Terpaksa Nikah - 2

1044 Words
Revan membuka matanya perlahan, kepalanya terasa berdenyut sakit. Matanya melihat sekitar. Serba putih, ini surga? Tapi kok bau antiseptik? Bidadari yang tadi gue lihat kok nggak ada? Ceklek!  Pintu terbuka, seorang dokter dan dua perawat masuk. Kedua perawat lalu melakukan pengecekan tensi darah dan suhu tubuh Revan. "Kamu sudah sadar Revan, baguslah."  "Eh...Om" melihat omnya yang berprofesi sebagai dokter datang menghampiri, Revan menyadari bahwa saat ini ia belum mati. Ini bukan surga, ini rumah sakit. Lagian pede banget si gue bakal masuk surga. Eits... cewek cantik yang gue liat itu jadi siapa? "Om periksa kamu dulu" dokter Budi melakukan pemeriksaan pada tubuh Revan. "Kamu masih suka tawuran?" "Pastilah Om. Nggak laki om kalo nggak tawuran." "Alasan aja kamu!" dokter Budi menulis di catatan medis milik Revan. "Kondisi kamu sudah jauh lebih baik, besok kamu bisa pulang. Om sudah menghubungi papamu." "Ngapain si om pake ngasi tau papa?" Tanya Revan tidak suka. "Papamu berhak tahu Rev." "Biar tahu juga nggak ngerubah keadaan, nggak bakal kesini juga." "Tapi dia tetap papa kamu Rev." "Cuma hubungan darah, nggak lebih, mungkin kalo Revan dikubur dia baru dateng." "Revan!" "Dari pada ngomongin pak tua itu mending om kasih tau Revan siapa yang bawa Revan ke rumah sakit? Mana dia om?" "Hana maksud kamu?" Jadi bidadari itu namanya Hana "Iya om, Hana." "Dia langsung pulang begitu om datang ke UGD" "Oh.." Revan kecewa. "Teman kamu?" "Bukan" tapi calon teman hidup. Lanjut Revan dalam hati. "Kirain kamu kenal, dia juga bilang nggak kenal kamu sih. Tapi karena dia pake seragam SMA Teladan Om pikir kamu kenal, kamu pernah sekolah di situ kan." Jelas Om Budi. Hana, anak Teladan. Dua informasi itu cukup bagi Revan untuk melakukan rencana yang tiba-tiba terbersit di kepalanya. ●○●○● "Nif lo kenal Revandra Alfian Putra Pratama?" Hana bertanya pada Hanif sesaat setelah mereka makan malam. "Kak Revan? Kenapa lo nanya-nanya?" hanif penasaran. Hana bertanya pada Hanif saudara kembarnya karena Revan memakai seragam yang sama dengan Hanif saat ia menolongnya. "Itu nama cowok yang gue anter ke rumah sakit tadi." "Seriusan lo?" Hanif menatap kembarannya. "Yup, gue liat tadi di KTPnya. Eh kok umur dia udah mau 20, emang kelas berapa?" "Kak Revan tuh udah kelas dua belas, pernah nggak naik kelas 2 kali." "Udah tua nggak naek 2 kali lagi. Ngapain aja dia di sekolah?" "Dia tuh pentolannya SMA Cakrawala Han, biar lo bilang dia tua tapi cewek-cewek banyak yang suka dia loh." "Kalo gue sih ogah sama cowok model gitu, tukang tawuran, bego lagi!" "Tapi kata cewek-cewek dia ganteng loh." "Ganteng tapi bego mah nggak guna, buat apaan. Madesu, masa depan suram!" "Ati-ati kali ngomong ntar ketulah loh, jatuh cinta sama cowok model gitu!" "Selera gue tuh tipe-tipe cowok cerdas macem kak Juna." "Woi inget woi itu kakak ipar!" Hanif berniat memukulkan buku yang dibacanya ke kepala Hana namun Hana berhasil menangkis. "Gue kan bilang macem kak Juna bukan kak Juna, lagian siapa juga yang mau jadi pelakor kakak sendiri. Ih amit-amit." ○●○●○ 3 hari telah berlalu sejak insiden pertemuan tak disengaja antara Revan dan Hana. Selama 3 hari itu sosok Hana tidak pernah hilang dari ingatan Revan bahkan membuatnya sulit tidur. Hingga ia memutuskan untuk segera menemui Hana walau dokter masih menyarankan untuk istirahat. Jam 14.30 Revan sudah duduk di atas motor ninjanya di depan SMA Teladan. Ia melepas helmnya. Rambut hitam legamnya diterpa angin. Matanya menatap tajam ke arah gerbang sekolah yang masih tertutup. Bel pulang sekolah berbunyi, kehadiran Revan di depan sekolah menarik perhatian siswa-siswi SMA Teladan. Para siswi terlihat berkasak kusuk sambil tersenyum ke arah Revan. Walaupun dahi Revan masih dipasangi perban tapi wajah tampan dan tatapan tajamnya tetap mampu memikat gadis-gadis di sekitarnya. Revan turun dari motornya begitu melihat Hana keluar dari gerbang sekolah. "Hana!" panggil Revan "Kamu. Revandra Alfian Putra Pratama kan?" Tanya Hana dengan raut penasaran. "Panggil Revan aja." Jawab Revan sambil tersenyum. "Kak Revan mau apa ke sini?" "Manis benget sih lo manggil gue kakak. Tapi gue bukan kakak lo." "Manis? Gue cuma mau hormat sama yang lebih tua!" "Gue nggak perlu hormat lo, gue bukan bendera. Gue kesini cuma mau ngucapin 2 hal yang pertama terima kasih lo udah nolongin gue." Hana menatap kepala Revan "Seharusnya lo nggak usah ke sini, kepala masih diperban juga" "Duh perhatian banget sih lo" "Jangan ge-er! Gue cuma kasian liat kepala lo" "Biar diperban gini tapi tetep ganteng kan" Revan menaik turunkan alisnya. "Ish... kepedean banget." "Galak, gue suka. Cewek gue emang nggak boleh cewek menye-menye." "Hah?!" "Nggak usah masang tampang gitu dong, gue kan jadi gemes" "Mual gue, pengen muntah" "Belum diapa-apain juga, udah mual. Mualnya ntar aja kalo kita udah ena-ena, gue pasti tanggung jawab." "Astaghfirullah ni orang, kayaknya otak lo korslet deh gara-gara kena batu kemaren" Hana kesal. Revan tertawa. "Nggak ada masalah sama otak gue, cantik. Yang bermasalah tuh hati gue. Gue jatuh hati... sama lo" "Gue nggak peduli mau yang bermasalah otak lo atau hati lo. Gue udah denger ucapan terima kasih lo sekarang gue mau pulang!" Hana beranjak pergi, ia melihat mang Ade sudah datang menjemputnya. "Hana! Gue belum selesai ngomong" Revan memegang pergelangan tangan Hana. "Lepas! Gue mau pulang!" Hana menghentakkan tangannya. "Lepasin Hana!" Rio siswa kelas XII SMA Teladan datang menghampiri. "Siapa lo?" Revan bertanya dengan tatapan nyalang. Jangan-jangan dia naksir Hana. Batin Revan "Lo siapa? Ganggu anak Teladan!" Balas Rio "Gue Revan, cowoknya Hana" "Ish. Ngaku-ngaku!" "Tuh lo denger kan, Hana bukan cewek lo. So, lo pergi dari sini!" "Lo nggak usah ikut campur urusan gue sama Hana!" Revan mendorong Rio. Bugh!  Rio memukul Revan tepat di ulu hati. Bugh! Revan balas memukul Rio tepat di rahangnya. Bugh! Bugh! Saling pukul pun terjadi, mereka menjadi pusat perhatian. Siswa Teladan semakin banyak yang menyaksikan perkelahian mereka. "Berenti! Kak Rio kak Revan stop! "Hana berteriak. Mereka berdua pun berhenti saling memukul. Hana merasa amat kesal dan malu menjadi pusat perhatian. Hingga ia tak tahu harus berkata apa lagi. Hana memilih pergi menuju mobil yang sudah menunggunya. "Han, tunggu! " Revan berteriak sambil mengejar Hana. Hana memasuki mobil dengan perasaan kesal, ia membanting pintu mobilnya lalu meminta sang supir untuk segera pergi. Begitu Revan mendekati mobil Hana, mobil itu melaju pergi. Revan berlari menuju motornya, berniat mengejar Hana karena masih ada 1 hal yang ingin disampaikannya. Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD