya. Bianca mundur selangkah. Tidak tergesa, tapi perlahan, seolah mencoba kembali mengambil kendali yang tadi sempat ia rasa sudah di ujung jari. Matanya tak lepas dari Vincent—mencoba untuk membaca ulang pria yang ada di hadapannya tersebut. "Kau bukan tipe pengawal biasa, ya?" katanya pelan, setengah bergumam, seperti berbicara pada dirinya sendiri. "Biasanya mereka akan bersikap terlalu sopan... atau terlalu mudah untuk ditebak." Vincent tetap diam. Hanya matanya yang mengikuti gerak Bianca yang kini kembali ke sofa, tapi kali ini duduk dengan sikap berbeda. Tak lagi menggoda. Tapi justru terlihat lebih waspada. Bianca menyesap anggurnya sekali lagi. Rasa tajam dan manis itu mengalir perlahan di tenggorokannya, memberi jeda untuk berpikir. Pria itu bukan sekedar pengawal. Itu sudah jelas. Sikapnya terlalu disiplin. Tatapannya pun terlalu berbeda. "Ayahku yang menyewamu untuk menjagaku," ujarnya santai. Lalu kemudian kembali bersuara, "apa dia mengatakan sesuatu? Tentang aku?" “Hanya memberitahu jika keselamatan Anda lah yang harus dijadikan prioritas.” "Keselamatanku," Bianca tertawa kecil. "Itu bisa berarti banyak hal. Terutama dalam keluarga yang seperti ini." Ia menatap pria itu dalam-dalam. “Apa kau tahu siapa aku, Vincent?” Ia sengaja menyebut namanya dengan intonasi licin, seperti menjilat madu dari sebilah pisau. Pria itu hanya mengangguk ringan. “Putri tunggal Antonio Celeste,” jawabnya lugas. “Ahli waris Celeste Group. Dan juga target potensial dari musuh-musuh bisnis ayah Anda.” Bianca menyipitkan mata. “Kau cukup tahu banyak, rupanya.” Vincent tidak menjawab. Keheningan turun di antara mereka lagi. Tapi kini bukan keheningan canggung—melainkan keheningan yang seperti adu kekuatan diam-diam. Keduanya saling menakar, seperti dua ekor hewan liar di tengah hutan. "Tapi Vincent, asal kau tahu saja ya, alasan utama ayahku memberiku pengawal itu, hanya karena tidak ingin aku terus-terusan mengganggunya.” ujar Bianca. Ia tertawa miris, mengingat betapa hausnya ia akan perhatian orang tua. Sekelebat ingatan muncul, saat-saat dimana ia membutuhkan sang ayah, namun pria yang ia harapkan perhatiannya justru sedang asyik bersenang-senang dengan wanita simpanannya. Banyak sekali beban pikiran yang Bianca tanggung. Ada banyak luka yang membutuhkan obat. Tapi semuanya Bianca simpan dengan balutan sikapnya. “Aku tidak butuh pengawal," ucap Bianca. Suaranya terdengar rendah dan datar. “Aku bisa menjaga diriku sendiri.” “Katakan itu pada orang yang melemparkan granat asap ke mobil Anda tiga minggu yang lalu, Nona Celeste.” jawab Vincent tenang, nada bicaranya tidak berubah. Bianca terdiam. Ia tidak menyangka pria itu tahu soal insiden tersebut. Ayahnya menyuruh semua orang bungkam, dan menganggap jika itu hanya kesalahan teknis pada sistem pendingin udara. Tapi pria ini tahu. Dan jika ia tahu itu, berarti dia tahu lebih banyak dari yang ia perlihatkan. "Apa ayahku yang memberitahumu?" tanyanya pelan. Vincent mengangguk. “Saya juga mendapatkan akses pada laporan keamanan pribadi Anda sebelumnya, Nona. Saya membaca semuanya.” Tiba-tiba, Bianca merasa bukan dirinya yang sedang mengamati, tapi dirinya yang sedang diamati oleh Vincent. Pria ini terlihat begitu dingin, tapi sangat rasional, dan punya kebiasaan berpikir sepuluh langkah di depannya. “Jadi, apa kau juga akan masuk ke kamar tidurku saat aku tidur? Demi keselamatanku?” sindirnya. “Ya, jika memang itu diperlukan,” jawab Vincent tanpa ekspresi. Bianca menyandarkan tubuhnya ke sofa, lalu tertawa pelan. Bukan tawa riang. Tapi tawa yang menunjukkan frustrasi terbungkus kecantikan. “Pria yang terlalu disiplin sepertimu biasanya sangat membosankan, tahu?” lirihnya, mengangkat gelas anggur tinggi-tinggi. “Kau benar-benar tidak penasaran padaku?” Vincent menatapnya dalam sejenak. Tapi yang ia berikan bukan jawaban, melainkan hanya diam. Dan justru itu yang membuat Bianca merinding. “Saya lebih tertarik pada siapa yang berusaha membunuh Anda, Nona,” ucap Vincent akhirnya. “Bukan siapa Anda saat sedang menggoda seperti tadi.” Bianca terdiam. Jantungnya berdetak sedikit lebih cepat dari sebelumnya. Pria ini tidak mudah digoda, tidak mudah ditarik masuk dalam permainan, dan yang lebih berbahaya lagi—ia tidak takut padanya. "Kalau begitu," Bianca bangkit perlahan, berdiri kembali dengan tatapan tajam, "kau boleh terus berdiri di sana dan mengawasiku seperti patung. Tapi ingat satu hal, Vincent." Pria itu menatapnya, dengan tenang. "Aku tidak suka bermain catur. Aku lebih suka bermain api. Dan api... tidak bisa kau kendalikan hanya dengan menunjukkan sikap yang dingin seperti itu!" Ia berjalan ke arah lorong kamar tidur. Tumitnya mengetuk lantai, gaunnya kembali melambai. Tapi sebelum menghilang di balik pintu, ia menoleh sesaat, menatap Vincent dengan senyum samar—penuh tantangan. Vincent tetap berdiri tegap di tempatnya. Tapi begitu pintu kamar tertutup, tatapannya tampak berbeda. Dalam pikirannya, ia tahu satu hal, bahwa Bianca Celeste bukan sekedar tanggung jawab biasa. Wanita itu akan terus berusaha untuk menyingkirkannya, sebab dari awal memang Bianca menolak untuk memiliki pengawal pribadi. Suara dering dari ponselnya membuat Vincent dengan cepat meraihnya dan berjalan menjauh, sembari menerima panggilan telepon tersebut. “Ya, Paman, ada apa?”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.6K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
187.8K
bc

TERNODA

read
198.2K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
29.5K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.3K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
33.2K
bc

My Secret Little Wife

read
131.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook